19 - Dia Milikku
Dia untukku bukan untukmu
Dia milikku bukan milikmu
Pergilah kamu jangan kau ganggu
Kamu tak akan mungkin mendapatkannya
Karena dia berikan aku pertanda cinta
Janganlah kamu banyak bermimpi
Yovie & Nuno - Dia Milikku
.
.
Semakin dekat dengan Hari Raya Idul Fitri, semakin banyak urusan yang harus diselesaikan. Salah satunya ujian akhir semester genap, yang tinggal satu hari lagi. Biasanya, jika sudah memasuki akhir semester begini, semangat belajar pasti merosot. Para mahasiswa sudah fokus dengan persiapan pulang kampung. Tidak terkecuali Gino, meskipun lelaki itu tidak mudik lebaran seperti teman-temannya, tapi ia ikut terkena sindrom malas belajar di hari terakhir ujian. Lelaki itu kini malah sibuk bermain game di ponselnya, setelah salat tarawih, di ruang tengah sambil menyemil bakwan jagung sisa buka puasa tadi.
"AH!" teriak Gino sebal saat tiba-tiba sarung menutupi kepalanya. Dengan gusar, lelaki itu menyingkirkan sarungnya. "Bunny! Yah, skornya kebalap sama yang lain!"
"Main game terus, siniin hapenya!" kata Andara tak kalah galak. "Besok UAS hari terakhir, malah nggak belajar."
"Tanggung lah! Besok abis subuh aku belajar," kata Gino, matanya tidak lepas dari layar ponsel.
"Ngomongnya gitu terus, tapi habis subuh pasti tidur lagi." Tanpa aba-aba Andara mengambil ponsel dari tangan suaminya, membuat lelaki itu berteriak protes.
"Bunny!"
"Aku uninstall ini game-nya!" ancam Andara.
"Andara!" Wajah Gino benar-benar terlihat jengkel.
"Aku nggak peduli kamu mau marah sama aku kek, mau ngambek kek. Belajar dulu! Mau lulus cepet nggak sih, Gin? Biar nggak ada nilai C, biar nggak ngulang. Lulus cepet kan, istri seneng!"
Dada Gino naik turun, mengatur emosinya yang siap meledak. Ia memilih mengalah untuk istrinya, dengan wajah ditekuk, Gino masuk kamar belajar dan mengambil laptop serta buku-buku kuliahnya. Lelaki itu kembali ke ruang tengah siap untuk belajar.
"Bikinin es buah dulu," kata Gino sambil memangku laptopnya. "Pakai susu putih yang banyak."
Andara melipat sarung Gino yang berserakan di sofa. Ia alu segera ke dapur untuk membuat es buah permintaan suaminya. Ya, ini suka duka Andara jadi istri Gino, lelaki yang usianya enam tahun lebih muda darinya. Sisi kekanakan Gino yang kadang muncul atau perilaku lelaki itu yang tidak bisa diterima akal Andara. Namun, ia mencoba mengerti, lelaki seusia Gino masih banyak yang bermain-main, tidak memikirkan tanggung jawab rumah tangga, seperti Andre contohnya.
Sebetulnya Gino hanya bertingkah wajar seperti lelaki seumurannya. Karena pernikahan inilah, lelaki itu dituntut dewasa. Andara juga tidak tega menuntut ini itu pada Gino yang masih bocah. Akan tetapi, demi kenyamanan mereka, sebagai istri, Andara juga harus menegur Gino jika lelaki itu melakukan suatu kesalahan. Seperti sekarang ini, Andara berperan lebih seperti seorang ibu bagi suaminya daripada istri. Banyak ngoceh, banyak cerewetnya, banyak menasehati dan yang terpenting, banyak stok sabarnya.
"Ini es buahnya paduka raja, pakai ekstra susu, jangan khawatir," kata Andara meletakkan semangkuk es buah di atas meja.
Andara mengerutkan kening saat tidak mendengar sahutan dari Gino yang terlihat sibuk atau sok sibuk dengan laptopnya. Wanita itu memilih duduk di sofa depan suaminya sambil bermain ponsel, curhat pada Sophie, sang sahabat.
To: Sophie
07/06/2018
Soph, masa Gino marah coba? Dia ndiemin aku. Lucu tau.
-----------------------------------------------------------------
Marah kenapa? Lah laki marah malah dibilang lucu. So weird.
-----------------------------------------------------------------
Hpnya aku sita. Soalnya nggak mau belajar. Padahal kan besok uas ye? Itu anak.
-----------------------------------------------------------------
😂😂😂😂😂😂😂
-----------------------------------------------------------------
SOPI! Aku serius ya, nggak bercanda!
-----------------------------------------------------------------
Lu emaknya apa bininya sih? 😂😂 Suer perut gue sakit. Sampe ditanyain Jordan kenapa ketawa gini. Btw, Jordan baca chat lo, ikut ketawa.
-----------------------------------------------------------------
Bodo ah!
-----------------------------------------------------------------
Oke, sori sori. Gino belum mau ngomong juga? Coba lo biarin dulu, terus ntar pas mau bobo lo manis2in, ajak enaena. Pasti deh brondong lo ga bakal marah. Semua cowok ga bakal nolak kalo dikasih jatah, think smart 😉
Andara mengela napas saat melihat jawaban nyeleneh Sophie. Mana mungkin kan, dirinya yang merayu Gino dulu untuk melakukan itu? Kalau malah dikacangin, malu sendiri. Ia beranjak dari kursi untuk mengambil laptop. Daripada galau memikirkan suaminya, lebih baik ia membaca skripsi anak bimbingannya, yang akan sidang lusa.
Saat jam menunjukkan pukul setengah dua belas, Andara merapikan tempat tidurnya, lalu menggosok gigi dan mencuci muka, siap untuk ke alam mimpi setelah memastikan alarmnya aktif. Tidak selang lama, Gino masuk menyusul. Seperti istrinya, lelaki itu membersihkan diri dulu di kamar mandi sebelum bergabung di tempat tidur.
Malam ini, Gino memilih tidur membelakangi Andara, padahal biasanya mereka tidur berhadapan. Ia merasa malu pada dirinya sendiri karena marah gara-gara masalah sepele. Ia juga canggung untuk meminta maaf terlebih dulu pada sang istri. Saat sedang bergulat dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba Gino merasakan sepasang lengan mungil memeluknya dari belakang. Lelaki itu juga merasakan Andara menciumi tengkuk lehernya.
"Aku minta maaf, ya ... jangan ngambek lagi dong," bisik Andara.
Gino membuang napasnya, semakin merasa bersalah karena Andara yang tidak melakukan kesalahan harus meminta maaf. Lelaki itu lalu berbalik menghadap Andara dan mengusap rambut wanita itu dengan sayang. Matanya sendu menatap wajah Andara yang terlihat takut.
"Aku juga minta maaf," balas Gino. "Makasih buat es buahnya."
Bibir Andara terangkat menyunggingkan senyum tipis, lalu mengecup bibir Gino. "Jadi, udah nggak marah lagi, 'kan?"
Lelaki itu cukup terkejut dengan aksi sang istri.
"Nggak, tapi-"
"Tapi apa?"
Seakan teringat dengan kebiasaan Gino yang hampir tak lupa minum susu putih sebelum tidur, membuat Andara menepuk keningnya. "Kamu mau susu, ya? Bentar aku buatin dulu." Saat Andara hendak bangun, lengan Gino menahan istrinya. "Lho?"
"Nggak usah, udah tidur aja. Udah malem, nanti kalau sahur kesiangan, gimana?" Andara tersenyum simpul, lalu kembali tidur. Kalau sedang manis begini, perlakuan Gino selalu berhasil membuat hatinya meleleh.
***
Lembar soal sudah dibagikan sekitar sepuluh menit yang lalu. Akan tetapi, sialnya Gino belum mendapat lembar jawab, sehingga lelaki itu belum bisa mengerjakan soal ujiannya. Anehnya, hanya dia di ruangan ini yang belum mendapatkan lembar jawab dan hal itu membuat Gino kesal. Ditambah Daniel yang jadi pengawas ujian, membuat Gino semakin curiga, jangan-jangan dosennya sengaja balas dendam pada Gino, karena ia memergoki aksi Daniel merayu Andara.
"Pak Daniel? Lembar jawab saya mana? Mending saya ke akademik sendiri minta lembar jawab," kata Gino tidak sabar.
"Sebentar, masih diambilin. Sabar lah, Gin."
Jawaban Daniel membuat emosi Gino semakin tersulut. Ia akan mengajak dosennya bicara empat mata setelah ini, tekadnya. Masa bodo jika ia akan dapat masalah, toh lelaki sok ganteng dan sok pede itu dulu yang cari masalah dengan dirinya. Salah siapa ganteng tapi jomlo, terus ngejar-ngejar istri orang?
Saat lembar jawabnya datang, Gino tanpa membuang waktu segera mengerjakan soal ujiannya, yang memiliki jawaban super panjang. Dengan sedikit tergesa-gesa karena waktunya sudah terbuang lima belas menit secara percuma, Gino berhasil menyelesaikan seluruh soal ujian dengan tepat waktu. Ia menghela napas lega dan mengistirahatkan tangannya yang kebas akibat terlalu banyak menulis tanpa henti. Para mahasiswa berdiri dan mengumpulkan lembar jawab ujian mereka.
"Gin, yuk cabut," ajak Andre.
"Lo duluan, gue ada perlu sama Pak Daniel."
Andre mengerutkan keningnya. "Jangan cari masalah, Gin. Gue tahu Pak Daniel emang gitu kalau sama Kak Andara, tapi lo jangan cari masalah ya..."
Gino menepuk pundak Andre. "Gue nggak mau ngapa-ngapain dia. Cuma ngobrol bentar."
"Oke, kalau ada apa-apa, telepon gue aja Gin." Meskipun tidak percaya, Andre tetap meninggalkan Gino, karena lelaki itu yakin, ada sesuatu yang ingin temannya bicarakan pada dosen mereka secara empat mata.
"Pak Daniel," panggil Gino saat lelaki itu keluar kelas.
"Ya?" Daniel terlihat terkejut melihat Gino yang menunggunya.
"Saya mau bicara sama Bapak, empat mata," kata Gino. Nadanya tegas, seolah tidak menerima penolakan.
"Ayo, masuk kelas, mumpung udah nggak dipakai." Daniel kembali masuk ke kelas, diikuti Gino. "Apa yang mau kamu omongin?" tanya lelaki itu setelah mereka duduk berhadapan.
"Soal waktu itu." Daniel menegakkan tubuhnya, mengantisipasi apa yang akan dikatakan mahasiswanya. "Bapak, nggak balas dendam sama saya 'kan? Gara-gara saya mergoki Bapak sama Bu Andara."
"Balas dendam?" Daniel terdengar bingung.
"Hari ini saya nggak dapet lembar jawab, terus harus nunggu lima belas menit. Selama saya ujian Pak, nggak ada tuh lembar jawab ilang," tukas Gino.
"Emang lembar jawab kamu nggak ada. Bukan saya balas dendam," jawab Daniel. "Ngapain juga saya balas dendam ke kamu?"
"Ya karena saya datang, Bapak nggak bisa ngrayu Bu Andara lagi." Gino menatap tajam ke arah Daniel.
Wajah Daniel terlihat kaku. "Kamu denger semuanya?" Gino mengangguk. "Kamu tahu 'kan nguping itu salah?"
"Ya Bapak juga tahu kan, deketin perempuan bersuami salah?" Gino mengedikkan bahunya sambil menyeringai.
Daniel mengubah posisi duduknya. Lelaki itu kini menyilangkan kaki sambil menatap Gino dengan tatapan berbahaya. "Gino, kamu masih dua tahun lagi ketemu saya di kampus. Daripada dua tahun ke depan kita ada masalah, lebih baik kamu berhenti ikut campur urusan saya. Ya, bisa jadi, saya balas dendam beneran ke kamu."
Gino tertawa sumbang. "Bapak ngancem saya? Wah, ternyata seorang Pak Daniel segampang itu ngancem mahasiswanya. Udah lah Pak, Bapak berhenti aja ngejar Bu Andara. Dia juga udah bahagia sama suaminya."
Daniel mendengkus. "Kata siapa dia udah nikah? Nggak ada bukti."
"Saya pernah lihat dia sama suaminya," kata Gino memanas-manasi Daniel. Tetapi ia tidak berbohong, 'kan? Tiap pagi saat ia bercermin, tentu saja dia lihat sosok suami Andara. "Jujur ya Pak, saya sama Bapak itu gantengan Bapak. Tapi saya nggak pernah tuh, ngejar perempuan yang udah jadi hak orang lain."
Mendengar ucapan Gino, membuat Daniel naik pitam. Bisa-bisanya mahasiswanya memberikan nasihat? "Yang naksir Andara itu banyak, bukan saya aja, mahasiswa juga. Ah! Jangan-jangan kamu juga naksir dia? Makanya kamu usaha mati-matian ngehalangin saya?"
Gino menghela napas. Ia bingung kenapa dosennya malah memutar balikkan fakta seperti ini, bertele-tele tidak jelas. "Kalau pun saya naksir, saya nggak ngejar perempuan yang udah bersuami. Karena saya gentleman. Toh, populasi cewek juga lebih banyak daripada cowok." Ia bangun dari duduknya. Berbicara dengan Daniel tidak membuatnya tenang, malah semakin ingin menghajar lelaki itu.
Berhenti ikut campur masalah Daniel sama Andara? Jangan harap! Selama ada yang ganggu istri gue, gue nggak bakal diem! Bodo amat, mau dosen, dekan atau sekalian rektor. Istri ya istri. Kalau mau, cari sendiri!
TBC
***
Ada yang cemburu... Si brondong mulai beraksi bun..
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top