18 - Now and Forever

I'll try to show you each and
every way I can
Now and forever
I'll be your man

Richard Marx - Now and Forever

.

.

"Kamu mau sampai kapan sih, ngehindar dari aku terus Andara?"

Andara menghentikan langkahnya dan menatap lelaki yang mengajaknya bicara dengan tatapan maut. Ia mendengkus kesal, lalu berkacak pinggang.

"Mohon maaf ya Pak Daniel, saya sudah bilang berapa kali, kalau saya sudah menikah. Saya menghargai Pak Daniel, tapi Bapak sudah melewati batas," tukas wanita itu kesal.

"Saya cuma ngajak kamu bukber doang kok." Daniel mengangkat bahunya, seolah itu bukan masalah besar.

"Bukber berdua. Tentu saya tolak. Lagian bentar lagi jurusan juga ngadain bukber, toh kita di sana nanti ketemu," sahutnya.

"Kalau kamu emang punya suami, ajak suami kamu buat ikut bukber. Saya masih belum percaya kamu punya suami. Kamu nikah setelah masuk sini. Tapi, kok kamu nggak ngundang siapa-siapa?" tantang Daniel. Lelaki ini memang punya tekad baja sepertinya. Tidak pernah berhenti mengejar wanita yang disuka, meskipun sudah ditolak berkali-kali.

Andara memejamkan matanya rapat-rapat, sambil mengatur emosinya yang membuncah. Ia merapalkan istighfar berkali-kali dalam hati, takut jika lepas kendali. Dengan napas yang sudah teratur, wanita itu memberikan tatapan memohon pengertian pada lelaki yang berdiri di depannya.

"Ngapain saya bohong soal suami saya? Nanti ada saatnya kalian bertemu. Sekali lagi, saya minta maaf, undangan bukber Bapak saya tolak. Dan saya minta satu hal Pak Daniel, tolong jangan bicarakan hal pribadi di kampus, itu nggak etis."

"Andara-"

"Bu Andara!"

Andara dan Daniel menoleh ke arah sumber suara. Mulut wanita itu terbuka lebar ketika melihat siapa sosok yang memergoki ia dan Daniel. Dadanya mulai bergemuruh, dipenuhi rasa gugup dan takut. Suaminya berdiri di ujung lorong dengan wajah yang sulit diartikan. Seperti ada aura gelap yang mengelilingi lelaki itu.

"Ada yang mau saya tanyakan sama Bu Andara soal tugas kemarin. Ibu lagi sibuk nggak?" tanya Gino dengan wajah datar.

Andara menggelengkan kepalanya. "Nggak, kita mau diskusi di mana? Ini udah jam empat sore." Wanita itu mengikuti Gino. Meskipun takut, tapi ia bersyukur suaminya datang tepat waktu untuk menyelamatkannya dari Daniel.

"Ke ruang A.12 saja, Bu. Kebetulan ada teman-teman lain yang mau diskusi," jawab Gino. Matanya sesekali melihat ke arah Daniel, dengan tatapan mengancam, membuat dosen lelaki itu mengalihkan pandangannya.

"Oke. Mari, sebelum terlalu sore." Andara menoleh ke arah Daniel yang belum meninggalkan mereka. "Saya duluan, Pak."

Andara dan Gino berjalan beriringan menuju ruang kelas yang dituju. Namun, Gino menghentikan langkahnya secara tiba-tiba saat di lorong gedung antar kelas yang sepi, membuat wanita itu ikut berhenti. Lelaki itu mengembuskan napas kesal lalu bersandar di tembok, menenangkan diri.

"Pak Daniel, sering deketin kamu?" tanya Gino.

Andara perlahan mengangguk. "Aku udah bilang beberapa kali sama dia kalau aku udah nikah, tapi dia nggak berubah. Dia nggak percaya kalau aku udah menikah."

"Dasar nggak tahu malu!" desis Gino. "Maunya dia apa sih?"

Andara melirik suaminya dengan was-was sebelum menjawab pertanyaan dari lelaki itu. "Dia baru mau percaya sama aku, kalau aku bawa suami besok pas bukber bareng dia."

Napas Gino terdengar memburu. "Ya, udah! Besok kita bukber sama Pak Daniel! Apa hari ini sekalian!"

Andara memegang lengan lelaki itu, menenangkan suaminya. "Jangan Gino, bahaya kalau dia tahu. Dia bisa sebarin informasi itu."

"Udah dua kali aku mergokin Pak Daniel deketin kamu, Bunny! Dan nggak ada yang jamin kalau dia bakal berhenti," tukas Gino kesal.

"Sabar ya, hm? Aku selalu nolak dia dan sebisa mungkin menghindar dari dia. Pasti lama-lama dia bosen ngejar aku." Andara mengusap-ngusap tangan Gino, berharap dapat meredakan amarah suaminya. "Jangan kebawa emosi, sayang puasa kamu."

Gino mengambil napas panjang, ia menggenggam jemari istrinya erat, seolah itu adalah tumpuannya. "Ayo, pulang. Aku tunggu kamu di Fakultas Psikologi. Aku nggak bawa motor."

"Diskusinya gimana?" tanya Andara bingung.

Gino menggeleng. "Nggak ada. Tadi cuma mau ngajak kamu pergi jauh-jauh dari cowok sialan itu."

"Oke, aku ambil mobil dulu."

***

Dedaunan kering berserakan di sepanjang trotoar yang Gino lalui. Ia memasukkan kedua tangannya di saku celana. Pandangan lelaki itu menuju ke arah fakultasnya, menunggu kedatangan sang istri. Saat kejadian tadi kembali terlintas di pikiran lelaki itu, ia menendang batu di depannya melampiaskan kekesalan. Andai saja itu bukan di wilayah kampus, ia tak akan diam melihat lelaki lain mengganggu istrinya.

"Dosen sialan!" umpat Gino.

Dari awal Gino melihat Daniel bersama Andara, ia tahu lelaki itu pasti akan membawa bencana bagi hubungan mereka. Istrinya memang tidak menanggapi Daniel. Namun, sampai kapan lelaki tidak tahu malu itu mengejar Andara? Walaupun Daniel adalah dosen Gino di kampus, untuk urusan Andara, mereka berdua adalah lelaki dan ia siap melawan Daniel, meskipun dosennya sendiri. Lamunan lelaki itu buyar saat mobil Andara berhenti di depannya. Ia lalu masuk ke kursi penumpang.

"Kayaknya nggak cukup waktunya buat masak nanti," kata Andara melihat jam digital di mobilnya yang menunjukkan pukul empat lewat sepuluh.

"Nggak masalah. Mau beli makan di mana?" tanya Gino. "Apa ke cafe aku aja?"

Andara mengangguk antusias. "Boleh tuh, aku juga belum pernah makan di sana."

Gino mencubit hidung istrinya. "Gimana sih? Masa belum pernah makan di cafe suami sendiri."

Harapan untuk menikmati buka puasa di cafe Gino sepertinya harus ditunda dulu. Suasana cafe yang sangat ramai tidak memungkinkan mereka untuk berbuka di sana. Namun, karena sudah terlanjur sampai, lelaki itu memberi solusi untuk makan di kamarnya yang berada di lantai dua. Akan tetapi, masalah tidak sampai di situ saja. Saat hampir masuk, ia melihat beberapa teman satu jurusannya berada di dalam. Tidak mungkin ia dan Andara masuk tanpa terlihat oleh mereka.

"Terus gimana? Udah mau maghrib, aku mau mandi," ujar Andara.

"Kamu lewat pintu belakang ya, mau?" tanya Gino dengan tatapan menyesal. "Itu nanti masuknya lewat gudang."

"Iya deh, nggak apa-apa."

"Oke, aku masuk dulu, mau bukain pintu belakang."

Gino bergegas masuk dan menuju gudang untuk membuka pintu belakang. Ia lalu bersama Andara naik ke lantai dua. Lelaki itu menyuruh sang istri mandi lebih dulu, sedangkan Gino akan ke dapur untuk ambil makanan dari para chefnya.

"Eh, tapi aku nggak ada underwear buat cewek," kata Gino bingung.

"Aku bawa kok. Aku pinjem baju ganti aja," jawab Andara. Sebagai wanita, ia selalu membawa celana dalam dan pembalut untuk jaga-jaga jika dapat tamu bulanan mendadak.

"Baju aku di dalem lemari itu, kamu pilih sendiri. Aku ke bawah dulu, nyiapin makanan."

Di dapur, Gino mengambil satu mangkuk dan mengisinya dengan sup jagung panas, lalu mengambil sepiring tumis kangkung. Ia mendadak bingung ingin memilih lauk apa, karena para pekerjanya juga sedang sibuk menyiapkan pesanan untuk para pembeli.

"Bos, cari apa?" tanya Putri, salah satu pegawai cafenya.

"Bikin fillet tuna krispi lama nggak?"

"Nunggu Mas Hakim selesai dulu, gantian kompornya," jawab Putri. "Ini buat siapa bos? Pacarnya tadi, ya?"

"Lauk seadanya deh apa aja," kata Gino.

"Mana bisa seadanya, kalau lauk kan cuma dibikin sesuai pesanan. Kalau sayur tuh, udah jadi sepanci," tukas Putri.

"Eh, ini salah pesanan!" seru seorang lelaki berbadan tinggi. "Meja nomer tujuh pesennya udang asam manis, sama cumi krispi. Bukan udang krispi." Lelaki itu meletakkan sepiring udang krispi di atas meja.

"Buat gue aja, Al!" kata Gino.

"Bos Gino!" Lelaki itu melambaikan tangannya pada Gino.

"Aldo, Mas Gino bawa pacar loh di lantai dua, makanya dia panik gini cari makanan," kata Putri menggoda.

Hakim yang tadi memasak udang asam manis, segera mundur dari kompor dan memasukkan masakannya ke dalam piring untuk disajikan. "Gin, itu kompor kalau mau lo pakai."

"Siap!" Gino segera beraksi, dia melihat banyaknya cumi krispi di dalam baskom, lalu mengambil secukupnya untuk di masak. "Rin, gue ambil sepiring, ya? Lo gorengnya tambahin aja," kata lelaki itu pada Ririn yang sedang menggoreng cumi krispi.

"Siap, Bos!"

Gino membuat saus lada hitam, untuk pelengkap cumi krispinya. Setelah selesai, ia meletakkan makanannya tadi ke atas nampan dan minta bantuan Putri untuk membawakan ke atas. Andara yang sudah selesai mandi sedang menonton televisi, beranjak berdiri saat melihat suaminya datang membawa makanan.

"Makasih banyak, Mbak," kata Andara pada Putri yang dijawab senyuman gadis itu.

"Put, tolong bawain nasi buat dua orang, teh manis dua, sama takjil seadanya," pinta Gino. "Gue mau mandi, nanti taruh sini aja, ada Andara."

"Laksanakan, Bos!"

Sambil menunggu Gino mandi, Andara mengambil foto hidangan di depannya. Ada sop jagung, tumis kangkung, udang krispi dan cumi lada hitam. Belum lagi, nanti takjil yang dibawakan pegawai Gino. Andara pikir, buka puasa hari ini lebih dari cukup. Ia lalu mengunggah foto itu di status WA-nya, dengan keterangan yang membuat Andara tertawa geli sendiri.

Buka puasa dadakan aja selengkap ini ya, emang suami yang bisa diandalkan😆🍴🍲

Tidak lama kemudian, banyak balasan yang masuk menanggapi statusnya itu. Ia mengerutkan keningnya dan mengerang saat melihat pesan dari sang ibunda.

From: Ibu
21/05/2018 || 17.20
Itu yg masak Gino? Kamu gimana sih jadi istri? Yang masakin malah suaminya?
----------------------------------------------------------------
Nggak Bu, ini makan di cafe Gino kok.

From: Andre
21/05/2018 || 17.21
Meluncur ke cafe langsung! Gratis kan?
-----------------------------------------------------------------
Ngantri ya tapi wkwk

From: Sophie
21/05/2018 || 17. 30
Bahagianya yang punya suamiiii! Jadi iri aku!
-----------------------------------------------------------------
Jordan mana Jordan? Cepet lah nikah abis lebaran aja Soph! Ngga usah tunggu taun depan!

"Senyum-senyum sendiri, lihatin apa?" Tanpa sepengetahuan Andara, Gino sudah berdiri di depannya.

"Nasinya belum dateng?"

"Paling bentar lagi."

Gino tiduran di sofa, menggunakan paha Andara sebagai bantal. Setelah mandi badannya jadi terasa segar. Tapi, karena efek air yang dingin membuat lelaki itu mengantuk. Andara yang melihat Gino memejamkan matanya, menepuk-nepuk pipi sang suami.

"Jangan tidur, bentar lagi buka!"

"Iya! Capek aku."

Andara memijit kepala Gino perlahan, membuat lelaki itu semakin relaks. "Gin, bentar lagi UAS loh, udah nyiapin materi belum?"

"Belum, gampang lah," sahut Gino.

Lelaki itu mengubah posisi tidurnya, menjadi menghadap ke perut Andara. Wanita itu tidak protes, pandangannya tetap ke layar televisi sambil memainkan rambut Gino. Namun, momen mereka tidak bertahan lama, saat Aldo -pegawai Gino, datang mengantarkan nasi, minum dan takjil bersamaan dengan adzan maghrib yang berkumandang.

"Ini, Bos. Tadi dibikinin Putri es buah sekalian," kata Aldo meletakkan nampannya di atas meja.

"Thanks, Al." Gino bangun dari posisi tidurnya.

"Ati-ati bos, bulan puasa jangan kebablasan, belum muhrim loh," goda Aldo sambil terkikik.

"Lo denger adzan nggak? Itu berarti udah boleh," sahut Gino. "Lagian ini bini gue, terserah gue lah!"

Aldo membelalakkan matanya. "Lah Bos, kok nikah nggak undang-undang? Gin, lo janji kan sama gue waktu itu kalau nikah bakal undang gue?"

"Nanti gue abis wisuda nikah lagi lah buat lo!" Andara memukul bahu Gino. "Sama kamu nikahnya! Maksudnya resepsi, Bunny!"

Aldo yang menyaksikan hal itu hanya tertawa. Entah lelaki itu percaya atau tidak dengan ucapan Gino, ia tidak peduli. Lagi pula Aldo salah satu temannya, jadi ia percaya Aldo tidak akan bicara macam-macam.

"Yuk, buka puasa Bunny, cemburunya ditahan dulu."

TBC
***
Pak Daniel mulai meresahkan....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top