chapter 37

"Biarkan Mamamu istirahat."

Kepalaku menoleh ketika sebuah tepukan kecil mendarat di atas bahu kananku. Daguku terangkat untuk menatap Papa yang sudah berdiri beberapa jengkal dari tempat dudukku. Bahkan telingaku tak menangkap suara detak langkah kaki laki-laki itu saat masuk ke dalam kamar.

"Pergilah tidur." Papa bersuara lagi.

Aku mencoba tersenyum sekadar menutupi rasa kantuk dan lelah yang sejak tadi bergelayut di wajahku. Bahkan aku tak bisa menghitung berapa lama aku duduk bergeming di tepi tempat tidur dan menatap wajah Mama yang sedang terlelap.

"Ya," jawabku pendek.

"Mamamu hanya kecapekan, Sas. Kamu nggak perlu cemas."

Suara Papa menahan langkahku yang hendak menjangkau pintu. Aku menatap laki-laki itu sekilas dan mengangguk pelan sebelum melanjutkan langkah kembali.

Mama kecapekan. Hanya kecapekan. Hanya...

"Belum tidur, Kak?"

Suara Rani memecah gelembung lamunanku. Gadis itu berdiri di depan pintu kamarnya ketika langkah-langkah gontaiku menapaki lantai keramik balkon lantai dua. Sepertinya ia sengaja menungguku di sana.

Kepalaku menggeleng pelan. Enggan untuk membuka mulut.

"Bisa kita ngobrol sebentar?"

Pertanyaan Rani mencegah kakiku melanjutkan melangkah.

Ngobrol?

Rani menarik tanganku dengan gerakan halus menuju ke dalam kamarnya di saat aku masih terpaku menatap gadis itu.

Ruangan serba pink langsung menyambut kami. Jujur, ini adalah kali pertama aku masuk ke dalam kamar Rani semenjak tiba di sini beberapa minggu yang lalu.

Beberapa buah boneka Hello Kitty dalam berbagai size terlihat mengisi ruang di dalam lemari kaca yang berada di sudut ruangan. Beberapa lagi menghuni tempat tidur. Tirai bermotif senada-Hello Kitty juga-terlihat menjuntai menutupi jendela kaca super besar di bagian samping kamar. Sprei, karpet, beberapa perabotan, sofa, pernak pernik lain, semuanya berwarna pink. Aku baru tahu jika gadis itu adalah penyuka warna pink dan Hello Kitty. Sungguh, aku bisa mati bosan jika harus tinggal di dalam ruangan dengan dominasi warna merah jambu seperti itu.

Rani mengajakku duduk di atas tempat tidurnya yang sangat nyaman dan empuk. Aroma lembut pewangi pakaian langsung menebar ke sekeliling ketika pantatku mendarat dengan selamat di atas sprei pink-Hello Kitty miliknya.

"Kak." Sorot mata Rani terlihat serius saat menatapku. Gadis itu bahkan memposisikan tubuhnya tepat menghadapku. "Mama sakit karena terlalu capek mengurusi toko kuenya, Kak Sasta tahu itu kan?"

Kepalaku mengangguk. "Aku tahu."

"Kurasa Kak Sasta yang harus gantiin Mama di toko kuenya," ujar adik tiriku itu tanpa basa basi. Ia berhasil membuatku harus mengerutkan kening.

"Maksud kamu?"

"Mama nggak bisa menangani toko kue itu dengan kondisinya yang sekarang, Kak. Harus ada yang gantiin Mama ngurusin toko kue itu... "

Aku menarik napas dalam-dalam. Sungguh, aku tidak siap jika harus menggantikan posisi Mama untuk menangani toko kue itu. Bahkan letak tempat itu saja aku tidak tahu.

"Aku nggak bisa, Ran. Kenapa nggak kamu aja... "

"Aku punya kerjaan yang sangat kusukai, Kak," tukas Rani dengan binar mata memohon pengertianku. "lagian kurasa Kak Sasta lebih pandai berbisnis ketimbang aku," imbuhnya mencoba meyakinkan jika aku lebih layak mengurusi toko kue Mama. Bukankah itu berarti aku akan bertindak sebagai owner di sana kelak?

Aku tersenyum pahit dan membuang tatapan ke arah lain. Dan sebuah bando berwarna pink yang tergeletak di atas meja menubruk pandanganku, mengingatkanku pada kado yang diberikan Robin. Laki-laki itu memberiku sebuah jepit berbentuk mahkota yang dihiasi kristal-kristal dan sampai sekarang masih menghuni laci di dalam kamarku. Ah, Robin. Setengah hatiku hancur karena laki-laki itu.

"Kak... " panggil gadis itu sembari menyentuh punggung tanganku. Gerak gerik tubuhnya mengisyaratkan aku harus mengiyakan segenap kata-katanya. "gimana? Kak Sasta mau, kan?"

"Tapi, Ran... "

"Papa dan Kak Prima juga udah setuju, kok. Mama juga. Malahan mereka yang nyuruh aku buat bilangin Kak Sasta, " ungkap Rani spontan membuatku terkaget-kaget.

"Hah?"

"Iya. Kak Sasta mau kan?" Gadis itu mengguncang pundakku pelan. Memaksa dengan cara yang super pelan. Demi melihat senyum Rani, rasanya mustahil bagiku menolak permintaannya.

Huft.

"Iya, deh." Aku mengangguk pelan. Akhirnya. Dengan berat.

"Yes," decak Rani terlihat begitu riang. Bahkan ia melebarkan senyum usai mendengar persetujuanku. "thanks, Kak."

Entah siapa yang memulai duluan, akhirnya kami saling memeluk satu sama lain. Namun, ada sebuah kelegaan yang membuncah di dalam dadaku. Secuil beban telah terangkat dari hatiku.

"Kak Sasta mau tidur di sini?" tawarnya setelah kami melepas tubuh masing-masing.

"Nggak, deh." Sebuah penolakan tegas langsung meluncur dari bibirku mentah-mentah. Aku bisa berhalusinasi atau terkena Barbie syndrome jika harus menetap di kamar Rani meski hanya semalam. Pink bukanlah warna favoritku. "aku mau balik ke kamar dulu," pamitku sembari mengangkat pantat dari atas tempat tidur.

"Tidur yang nyenyak, Kak. Nggak usah terlalu khawatir sama Mama. Papa pasti bisa menjaganya dengan baik."

Aku sempat melempar senyum sebelum akhirnya keluar dari sarang merah jambu itu. Ya, Mama pasti akan jauh lebih baik dijaga oleh orang yang dicintainya. Lalu yang mencintaiku siapa?

Aku menjatuhkan tubuh di atas tempat tidur begitu sampai di kamar. Rasa kantuk, lelah, dan punggung yang didera penat teramat sangat, membuatku harus bergegas pergi tidur. Atau aku akan menjelma menjadi baby panda esok hari.

Huh.

###

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top