26 - You've Got a Friend
When you're down and troubled
And you need some love and care
And nothing, nothing is going right
Close your eyes and think of me
And soon I will be there
Carole King - You've Got a Friend
.
.
Hari pertama di semester lima tidak ada yang istimewa bagi Gino. Ia berangkat ke kampus hanya untuk memenuhi absen dan menagih makan gratis dari Richard yang berulang tahun hari ini. Selebihnya hanya buang-buang air dan sabun mandi. Seminggu ke depan juga sudah dipastikan masih banyak teman-temannya yang belum masuk. Kebiasaan buruk minggu pertama masuk kuliah yang sudah turun temurun.
Gino sedikit berharap bertemu dengan Daniel. Ia penasaran apa yang akan dilakukan dosennya itu padanya. Apa Daniel benar-benar akan melaporkannya ke polisi? Ia pikir, nyali Daniel tidak sebesar itu. Lelaki itu ingin meluruskan masalah mereka. Gino ingin menegaskan jika ia tetap pada pendiriannya. Bahkan ia ingin menuntut dosennya itu agar meminta maaf pada Andara. Namun, jika Daniel tetap memilih jalur hukum, Gino siap. Dia sudah menghubungi Haikal dan meskipun kakaknya sedikit kecewa, tapi tetap mendukungnya dengan mencarikan pengacara handal.
"Lo mau nemuin Pak Daniel, Gin?" tanya Richard. Mereka hanya berdua di meja kantin, karena teman-temannya yang lain belum datang.
"Nggak. Nanti juga ketemu," jawab Gino datar. Memang sudah takdir sepertinya, Daniel menjadi dosen pengampu pada mata kuliah Teori Arsitektur 2 di kelas Gino.
"Tapi, emang belum ada laporan atau omongan dari dia kan Gin, seminggu kemarin?" Richard memastikan.
Gino mengangguk. "Menurut gue sih, dia main gertak aja. Soalnya nanti nama dia keseret juga, jadi jelek." Matanya mengamati buku menu di atas meja.
"Bener juga sih, tapi kayaknya dia bakal tetep nyusahin lo," ujar Richard sambil mencatat pesanannya dan Gino. "Bukannya gue suudzon ya, tapi kan namanya cowok, egonya pasti tinggi, padahal salah."
"Kayak lo banget ya, Chard?" Gino terkekeh. "Nggak apa, mata kuliah dia cuma dua SKS doang. Tapi, gue ada firasat pasti Andara ada omongan sama Daniel. Dia orangnya overthinking banget."
"Wajar kali, istri lo khawatir," sahut lelaki bermata sipit itu. "Gue bisa lihat sih, kemarin Bu Andara udah kelihatan risih banget sama Pak Daniel. Lo tanyain aja ke Bu Andara, jangan sampai Pak Daniel macem-macem lagi, apalagi main ancem."
"Besok, gue bakal ngomong sama Pak Daniel. Lihat, apa dia masih berani macem-macem sama istri gue."
"Gue kalau jadi lo kepala rasanya mau pecah kayaknya, Gin," gumam Richard meminum es teh manisnya yang baru datang. "Ngurusin kuliah, istri, dosen rese, cafe. Itu kayak di luar nalar dan kemampuan gue."
Tawa Gino pecah. "Gue tahu kok. Otak lo kan emang kapasitasnya cuma dua giga, mana bisa masuk macem-macem."
Richard membuka grup WhatsApp dengan nama MANTU IDAMAN MERTUA yang berisi Gino, Andre, Arkan, Bayu dan dirinya sendiri. "Mana dah yang lain? Ini mie ayam keburu dingin kalau nunggu mereka," gerutunya kesal.
"Kirim foto mie ayamnya aja ke grup, mereka ngiranya lo bohong," jawab Gino sambil terkekeh. Ia mengambil sumpit dan siap menyantap mie ayam gratis untuk makan siang.
***
Hal pertama yang dilakukan Andara saat sampai di kampus adalah mencari Daniel. Ia perlu memastikan jika lelaki itu tidak melakukan sesuatu yang membahayakan Gino. Satu minggu kemarin, ia belum sempat bertemu Daniel karena lelaki itu ikut pelatihan di Singapura. Akhirnya, di hari pertama masuk kuliah bagi mahasiswa, Andara bertekad menemui rekan sesama dosennya itu. Lelaki itu pasti datang ke kampus, karena sudah ada tanggungan untuk mengajar mahasiswa.
Andara bernapas lega saat menemukan Daniel tengah berjalan dari kelas menuju ke kantor. Ia mempercepat langkahnya untuk mencegah lelaki itu masuk ke kantor. Dari sorot mata Daniel, Andara dapat melihat rasa kaget bercampur marah saat lelaki itu melihatnya.
"Pak, bisa bicara empat mata sebentar?" tanya Andara. "Di ruangan saya, kalau tidak keberatan."
"Maaf Bu, saya masih ada kelas setelah ini," jawab Daniel mencoba menghindari tatapan mata Andara.
"Hanya sebentar. Ada banyak hal yang perlu kita omongin, agar kita bisa tetap bersikap profesional untuk ke depan," katanya setengah memaksa. Wanita itu tidak menyingkir dari hadapan Daniel, membuat lelaki itu sulit untuk masuk ke kantor.
"Oke, kalau itu mau kamu."
Andara dan Daniel duduk berhadapan di ruangan Andara. Keheningan menyelimuti ruangan itu selama beberapa detik. Sampai akhirnya ia membuka mulut.
"Saya minta maaf atas nama Gino untuk kejadian tempo lalu. Meskipun sebenarnya dia nggak benar-benar salah," tutur Andara. "Saya yakin, laki-laki lain juga bakal lakuian apa yang Gino lakuin kalau ada orang yang ganggu dan godain istrinya."
Daniel mendengkus. "Suami kamu nggak ada nyali buat minta maaf sendiri?"
"Dia nggak mau minta maaf, karena dia merasa dia nggak salah. Tapi, saya yakin, dia bakal nemuin kamu, buat mastiin kamu berhenti lakuin hal konyol ke saya."
Jawaban Andara membuat Daniel naik pitam. Ia merasa dirinya direndahkan oleh perempuan yang ditaksirnya.
"Saya nggak nyangka suami kamu ternyata cuma laki-laki kayak Gino."
"Terserah kamu mau hina Gino gimana di depan saya. Karena itu nggak mempan," jawab Andara dengan santai. Tidak terpancing umpan Daniel yang sengaja ingin membuatnya marah. "Saya cuma berharap kamu bisa bersikap profesional ke saya sama ke Gino. Sekarang juga udah nggak ada alasan lagi buat kamu deketin saya, karena kamu udah tahu siapa suami saya. Kalau kamu mau macem-macem dengan Gino atau nyebarin berita ini, itu terserah kamu. Tapi, bagaimana pun, nama kamu bakal ikut terseret. Banyak orang bakal tahu gimana kelakuan kamu selama ini."
"Wah, ternyata kamu jago ngancem juga, ya?" Daniel terdengar tidak percaya.
Andara menggeleng. "Saya nggak ngancem. Saya cuma bilang hal-hal yang akan terjadi kalau kamu nggak bersikap profesional. Pak Daniel, tenang aja, saya orangnya nggak pendendam kok. Saya tetap akan berusaha jadi partner dosen yang baik selama saya kerja di sini."
Andara sangat lega, akhirnya masalah ini bisa diselesaikan dengan baik. Semoga saja Daniel bukan lelaki pengecut yang akan melakukan sesuatu tidak profesional untuk membalas dendam pada Gino atau dirinya.
***
Sudah dua kali nomor asing yang sama muncul di layar ponsel Gino, mencoba menghubunginya. Lelaki itu sudah menolak panggilan pertamanya. Akan tetapi, nomor itu kembali menelepon. Ia memang memiliki kebiasaan mengabaikan nomor yang tidak ia kenal. Namun, kali ini Gino memutuskan untuk mengangkat panggilan itu, karena siapa tahu si pemanggil adalah seseorang yang ia kenal atau pun memang memiliki kepentingan untuk dibicarakan.
"Halo," katanya tanpa basa-basi. Ia ingin segera menyelesaikan panggilan itu dan kembali tidur siang.
"I-iya halo. Maaf sebelumnya, ini benar dengan Giorgino Praga?" Suara asing perempuan menyapa telinganya.
"Benar? Ada apa, ya?" Gino cukup heran dengan peneleponnya yang terdengar sangat formal dan gugup.
"Ah, syukur deh!" Suara perempuan ini terdengar lega.
Gino seketika dapat merasakan kegugupan si pemanggil menghilang. "Gino! Kamu masih tinggal di Jogja, 'kan?"
Wait! Siapa sih perempuan ini? "Iya. Maaf ini siapa, ya?"
"Masa kamu lupa sama suara aku Gino?!" pekik perempuan itu tidak percaya. "Aku Nadine!"
"Nadine?" Gino berusaha menggali memorinya mencari nama seorang perempuan bernama Nadine yang ia kenal. Mata lelaki itu membulat saat otaknya menemukan apa yang ia cari. Nggak mungkin kan, Nadine yang itu?
"Aku sakit hati loh sama kamu, Gin," kata Nadine merajuk. "Nadine Arcasantika. Aku tetangga kamu, kita satu SMP, satu SMA tapi kelas satu aku pindah. Inget?"
Astaga! Ternyata memang benar Nadine sahabatnya!
"Nad, kapan kamu pulang? Kuliah kamu juga pasti belum selesai kan di Jepang?"
"Aku kabur. Orangtuaku nggak tahu aku ke Indonesia," jawab Nadine. "Makanya aku butuh bantuan kamu."
"Gila kamu ya, Nad! Nanti kalau orangtua kamu tahu gimana?!"
"Kita ketemu dulu bisa nggak? Aku butuh tempat tinggal. Kalau aku pakai kartu kredit, mereka bisa lacak aku. Please, Gin!" Suara bergetar Nadine membuat hati Gino tercubit. Ada apa dengan gadis itu, Ya Tuhan?
"Kamu baik-baik aja kan, Nad?" tanya Gino khawatir. "Please, bilang sama aku, kamu nggak kenapa-napa."
"Aku bakal ceritain semuanya ke kamu, Gin! Aku udah nggak kuat hidup di Jepang. Orangtua aku, mereka bener-bener ngekang aku, Gino."
"Kamu di mana sekarang? Aku jemput."
Tanpa pikir panjang Gino mengambil kunci mobil dan segera menuju ke tempat yang disebut Nadine. Kenangan indah bersama gadis itu kembali berputar di pikirannya. Saat-saat di mana mereka adalah sepasang sahabat yang tidak bisa dipisahkan. Sejak mereka memakai seragam merah putih, bergandengan tangan setiap pulang sekolah, sampai saat Gino rela berkelahi dengan teman SMA-nya karena berani mengatai Nadine yang tidak-tidak.
Nadine Arcasantika, gadis kecil yang selalu Gino ingin lindungi. Di matanya, Nadine selalu terlihat seperti gadis rapuh yang memiliki tekad besar. Gadis periang yang memiliki hati sensitif, gadis murah senyum yang sering menangis diam-diam.
TBC
***
Semakin dekat dengan tanggal PO temen-temen... Ayo, Siap-siap nabung yaa.... ❤❤❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top