21 - Summer Paradise

I'm crashing like waves (yeah)
Playing in the sand (me and you girl)
Holding your hand (make some noise)

Simple Plan - Summer Paradise
.

.

Gino dan Andara beserta rombongan tiba di rumah Haikal pukul delapan malam. Rumah Haikal berada di salah satu area perumahan elit di kawasan Renon, Denpasar. Keluarga Andara dibuat takjub dengan mewahnya rumah kakak Gino ini, bahkan rumah Ratna sendiri tidak sebesar dan sebagus ini. Kebetulan di rumah Haikal ada orangtua Sekar, yang sengaja menunggu kedatangan rombongan dari Jogjakarta, karena ingin melihat istri Gino.

"Aduh, cantik banget ya istrinya Gino," kata Nimas, ibu Sekar.

"Iya kan Bu, Gino emang jago milih." Sekar menimpali dari dapur, wanita itu sedang menyiapkan minum dan cemilan.

Ratna yang duduk manis di sofa ikut nimbrung. "Aku punya mantu cantik semua, kebanggaan emang, nurun dari bapaknya ini, jago cari istri." Gino dan Haikal tertawa mendengar ibu mereka yang sangat percaya diri.

Andara tersenyum malu. "Makasih, Bu." Ia lalu menarik kedua orangtuanya. "Ini ibu sama ayah saya."

Mereka lalu saling berkenalan dan berjabat tangan. Emi dan Surya meskipun awalnya canggung, tapi dapat menyesuaikan diri dengan cepat. Surya seperti dapat teman ngobrol yang pas dengan Ganang -ayah Sekar, karena kedua lelaki itu sama-sama pengusaha meubel. Ruang tamu rumah Haikal langsung penuh dan ramai, khas suasana lebaran. Apalagi ditambah ocehan Deska yang asyik bermain mobil remot.

"Gin, udah berapa lama kamu nggak ke sini?" tanya Andara pada suaminya. Mereka duduk bersebelahan sambil mengemil kacang mede.

"Tahun kemarin sih, pas liburan," jawab Gino. Lelaki itu bersandar di pundak Andara.

"Pegel loh, Gin," gerutu wanita itu, menyingkirkan kepala suaminya dan beranjak ke dapur untuk mengambil air putih.

"Ya ampun, ngapain kamu ke dapur? Aku bisa ambilin," tegur Sekar tidak enak.

"Nggak apa-apa Mbak, dari pada dilendotin Gino." Mau tak mau, Andara memanggil Sekar dengan sebutan Mbak walaupun usianya lebih tua dua tahun.

"Ngomong-ngomong, Mbak Andara udah isi belum?" tanya Sekar. Istri Haikal memilih memanggil sang adik ipar dengan sebutan Mbak, karena lebih muda.

Andara tersenyum kaku lalu menggeleng.

"Nggak apa-apa Mbak, belum rejeki, nanti juga pasti hamil. Mungkin bayinya tahu mau nunggu papanya lulus dulu," canda Sekar.

Andara mengamini perkataan Sekar. Sampai sekarang ia memang belum mengatakan pada Gino tentang niatnya yang ingin menunda momongan. Ia juga belum ke dokter kandungan untuk konsultasi mengenai kontrasepsi, karena sampai sekarang pun ia belum hamil juga. Sejujurnya, hal itu membuat Andara resah. Apa jangan-jangan ada masalah pada dirinya, sehingga membuat ia belum hamil juga?

***

Pukul sebelas malam, Nimas dan Ganang pamit pulang. Haikal lalu menunjukkan kamar-kamar tamu untuk istirahat keluarganya. Lelaki itu menanyakan pada adiknya di mana ia akan tidur, bersama Andre, atau Andara. Jawaban Gino lantas membuat seisi rumah tertawa.

"Ya kali Kak, gue ada istri malah tidur sama gedebok pisang?" dengkus Gino. "Enakan kelonan sama Andara ke mana-mana lah."

Andara yang tahu dirinya dijadikan lelucon, merasa malu. Ia mengambil tasnya dan langsung masuk kamar meninggalkan sang suami. Tidak lama kemudian, Gino menyusul sambil membawa koper mereka. Lelaki itu merebahkan tubuhnya di kasur, hampir saja tertidur saat Andara menepuk pahanya dan mengingatkan untuk salat.

"Cuci muka, gosok gigi, salat dulu," tegur Andara. "Kayak anak kecil harus diingetin."

Gino menuruti istrinya, karena tahu wanita itu sedang dalam mode senggol bacok, karena kejadian tadi. Gino heran, apanya yang membuat malu? Toh, yang dikatakan dirinya tidak ada yang salah.

"Mau tidur nggak boleh ngambekan," kata Gino sebelum keluar untuk ke kamar mandi.

Sekembalinya dari kamar mandi, lelaki itu lalu menunaikan salat isya dan menyusul Andara yang sudah berbaring di tempat tidur, sambil bermain ponsel. Tanpa peringatan, Gino mengambil ponsel sang istri dan meletakkan di meja yang terletak di sisinya. Wanita itu berusaha melewati Gino untuk mengambil ponselnya, tapi lelaki itu memeluk Andara dengan kencang membuat istrinya memekik.

"Jangan kenceng-kenceng, nanti dikira kamu aku apa-apain," bisik Gino sebelum mengecup daun telinga Andara.

"Jangan cium-cium!" desis Andara.

Gino menyengir lalu tertawa pelan. "Pengin, ya? Hm, aku tahu loh Bunny, situ titik sensitif kamu."

Mata Andara melebar. "Jangan di sini, nanti sepreinya kotor."

Lelaki itu mendengkus. "Percuma ya kita sekamar, nggak bisa beraksi." Wajahnya yang cemberut tiba-tiba berbinar, seperti baru saja mendapatkan ide brilian. "Bunny, gimana kalau besok kita nginepnya di hotel aja? Hm? Di sini nggak enak kalau mau kuda-kudaan."

Andara memukul dada suaminya. Ia tidak tahu harus tertawa atau terkejut dengan pemikiran Gino.

"Aku serius loh Bunny, anggep aja ini kita lagi honeymoon. Kalau di hotel kan, kita bisa bebas."

"Iya lah, suka-suka kamu aja. Yang penting besok harus jalan-jalan!" kata Andara bersemangat.

"Siapa tahu pulang dari Bali kamu hamil ya, Bunny."

Wanita itu hampir saja memekik saat Gino tiba-tiba memeluknya dan menciumi wajahnya. Senyum di bibir Gino membuat Andara merasa bersalah karena ia belum mengatakan pada suaminya jika ia ingin menunda kehamilan. Sedangkan lelaki yang sedang memeluknya ini, seperti sudah sangat mendambakan kehadiran malaikat kecil di tengah keluarga mereka.

Pulang dari Bali, aku bakal ngomongin itu ke Gino.

***

Pagi ini, Gino dan Andara sudah bersiap-siap bersama keluarga mereka untuk berjalan-jalan. Khusus hari ini, mereka akan ke tempat-tempat yang diminta oleh orangtua Andara, karena baru dua kali mengunjungi Bali. Bali Bird Park dan Uluwatu. Meskipun awalnya Andre dan Gino menolak ke dua tempat tadi, karena mereka sudah pernah ke sana.

Mereka menggunakan dua mobil, Haikal dan Sekar bersama kedua orangtua Andara, berada satu mobil. Sedangkan Gino, Andara, Andre dan Ratna menggunakan mobil yang sudah disewa Gino. Destinasi pertama adalah Bali Bird Park yang berada di Gianyar, sekitar empat pulu menit perjalanan, karena jalanan macet. Sesampainya di sana, yang terlihat paling bersemangat adalah Deska. Bocah lelaki berusia empat tahun itu, tidak bisa diam, berlari dari kandang satu ke kandang yang lain, membuat Sekar kewalahan.

"Aku tahu kamu pengin foto-foto, nggak usah ditahan-tahan," kata Gino pada Andara.

Andara mencari spot foto yang menarik, dengan Gino setia mengikutinya. Seperti biasa, wanita itu akan sibuk berpose sendiri, sebelum sang suami menegur karena ingin foto bersama.

"Sorry, kelamaan single, jadi lupa kalau udah punya suami," canda Andara.

"Kita pergi ramai-ramai loh Bunny, yang bisa jadi tukang foto banyak," ujar Gino sebelum menyerahkan kamera pada Andre.

Andara dan Gino dengan senang hati berganti gaya setiap kali Andre memberi aba-aba. Mulai dari pose konyol, sampai pose sok romantis dengan Gino merangkul Andara pun dicoba. Sebelum makan siang, mereka sekeluarga mengabadikan momen bersama dengan burung-burung yang memang disediakan untuk sesi foto.

"Kece nih fotonya, tapi sayang ya Gin, nggak bisa lo upload," ledek Andre. "Apa gunanya nikah gitu, ya? kalau upload foto masih sendirian aja."

"Ini anak dasar, ya! Kena penyakit jomlo menaun baru tahu rasa lo!" kata Gino menyumpahi.

***

Setelah menyantap makan siang, mereka melanjutkan perjalanan ke Pura Uluwatu, yang artinya dari Gianyar memutar arah menuju Badung. Di antara rombongan yang belum pernah berkunjung ke sini adalah Andara beserta kedua orangtuanya. Sesampainya di sana, mereka membeli tiket dan memakai kain penutup yang dililitkan di perut. Baru setengah perjalanan Andara sudah mengeluh lelah.

"Kacau ini, baru segini udah capek. Gimana muncak nanti?" tanya Gino.

Area Pura Uluwatu menanjak dengan banyak anak tangga. Untuk dapat melihat pemandangan laut yang indah, mereka memang harus menuju bagian atas.

"Aku nggak usah ikutan muncak deh," kata Andara setelah meneguk air mineral.

"Jangan culun deh Kak, Deska aja kuat," sahut Andre sambil menunjuk ponakan Gino yang melihat monyet-monyet berebut kacang.

Andara bergabung dengan Deska lalu mengeluarkan kacang yang sengaja dibeli untuk diberikan pada monyet-monyet di sini. Ia lalu meletakkan beberapa butir kacang kulit di tangannya, dan tak lama kemudian seekor monyet menyambar kacang itu. Beberapa monyet yang melihat mendekati Andara berharap mendapatkan makanan seperti temannya.

"Bunny, mundur, itu kacamatamu nanti diambil," kata Gino memperingati.

"Fotoin aku dulu sama monyet-monyetnya," pinta Andara.

Meskipun protes keluar dari mulut Gino, lelaki itu tetap menuruti permintaan sang istri. Saat Gino menghampiri Andara untuk menarik istrinya berdiri, kacamata wanita itu yang disampirkan di baju, diambil seekor monyet dengan tiba-tiba membuat Andara memekik. Deska yang tidak jauh dari wanita itu tertawa terbahak-bahak, membuat para orang dewasa ikut menertawakannya.

"Kan udah aku bilang." Gino merangkul bahu Andara dan mereka berjalan beriringan.

"Hati-hati lain kali Dara, udah gede juga," kata Emi yang sudah berjalan di depan mereka.

Mereka melanjutkan perjalanan sampai pada spot foto ikonik di Pura Uluwatu, memperlihatkan pemandangan laut lepas dari atas pura. Andara tidak bisa menutup mulutnya saat melihat pemandangan indah tersebut. Tidak beda dengan reaksi kedua orangtua wanita itu yang juga terpesona.

Andara dan Gino mengambil foto bersama dengan ponsel mereka. Keduanya sangat puas dengan pemandangan yang jadi latar belakang foto mereka. Andre dengan senang hati mengambil foto pasangan suami istri itu.

"Kayak foto prewed nih," tukas Andre saat melihat gambar hasil bidikannya. Dalam foto itu Gino memeluk Andara, mencium pelipis wanita itu. Sedangkan Andara meletakkan tangannya di atas dada Gino, dan tertawa lepas.

Pukul setengah delapan malam rombongan Andara dan Gino selesai makan malam di Pantai Nusa Dua. Haikal, Sekar, kedua orangtua Andara, dan Ratna pamit pulang terlebih dahulu. Gino, Andara dan Andre memilih untuk jalan-jalan malam.

Setelah dari cafe sekedar untuk nongkrong, Gino mengendarai mobilnya menuju hotel terdekat. Andre yang berada di kursi belakang mengerutkan alis karena heran. "Kenapa ke hotel?" tanyanya.

Gino melihat ke arah Andara yang tersenyum tidak enak. "Ah, Ndre lo balik ke rumah Kak Haikal sendiri, ya?"

Mata Andre membulat. "Apaan nih?"

"Gue sama Andara mau nginep di hotel malem ini. Maaf lupa nggak bilang," kata Gino sambil meringis.

"Serius?" tanya Andre tidak percaya. "Mobil bawa gue pulang, 'kan?"

"Jangan lah Bro, nanti gimana gue sama Andara nyusul kalian besok?"

Andre mengerang kesal. "Kalian ninggal gue, terus tega nyuruh gue balik tanpa mobil?!"

Andara tersenyum tak enak. "Aku kasih uang nih, buat naik Gojek pulang. Dari sini ke rumah Kak Haikal deket kan Gin?" Ia mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan dari dompet.

"Kita mau honeymoon, lo mau kan cepet dapet keponakan?" ujar Gino.

Andre mengacak-acak rambutnya karena jengkel, tapi juga tidak bisa marah pada sahabat dan kakaknya itu. "Ini ya, kalau bukan kalian, udah gue santet nih," gerutunya.

Andara menyerahkan uang tiga ratus ribu untuk adiknya. "Adik aku emang paling pengertian deh."

"Itu duitnya nggak kebanyakan Bunny? Paling buat naik ojol doang," tukas Gino.

"Lo jadi kakak ipar jangan pelit-pelit. Duit numpuk kalau berjamur baru tahu rasa lo," sahut Andre menjulurkan lidah. "Selamat bersenang-senang nyobain segala macem gaya!"

TBC
***
Ada pengantin yang kebelet, sampe nyewa kamar hotel😆

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top