Chapter 3 - Circle



You were all I wanted,

............but not like this.

***


" KALAH LU !"

" MUNDUR AJA, MONYET."

" YEEE KOK GUE, ENERGI LO YANG MAU ABIS !"

" MONYET KAMPRET, LU LEVEL BERAPA SIH ?!"

Lalu teriakan-teriakan heboh lain yang membuat semua anak kelas bahasa C menatap mereka yang terlalu berisik diantara jam kosong yang seharusnya menyenangkan ini. Angkasa atau yang kerap kali dipanggil Asa mendekati mereka lalu menggelengkan kepalanya malas ketika tahu alasan mereka berteriak.

" maen League of Stickman lu bedua ? ribut amat." Cibir Asa yang kemudian duduk disamping Erga yang tangannya sibuk menekan-nekan layar HPnya dengan heboh.

" lu diem aja." Balas keduanya berbarengan lantas membuat Asa menoleh kearah mereka yang masih sibuk dengan layarnya. sebelum akhirnya Yara mendesah pasrah ketika Heronya kehabisan tenaga. Menyisakan monyet level 23 milik Erga yang juga harus menelan kekecewaan ketika Sang Bos dengan kejam membunuhnya.

" noh kan kalah." Kata Erga memandang Asa galak.

" Asa sih bawa sial." Timpal Yara tak kalah galak. Asa memegang dadanya berpura-pura terluka lalu langsung pergi dari sana mendekati Reina.

Erga dan Yara melihat bagaimana Asa mengadu pada Rei dan gadis itu sama sekali tak peduli dan tidak mengalihkan sedikitpun pandangannya dari novel.

" Rei, katanya kita pacaran. Belain aku kek." Asa masih berusaha. Rei memutar bola matanya malas lalu menurunkan novelnya.

" lagian lu mau digangguin waktu maen Dota ? nggak kan, yaudah sih." komentar gadis itu lalu kembali membaca. Menyisakan Asa yang ditertawakan anak-anak kelas. Reina itu anaknya galak dan petakilan. Cuman, ia tidak suka jika kegiatan membacanya diganggu.

Reina berteman baik dengan Yara. Itulah yang membuat Yara percaya bahwa orang dengan kemampuan photographic memory itu benar-benar ada. Dan Rei adalah contoh nyatanya. Kenyataannya adalah, gadis itu bisa menghafal dengan sekali lihat saja. Makanya ia tidak pernah repot belajar system kebut semalam.

Meski begitu, gadis itu terlalu tomboy dan tidak mau kalah. Berbeda sekali dengan kembarannya, Rayhan yang terlihat begitu tegar dan tekun dibidangnya.

" kasian banget Asa." Kekeh Yara melihat Asa yang terlihat mencoba merangkul Rei namun dengan cepat gadis itu langsung memutar tangan Asa. Membuat pria itu mendesis kesakitan dan meminta ampun pada Reina." Friendzone." Decaknya.

Erga menggelengkan kepalanya," mereka saling suka. Kamu liat aja cara Reina ngeliat Asa." Katanya yang membuat Yara tersenyum sinis.

Dan hebatnya kamu nggak menyadari cara aku memandang kamu, Ga.


 ***


Yara memainkan sendoknya didalam kuah mie ayam Pak De. Terlihat tidak nafsu makan. Berbeda dengan Reina yang sudah memakan habis semuanya. Gadis tinggi semampai itu tidak menyisaka sedikitpun dimangkuknya. Ketika melihat mangkuk Yara yang masih setengah penuh, gadis itu mendesah,"oy, lu kenapa ?"

Yara mendongak. Memandang Reina tak bergairah." Biasa. Mikirin dia." Candanya lalu kemudian tertawa garing terlalu dibuat-buat." Gue udah nggak ngerti lagi musti gimana, Rei." Lanjutnya kemudian lalu kembali memainkan kuah mie ayamnya.

" dibawa santai aja, Ra. Gue sama Asa aja nggak jelas itu apa." Jawab Reina memberi pendapat. Beberapa hari ini masalah Yara selalu sama.dan ia butuh mie ayam, butuh bertahan hidup.Hanya saja, sebelum ke kafetaria tadi ia mendengar gumaman anak kelasnya bahwa ada banyak adik kelas yang suka pada Erga.

" he's so out of reach." Dengusnya sekali lagi.

" jangan ngomong gitu ah."

" bukan gue, Luke hemmings yang bilang."

Reina memutar bola matanya malas," 5SOS ?"

" iyep. Try Hard."jawabnya mantap lalu terdiam sebentar memandang kearah taman kecil dekat kafetaria sekolah. Dengan tidak pentingnya memperhatikan rumput yang ikut bergoyang karena angin kecil." Gue khwatir Rei," ucapnya tiba-tiba dan berhasil mengundang perhatian gadis dihadapannya.

" gimana kalau... disaat gue lihat dia disana, ada orang lain yang juga diam-diam ngeliat dia. Dengan tatapan dan perasaan yang sama."

Reina ikut terdiam. Permasalahan Yara ternyata lebih kompleks dari yang ia kira. Namun pada akhirnya ia hanya tersenyum kecil,"if he is the right guy, he won't leave,"


***


" Ga, gue mau cerita," ucap Yara seusai Erga bermain Futsal di lapangan sekolah. Tugasnya selalu sama, menunggu dan memberikan pria itu air. Setiap selasa sore sepulang sekolah, Erga biasanya menyempatkan diri untuk bermain bola bersama anak-anak futsal dari kelas lain. kebiasaan yang sempat terhenti karena setahun lalu ia mengalami kecelakaan.

Sambil memijit betisnya pria itu mendongak. Melihat Yara dengan wajah penuh peluhnya yang mau tak mau membuat Yara gemas dan mengelap keringat Erga dengan tisu yang sudah ia siapkan sejak tadi.

Pria itu terkekeh, senang sekali setiap Yara memperhatikannya. Itu artinya, ia sangat berarti bagi Yara. atau mungkin karena Yara memang benci keringatnya.

" pokoknya sampe rumah lo harus mandi ! Tante Mala bisa gebukin lo nih," dengusnya sambil menggelengkan kepalanya. Erga melakukan hal yang sama. jelas-jelas ia habis main bola, ya tentu saja berkeringat. Masa habis olahraga wajahnya langsung kinclong dan wanginya semerbak layaknya iklah molto ? kan nggak mungkin.

" itu—lo mau cerita apa ?" pertanyaan Erga membuyarkan lamunan singkat Yara.

Gadis itu menggelengkan kepalanya," nggak jadi deh,"

"yaelah tai lu, Nay. Jangan bikin gue penasaran deh, su." Protesnya tak terima. Yara terkekeh. Wajah kesal Erga selalu menjadi favoritnya. Meski sebenarnya, ia suka semua ekspresi Erga.

Yara terdiam. Menimbang-nimbang." tapi lo beneran dengerin gue ya ?"

" emang kapan gue pernah nggak dengerin lu, komodoooo ?" katanya gemas.

Gadis itu tersenyum lalu menganggukkan kepalanya." Gue suka sama—"

" finally !" potong Erga cepat sambil meninju udara. Terlihat senang sekali." Akhirnya ada orang yang lo taksir. Gue pikir lo bakal hidup jadi perawan tua, Nay." Ledeknya yang langsung mendapat pelototan Yara. sementara Erga malah terkekeh ringan, sangat suka menggoda sahabatnya itu.

" iya deh, mau cerita apa, sayangku ?"

Yara mendengus." Jadi gue suka seseorang," mulainya sambil memandang kearah lapangan." Dia baik, petakilan, dan kadang-kadang manis banget. Sayangnya, kayaknya dia nggak suka gue deh.entah gue yang terlalu baper, atau dia yang emang suka kasih harapan. Jadinya gue mau move on,"

Mendengar itu, Erga menghembuskan nafasnya kasar lalu membuang muka kearah lain." Udahlah, move on aja, Nay. Gue nggak setuju lo sama tukang PHP," komentarnya menggebu seakan tidak suka.

Senyum tipis tersungging diwajah Yara. iya, dia akan move on. Melupakan perasaannya pada pria itu. tapi bagaimana bila orang yang dimaksud Yara adalah si pendengar itu sendiri ? tapi sudahlah, bahkan Erga saja bilang kalau ia seharusnya move on. Lagipula, tak ada gunanya ia berharap lagi.

" kalo nggak ada yang mau sama lo," pria itu berdehem." Gue pasti bakal tetap disamping lo kok."

Mendengar itu membuat hati Yara mencelos. Ia menutup matanya, tidak lagi. Erga selalu seperti itu—maksudnya, ketika Yara ingin menghapus rasa sukanya pada pria itu, entah bagaimana, pria itu seperti memberinya harapan lebih, menyemangatinya agar tidak menyerah. Meski Yara sudah tau akhirnya.

Ia tersenyum pahit lalu merangkul Erga," makasih, Ga. Lo best friend forever gue,"

Pada akhirnya, mereka akan terus berputar di lingkaran yang sama.

***

sebenernya ga mau nulis apapun.

selamat menikmati malam minggu yo

btw, thanks udah sudi baca. jangan lupa vote & comment yaa


love always,

me

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top