chapter 54

Semua kisah ini berawal dari diriku sendiri. Andai saja aku tidak meminta Radit untuk mencarikanku pekerjaan, mungkin aku tidak akan pernah bertemu dengan Robin dan jatuh cinta padanya. Andai saja aku berusaha mencari pekerjaan dengan kemampuanku sendiri, kisah hidupku pasti sedikit berbeda. Tapi, sayangnya aku tidak percaya pada diri sendiri dan lebih mengandalkan kemampuan Radit. Aku bersalah dari awal.

Apa aku sedang menyesali pertemuanku dengan Robin?

Kurasa segumpal mendung yang bergelayut di atas sana yang membuat suasana hatiku memburuk hari ini. Memaksa pikiranku mengembara ke dunia khayalan yang tanpa batas. Mengulang kembali pembahasan-pembahasan tentang aku, Robin, dan Angelic. Sesekali aku harus menengok ke belakang untuk menelusuri perjalanan hidupku sampai hari ini, dimana takdir menuntun langkahku ke hadapan Robin. Jika Radit ada di sini sekarang, ia pasti akan bilang, semua ini takdir, Sas. Nggak ada yang salah, kok. Gue sebagai kakak sepupu loe yang ganteng, pasti akan selalu mendukung loe...

Aku terpaksa menggelengkan kepala untuk mengenyahkan pikiran konyol tentang Radit. Lupakan dia, Sas. Fokus pada Webtoon di depan matamu.

"Tumben baca Webtoon, Mbak? Ceritanya seru banget, ya?"

Aku baru saja berhasil mengusir bayangan Radit, tapi Rista malah ganti mengusik pikiranku. Gadis itu mengelap meja sembari tak lepas mengawasiku yang sedang duduk di kursi pengunjung, menghadap sebuah cangkir berisi cokelat yang sudah mendingin karena terlalu lama kuabaikan, dan sibuk dengan ponsel di tangan. Memang bukan kebiasaanku menghabiskan waktu di toko kue dengan hanya duduk-duduk seperti seorang pengunjung yang kurang kerjaan, wajar saja jika Rista dan Tommy memperhatikan tingkahku sejak tadi. Samar-samar telingaku juga menangkap percakapan yang melibatkan namaku dari mulut mereka, tapi kuabaikan karena aku sedang malas menanggapi.

"Nggak juga."

"Emang ceritanya tentang apa?" tanya gadis itu ingin tahu.

"Horor. Mau ikutan baca?" delikku.

Rista bergidik. "Nggak ah. Mbak Sasta ini, cantik-cantik sukanya horor. Kirain baca yang romantis-romantis."

Aku terkikik melihat gadis itu melangkah kabur kembali ke sarangnya di belakang etalase kaca.

"Sibuk?"

Suara teguran itu berhasil membuatku mengalihkan perhatian dari Rista yang masih bersungut-sungut akibat percakapan kami beberapa saat yang lalu. Robin sudah berdiri di depan meja yang kutempati, menampilkan senyum terindahnya dan penampilannya selalu memukau seperti biasa. Membuatku langsung mati gaya!

"Oh, nggak," gugupku. "kamu... kenapa ke sini?" tanyaku dengan terbata. Aku harus bersikap tenang dan menjaga detak jantungku agar tetap stabil. Tapi, kejadian semalam tak bisa kulupakan begitu saja. Iya, kejadian di tepi kolam renang, saat aku menangis dalam pelukan Robin. Huft.

"Nggak boleh?" Robin menarik kursi dan duduk di hadapanku. "kita harus pergi ke suatu tempat," ucapnya setelah posisi duduknya terlihat nyaman.

"Pergi? Ke mana?" Aku sama sekali tidak punya ide kali ini.

"Menemui Tante Siska."

Aku menelan senyumku kembali sebelum merekahkannya di depan laki-laki itu. "Menemui Tante Siska?" ulangku tanpa sadar. "untuk apa?"

"Untuk bicara. Supaya kamu lebih tenang."

"Tapi, Bin. Aku... " Rasanya ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatiku. Bukannya aku tidak mau bicara dengan Tante Siska dan meminta restunya, tapi perasaan bersalah ini apa akan lenyap begitu saja setelah aku pulang dari sana?

"Sasta." Robin mengarahkan tatapan matanya lurus ke wajahku. Mengunci bibir dan pergerakan tubuhku. "kumohon... "

Aku membiarkan Robin menyeretku keluar dari toko kue beberapa menit kemudian tanpa perlawanan. Tentu saja aku tidak akan bertingkah macam-macam di depan Rista dan Tommy atau mereka akan menjadikanku bahan gosip setelah aku pergi. Meski sesungguhnya hatiku berat untuk pergi menemui Tante Siska. Lalu apa yang akan aku katakan padanya nanti? Apa aku harus bilang kalau aku meminta izinnya untuk menjalin hubungan dengan mantan kekasih putri kesayangannya? Oh, Tuhan...

"Kenapa berhenti?"

Robin memutar tubuh ketika ujung sepatuku tak lagi bergerak untuk menyusul langkah kakinya. Padahal kami sudah berada di halaman toko dan tinggal beberapa jengkal lagi kami bisa menjangkau mobil Robin.

"Aku nggak bisa, Bin."

"Sas." Laki-laki itu melenguh pelan begitu melihat sikapku yang mungkin baginya terlihat sangat kekanak-kanakan. "ada aku di samping kamu, ngerti? Lagian Tante Siska nggak seperti yang kamu bayangin. Dia itu sangat baik... "

"Justru karena dia sangat baik, aku nggak akan tega menyakiti hatinya," sahutku dengan suara lemah. Seorang ibu pasti ingin melihat anaknya bahagia dan prinsip itu tidak bisa ditawar.

"Lalu kamu maunya gimana? Kamu mau kita udahan sampai disini aja, nggak ada kelanjutan apa-apa, gitu? Kamu tega ninggalin aku? Atau kamu lebih seneng lihat aku patah hati sementara kamu sendiri pergi nyari cowok lain, iya?"

Aku terpaku mendengar serentetan omelan yang keluar dari bibir Robin. Sungguh, ini baru pertama kalinya aku mendengar Robin mengoceh seperti yang biasa dilakukan Radit. Tapi, aku tidak bisa menukas kalimatnya seperti saat aku menimpali ocehan Radit. Aku hanya bisa bergeming mendapat tatapan tajam Robin yang terbalut kemarahan.

"Aku ngerti kamu takut, Sas. Kamu cemas tentang apa yang kelak akan terjadi. Tapi kamu nggak sendiri, kamu tahu? Aku yang mengambil keputusan ini dan aku akan bertanggung jawab atas semuanya. Please, kamu percaya sama aku. Aku beneran sayang sama kamu, Sas... " ucap Robin dengan mencekal kedua lenganku kuat-kuat. Jujur aku salut akan perjuangannya untuk meyakinkanku. Ia sudah bekerja terlalu keras untuk semua ini.

Ya, Tuhan... Aku sangat bersyukur kedua kakiku masih berdiri tegak untuk menopang tubuhku yang sudah terlanjur rapuh oleh kata-kata Robin. Hatiku lumer seperti lelehan cokelat yang terkena panas.

"Ya?" sentak Robin berusaha menyadarkanku dari keterpakuan. Sungguh, aku tak bisa mengabaikan tatapan memohon yang dilancarkan sepasang matanya. Dan aku semakin yakin di sanalah aku menemukan titik kelemahanku.

Aku mengangguk dua detik kemudian. Pasrah.

###

Mau tahu kelanjutan kisah Sasta-Robin? Kira-kira mereka bakalan menikah atau nggak, ya? Yang penasaran pingin tahu ending novel ini bisa beli e-booknya di Google Playstore. Yuk, dibeli sekarang juga!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top