15 | santai, dong!

Vote n comments juseyoooo~


Kalau Zane sempat mengira setitik 'romansa' tadi pagi akan membuat hubungannya dengan Sabrina membaik, maka sepertinya dia terlalu positive thinking.

"Kenapa lagi tuh bocah?" tanyanya ke Gusti, ketika dia baru masuk villa bersama Iis pada sore menjelang petang. Terheran-heran sendiri melihat lirikan tajam yang sepertinya ditujukan Sabrina untuknya ketika perempuan itu mengambil minum ke dapur tadi.

"Emang kenapa? Orang ngambil minum doang." Iis, yang mulai sibuk memilah-milah mangga untuk dikupas, pilih berbaik sangka seperti biasa.

Untung Gusti nggak berpihak padanya, jadi nggak bikin Zane makin gondok.

"Tunggu." Belum juga Gusti ngomong, ingatan lama Zane mendadak pulih. "Gue tau lo mau ngomong apa."

"Apa?" Gusti menantangnya.

"Lo mau bilang kalau Sabrina ngira gue sama Iis ada apa-apa, makanya dari tadi tu bocil sliweran, mau buktiin dugaannya."

Gusti mengangguk, merasa tidak asyik karena info yang mau dia berikan terlalu mudah ditebak.

"Astaghfirullah ...." Iis cuma bisa geleng-geleng kepala. "Menghina selera gue banget tuh anak. Mana mungkin gue mau sama Onta? Gue masih normal. Masih demen sama manusia."

Zane juga ikut geleng-geleng kepala. Sama sekali tidak mengerti mengapa Sabrina bisa berpikir ke arah situ.

Naksir mbak-mbak syar'i yang sudah punya gebetan tuh Zane dapet apa? Hidayah?

Kalau dulu mungkin Zane akan dengan senang hati mengipas-ngipasi ego bocil itu dengan merangkul Iis, seolah membenarkan tuduhannya, sekarang Zane boleh nggak sih, mencium temannya itu sekalian? Biar makin gondok Sabrina melihatnya. Sumpah, Zane capek loh hari ini, setelah menempuh perjalanan panas-panas dari Denpasar! Nggak punya energi dia untuk meladeni kekonyolan Sabrina.

"Kerjain aja, sih. Mayan, buat hiburan." Gusti menyuarakan ide Zane itu lebih dulu.

"Yuk, Is." Zane pun berkedip-kedip ke arah Iis. Lalu menyeret bagian belakang pakaian temannya itu supaya bokongnya bergeser lebih dekat ke arahnya.

Selagi Iis melotot dan merapikan pakaian karena perlakuan tidak senonoh temannya barusan, Zane sudah membuat permohonan lain.

"Nanti pas tu anak ngintip lagi, boleh cium, nggak?"

"Boleh." Iis menjawab singkat, yang kontan membuat Gusti menyemburkan minuman di mulut, bersiap-siap memprotes kalau saja Iis tidak segera melanjutkan. "Cium kaki."


~


Zane ingin tertawa sekaligus menangis di kamarnya.

Sabrina goblok.

Di antara semua cewek lain di bumi, bisa-bisanya dia mengira Zane bakal naksir Iis?

Di antara semua probabilitas, kecuali pertemanan, hubungan yang paling mungkin terjadi antara Zane dan Iis adalah anak dan ibu angkat. Soalnya, Iis tuh galak dan rewelnya ngalahin ibu kandung!

Tapi bagusnya, melihat Zane merangkul bahu Iis di dapur tadi, berhasil membuat Sabrina kebakaran jenggot setengah jam penuh. Benar kata Gusti, lumayan buat hiburan.

Padahal Zane hanya mengulang yang pernah dia lakukan tiga tahun lalu, tapi ternyata masih sama serunya.

Merasa gerah, cowok itu kemudian melepaskan kemeja dan celana jeans yang dia kenakan, lalu membuka jendela.

Dia mau mandi sebelum tidur. Tapi sebelumnya, ingin merokok dulu.

Meraih asbak yang dia letakkan di railing balkon, cowok itu kemudian menyalakan rokok sambil duduk di kusen jendela.

Lampu pool area masih menyala. Tapi sudah tidak terdengar suara-suara dari sana.

Saat dia naik tadi, Sabrina dan Ismail lah yang terakhir berada di gazebo, sedang mengerjakan kerjaan BEM yang luar biasa membosankan itu. By the way, jika Zane tidak segera kembali ke 2021, dia berencana mengundurkan diri dari BEM saja, bodo amat. Nggak ngaruh juga untuk masa depannya. Bikin capek doang.

"What are you doing?"

Tiba-tiba, Zane mendengar suara.

Ketika dia melongok ke bawah dengan lebih saksama, ternyata masih ada sosok mirip kuntilanak di gazebo. Duduk seorang diri.

"Are you going to do forbidden things?" Cewek itu bertanya lagi, membuat Zane mengernyitkan dahi.

"Like what?" tanyanya balik.

Sabrina membalas dengan mengangkat bahu. "Your act seems suspicious. Kalau emang mau ngelakuin hal yang nggak boleh dilihat orang, mending gue masuk duluan."

Anjing. Apaan tuh maksudnya? Zane pening menebak-nebak omongan cewek yang nggak kenal istilah to the point itu.

Dengan letih, dia pun mengacungkan rokok yang sudah menyala di tangannya tinggi-tinggi, supaya terlihat dari tempat Sabrina. "Are smoking forbidden too?"

"Oh." Cewek itu tertawa pelan, tapi tetap menutup laptop di meja dan berdiri dari tempat duduknya. "Nope. Kirain mau ngelakuin yang lain."

"Yang lain apaan?" Zane emosi.

"You know it better than me." Dengan pedenya, dia bersiap-siap berlalu. Tapi sebelum benar-benar menghilang masuk villa, dia bersuara lagi untuk terakhir kali. "Besok-besok jangan telanjang di jendela. Your rib bones hurt my eyes."

Zane menunduk menatap tubuhnya sendiri.

Shit.

"Rib bones di mananya? Badan gue berotot gini!" Zane berseru, tapi Sabrina sudah menghilang.

Lagipula, siapa yang mau dia bohongi? Diri sendiri?

Merasa sengsara, cowok itu pun mematikan rokoknya, menutup jendela, dan beralih mengambil ponsel untuk checkout whey protein di e-commerce.


#TBC

Lower your expectation sampe 0 gaissss. Ini tu bukan project tulisan serius. Anggep aja baca snippets/AU IG yang dirapiin dikit dan dipindah ke Wattpad.

Jangan berharap konflik bombastis yeuuu. Kalau mau yang serius dikit, berharap ke Mission 21+ aja, kalau mau yang serius banget, ke Asscher-Marquise-Trillion aja.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top