20 - All of Me
Give your all to me
I'll give my all to you
You're my end and my beginning
Even when I lose I'm winning
'Cause I give you all, all of me
And you give me all, all of you
John Legend - All of Me
.
.
Hari Raya Idul Fitri tahun ini sangat istimewa bagi Andara dan Gino. Mereka membagi jadwal kapan akan merayakan bersama Keluarga Andara dan kapan bersama Keluarga Gino. Pasangan suami istri itu memilih menghabiskan malam takbiran sampai puncak hari kemenangan bagi seluruh Umat Muslim di rumah orangtua Andara. Karena di hari ketiga nanti, Gino akan mengajak Andara beserta orangtua wanita itu dan Andre terbang ke Bali untuk merayakan momen lebaran di rumah Haikal. Ide ini berawal dari Ratna, ibu Gino yang ingin pergi ke Bali karena sudah lama tidak menjenguk anak sulungnya.
Ajakan Gino awalnya ditolak oleh Emi dan Surya, dengan alasan ingin memberi privasi pada Keluarga Gino. Tetapi, lelaki itu gigih mengajak mertuanya untuk ikut serta. Dengan bantuan Andre yang juga sangat ingin berlibur di Pulau Dewata, akhirnya mertua Gino pun setuju untuk berangkat.
"Gimana rasanya?"
Gino yang sedang menikmati lontong, opor ayam dan sambal goreng kentang mendongak. "Enak, nggak nyangka, istriku bisa masak beginian."
Andara mendecakkan lidah. "Bukan itu." Ia duduk di sebelah Gino, untuk melanjutkan makannya yang tadi tertunda karena mematikan kompor.
"Apanya dong?" Gino memberi tatapan bingung.
"Lebaran pertama nggak sama mami."
"Beda pastinya, agak aneh juga. Mungkin aku yang terlalu sensitif. Tapi, ngapain juga aku pikirin, besok juga ketemu," jawab Gino. "Aku lebih excited gimana nanti pas kita ke Bali sih."
"Assalamualaikum!" Suara nyaring Andre memenuhi rumah, lelaki itu lalu bergabung di meja makan untuk menyantap menu buka puasa terakhir tahun ini.
"Lama amat Ndre, Ibu sama Ayah udah selesai makan dari tadi. Gino sampai nambah tuh, buat nunggu kamu," gerutu Andara.
"Ya, sorry! Aku nyiapin beberapa keperluan buat acara takbir keliling nanti habis isya," jawab Andre setelah meneguk es selasih.
Mereka bertiga asyik mengobrol di meja makan, mulai dari membicarakan perkuliahan, sampai agenda di Bali nanti. Ketiganya tidak sadar jika Emi dan Surya diam-diam mengamati dari ruang tamu. Lelaki berusia lima puluh tiga tahun itu tersenyum lalu memandang istrinya.
"Nggak salah kan Bu, nikahin Andara sama Gino."
"Ya, untung aja Gino bisa diandalkan. Lagian juga mereka pengantin baru, masih anget-angetnya."
Tanggapan Emi membuat Surya menghela napas. "Kok Ibu ngomongnya gitu? Mau kalau nanti ada apa-apa sama mereka?"
"Ibu cuma khawatir aja sama Andara. Gino itu masih kecil, Yah, seumuran sama Andre. Lihat aja Andre, masih suka kelayaban, belum tahu tanggung jawab," kata Emi mengeluarkan unek-uneknya.
Surya beranjak dari duduknya. "Berdoa aja, semoga pernikahan mereka dilindungi Allah, Bu." Lelaki itu menghampiri kedua anaknya dan sang menantu yang sudah selesai makan.
"Gin, nanti malem ikut takbir keliling nggak?"
Gino mengangguk antusias. "Pastilah, Yah! Di rumah juga pasti ikut kok."
"Sekarang rumah kamu ada tiga loh Gin," kata Surya sambil tertawa. "Semoga betah semua, ya .... "
***
Takbir berkumandang dari pengeras suara masjid yang kebetulan tidak jauh dari rumah. Seperti tradisi di keluarga Andara, setelah menunaikan Salat Eid, mereka duduk di ruang keluarga untuk bersalam-salaman meminta maaf pada satu sama lain. Gino duduk di sebelah Andara melihat Andre yang sedang bersimpuh di hadapan Surya, meminta maaf. Gino dapat mendengar jika sahabatnya menangis. Ah, ia rindu papinya.
Setelah bersalaman dengan Emi dan Andara, Andre menyalami Gino. "Gue minta maaf, Bro, dan makasih udah jadi temen gue." Ia kemudian mendekatkan mulutnya ke telinga Gino seraya berbisik. "Jaga baik-baik kakak gue, ya."
Setelah acara bermaaf-maafan dengan berurai air mata selesai, mereka lalu berkumpul di ruang makan untuk sarapan, sebelum keluar untuk menemui tetangga. Andara masuk ke kamar terlebih dahulu lalu diikuti Gino. Karena tadi ada orangtua Andara, lelaki itu tidak sempat mengungkapkan isi hatinya, meminta maaf pada sang istri. Ia merasa malu jika terbawa suasana dan menangis di hadapan mereka.
"Bunny," panggil Gino, ia menepuk kasur di sebelahnya, mengisyaratkan Andara untuk duduk di sama.
Wanita itu menurut dan duduk di sebelah suaminya, menatap Gino bingung. "Kenapa?"
Gino mengusap sudut mata Andara yang basah karena menangis tadi saat meminta maaf pada orangtuanya.
"Istri aku kok cantik banget sih, padahal baru nangis."
Wajah Andara memerah, wanita itu memukul lengan Gino. "Jangan bercanda ah, udah ditunggu sama yang lain."
Saat wanita itu hendak beranjak pergi Gino menahannya. "Bentar, aku mau ngomong sesuatu." Lelaki itu menangkup wajah Andara, dan memandangi lekat-lekat wanita yang jadi tulang rusuknya. "Aku tahu aku bukan sosok suami yang kamu minta ke Tuhan. Aku bukan sosok suami yang kamu harapkan. I'm sorry for that. Aku udah berusaha sebisa aku, jadi suami yang baik, yang bisa jadi sandaran, yang bisa jadi contoh. Tapi, aku masih jauh dari kata sempurna. Membangun rumah tangga ternyata bukan pekerjaan mudah, apalagi jadi imam untuk kamu dan anak-anak kita nanti. Ilmu aku masih sedikit, bekal aku masih kurang, aku belum pantas buat jadi imam di keluarga ini."
"Tapi, kamu berhasil buat tugas aku lebih mudah dan beban di pundak aku lebih ringan. Makasih udah mau menerima aku, walaupun aku bukan perwujudan dari doa kamu. Makasih udah jadi istri yang pengertian, sabar sama tingkah childish aku. Makasih, kamu mau berbakti sama aku, walaupun aku belum jadi suami yang baik. Makasih udah buka hati kamu untuk aku. Makasih udah kasih kesempatan aku buat jatuh cinta sama kamu."
Air mata Andara berjatuhan bersamaan dengan Gino yang terus berbicara. Hati wanita itu seperti diobrak-abrik. Kenapa Gino harus minta maaf? Kenapa lelaki itu merendah di hadapannya? Dia sendiri pun masih jauh dari kata sempurna dalam menjalankan tugasnya sebagai istri. Gino memang bukan doa-doa yang ia panjatkan pada Tuhan saat ia bersujud. Namun, ia yakin jika lelaki itu adalah suami yang ia butuhkan.
Sambil tersenyum, Gino mengusap pipi basah Andara. "Kalau aku boleh minta satu hal, ayo menua sama-sama, Andara. Bantu aku membuktikan ke ayahmu, kalau keputusan dia nggak salah. Bantu aku yakinin ibumu, kalau aku bisa jaga kamu. Selalu tegur aku, kalau aku keliru."
Andara menggelengkan kepalanya. Ia lalu berangsur mendekati Gino dan memeluk suaminya. "Kenapa kamu ngomong gitu? Memangnya aku udah jadi istri sempurna? Emangnya aku udah jalanin kewajiban istri dengan baik? Aku minta maaf belum bisa jadi istri yang sepenuhnya berbakti sama kamu. Aku minta maaf kalau aku bikin sakit hati kamu di awal pernikahan kita. Aku masih punya banyak kekurangan Gino. Kita berdua masih perlu banyak belajar. Ayo, kita belajar bareng-bareng sampai tua. Bimbing aku biar jadi istri yang baik buat kamu."
Gino mengusap-usapkan tangannya di punggung Andara menenangkan wanita itu yang menangis sesenggukan di dadanya. Ia bersyukur mereka dapat menumpahkan isi hati mereka yang terdalam di hari istimewa ini. Saling membuka hati dan memaafkan. Gino ingin membuka lembaran baru menjadi pribadi dan suami yang lebih baik lagi untuk Andara.
Empat bulan mengarungi bahtera rumah tangga bersama Andara adalah perjalanan luar biasa yang tidak akan pernah bisa ia lupakan. Mungkin, pengorbanan dan perjuangan mereka belum sebanding dengan pasangan yang sudah menikah belasan atau puluhan tahun. Akan tetapi, Gino yakin tidak ada pernikahan yang mudah. Namun, dengan Andara kesulitan-kesulitan yang harus ia lalui tidak terasa. Wanita itu membuat perjuangannya sebagai seorang suami menjadi berharga.
TOK ... TOK ... TOK ...
Suara ketukan pintu menghentikan momen haru Gino dan Andara. Pintu kamar yang sedikit terbuka memperlihatkan kepala Andre yang menyembul. Kebetulan Gino yang duduk menghadap ke arah pintu, menganggukkan kepala pada lelaki itu memberikan kode jika mereka akan segera menyusul.
Gino mencium puncak kepala Andara, dan mengangkat wajah istrinya yang menunduk. "Cuci muka, kita udah ditunggu sama ayah, ibu."
Andara mengelap pipinya yang wajah dengan tangan. "Tunggu aku," katanya sebelum ke kamar mandi dan mencuci muka.
TBC
***
Ada yang nangisssss???
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top