17 - Only You
I'm running out of breath
You're the one who made me like this
I can't say anything
I've never felt this way before
Miss A - Only You
.
.
Ramadhan tahun ini akan menjadi pengalaman luar biasa bagi Gino. Ia berdebar-debar menyambut kedatangan bulan puasa kali ini. Selain karena penuh berkah, juga karena ini adalah Ramadhan pertama yang ia jalani bersama sang istri. Anehnya, Gino merasa gugup, ia takut jika membebani Andara dengan persiapan ini itu untuk puasa. Namun, di sisi lain ia juga sangat antusias merencanakan banyak kegiatan bersama wanita itu.
"Kalian kok malah ribut sendiri? Diskusi apa?" Suara Andara yang menggema di kelas membuat Gino terbangun dari pikirannya. "Diskusi jadwal bukber?" tanya wanita itu.
Tawa renyah dari para mahasiswa mengisi ruangan.
"Dari pada kalian diskusi jadwal bukber, mending kalian diskusi buat tugas akhir aja," imbuh Andara.
"Ah, Bu Andara nggak asyik, masa udah ada ujian akhir masih dikasih tugas akhir," keluh seorang mahasiswa.
"Suka-suka saya lah, saya kan dosennya," jawab Andara.
"Bu Andara kayak Pak Daniel, kalau kasih tugas nggak tanggung-tanggung," sahut seorang gadis yang duduk paling depan. "Jangan-jangan jodoh lagi."
Tatapan mata Gino secara otomatis mengarah pada teman sekelasnya itu, dengan raut wajah tidak suka. Ia heran kenapa banyak temannya yang menilai jika Andara dan Daniel cocok jadi pasangan. Sekarang, mereka malah sibuk menggoda istrinya dan menanyakan berbagai hal yang bersangkutan dengan Daniel. Halu semua otaknya!
"Panas ya, panas!" seru Andre cukup keras dari kursi paling belakang, membuat beberapa anak menoleh ke arahnya dengan heran, termasuk Andara. Lelaki itu melirik ke arah Gino yang tampak kesal.
"Udah dong, gosipin Pak Danielnya. Telinga dia panas nanti karena kebanyakan diomongin," kata Andara. "Kalau mau tahu Pak Daniel bukber pertama sama siapa, jangan tanya sama saya, saya bukan ibunya."
"Iya, tapi pacarnya!" celetuk Richard yang membuat seisi kelas terbahak-bahak. "Pasti bukber pertamanya sama Bu Andara, 'kan?" Lelaki itu sengaja memanasi Gino yang sudah tidak nyaman di kelas itu.
"Ngapain saya hari pertama puasa bukber sama dia? Ya, sama suami saya lah," jawab Andara.
"Bu Andara udah punya suami? Bohong pasti ini, ngeles doang. Orang di Instagram nggak ada foto suami Ibu," kata seorang anak yang memakai flower dress oranye
"Kamu ngepoin saya, ya? Saya udah punya suami, beneran. Terserah sih, kalian mau percaya atau nggak," kata Andara dengan senyum jahil di bibirnya sambil mencuri pandang ke arah Gino yang menahan senyum.
***
"Kamu udah rapi gini mau ke mana?" Andara heran melihat suaminya pada pukul tujuh malam sudah rapi memakai celana jeans panjang dan kaus abu-abu. Bau minyak wangi juga tercium di ruangan.
"Belanja dong, Bunny," jawab Gino. "Aduh! Kamu kok masih pakai daster? Cepet ganti baju."
"Belanja apa?"
"Belanja buat persiapan puasa, kan banyak yang harus dibeli. Lagian besok udah tarawih, udah nggak ada waktu buat belanja," kata Gino frustasi melihat istrinya yang tidak peka.
"Astaga, cuman beli gituan aja," ujar Andara. "Iya ... iya ... aku ganti baju." Ia mendecakkan lidah saat Gino mendorong tubuhnya masuk ke kamar.
"Jangan suka menyepelekan pekerjaan ringan, Bunny. Kita butuh sayuran, makanan beku, buah, susu, oh iya kurma. Itu banyak yang harus dibeli," tukas Gino.
"Aku kalau puasa nggak pernah seribet itu," ujar Andara keluar dari kamar, sudah siap dengan celana jeans abu-abu, dan kemeja ungu lengan panjang.
"Kamu kan dulu anak kos, hemat. Aku maklum sih," sahut sang suami. "Sekarang udah ada suami yang kasih nafkah, jangan pelit-pelit amat buat diri sendiri, oke Bunny? Kasihan ini badan kamu nggak gede-gede."
"Enak aja! Aku kecil gini bukan karena kurang gizi!" Andara bersungut-sungut.
Sesampainya di pusat perbelanjaan yang mereka tuju, Gino segera memimpin jalan. Lelaki itu mengambil troli dan langsung menuju bagian sayur dan buah. Dengan teliti ia memilih sayuran segar. Tak lupa, ia juga menjelaskan hal-hal penting pada Andara. Meskipun lelaki, Gino merasa lebih ahli soal dapur daripada Andara, padahal istrinya juga pandai memasak.
Melihat suaminya sangat menikmati kegiatan belanja hari ini, Andara berniat untuk tidak ikut campur. Wanita itu dengan sabar mengekori Gino ke manapun lelaki itu pergi. Saat sampai di bagian makanan ringan dan berbagai minuman, mata Andara mulai jelalatan. Tanpa pikir panjang ia mengambil satu kotak jus mangga dari rak dan memasukkan ke dalam troli.
"Bunny!" seru Gino, lelaki itu menatap ke arah Andara dengan tidak suka. "Kenapa harus beli jus kayak gini? Lebih sehat kalau kita bikin sendiri!"
"Ya kan, buat jaga-jaga," sahutnya beralasan.
Gino menggelengkan kepalanya. "No, Bunny." Lelaki itu mengambil satu kotak jus buah yang sudah dimasukkan ke troli, dan mengembalikannya ke rak.
Wajah Andara terlihat muram dan tidak bersemangat. Gino yang menyadari hal itu terkekeh lalu merangkul istrinya. "Kita beli es krim aja, gimana? Aku bisa bikin dessert enak pakai es krim." Wanita itu pun setuju dengan tawaran Gino.
Setelah memenuhi troli mereka dengan berbagai macam makanan, keduanya menuju ke kasir untuk membayar. Gino mengantri di barisan para pembeli, sedangkan Andara menunggu sambil asyik meminum milkshake cokelat yang tadi dibelinya.
"Eh, Andara!"
Andara menoleh saat seseorang memanggilnya, senyuman pun berkembang di bibirnya. "Sophie!"
"Ngapain sendirian di sini?" tanya sahabatnya.
"Nggak sendiri, lagi nungguin suami." Andara menunjuk Gino dengan dagunya.
"Wah, laki lo suka belanja?"
"Yang ngajakin belanja aja dia. Dia takut kayaknya puasa pertama nggak ada maminya. Apa aja dia beli," jawab Andara sambil terkekeh.
"Lupa gue kalau suami lo masih bocah." Sophie tertawa keras. "Jaga baik-baik anak orang ya, Babe."
"Sialan," gerutu Andara.
Sophie memperhatikan sahabatnya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Lalu ia berdecak kagum. "Ternyata bener ya kata orang, kalau abis nikah itu auranya beda. Lo kelihatan glowing. Bahagia kan lo nikah sama Gino?"
Pipi Andara memerah, senyuman tipis tersungging di bibirnya lalu mengangguk. "Baru beberapa bulan sih emang, but i can say, i'm happy."
"So glad to hear that, Andara." Sophie ikut tersenyum, ia turut bahagia. "Ngomong-ngomong lo udah isi belum?"
"Belum, Soph."
"Lo nggak nunda hamil, 'kan?"
Andara menggigit bibirnya. "Sekarang aku belum pakai apa-apa, tapi aku punya rencana buat nunda. Gino masih semester empat, aku takut ganggu dia. Punya bayi itu kan repot. Menurut kamu gimana?"
"Mau nunda sampai kapan?"
"Rencananya sampai Gino lulus. Dua tahun lagi kok dia lulus."
"Dua tahun lagi umur lo udah dua delapan, dan nggak ada jaminan kalau Gino bisa lulus tepat waktu. Gue nggak bisa kasih saran apa-apa sih, tapi yang jelas lo harus obrolin ini sama Gino, karena dia suami lo. Terus lo juga harus ke obygin buat konsul, keputusan ada di tangan lo dan Gino," kata Sophie.
"Aku pengin punya anak. Tapi, aku rasa ini masih terlalu cepet buat aku. Kamu tahu kan, aku sama Gino married by accident," ujar Andara.
"Gue tahu lo galau, tapi lo tetep nggak bisa mutusin ini sendirian. Kalau Gino bilang mau punya baby sekarang gimana? Dan dia bilang sanggup, apa kamu mau nolak?" tanya Sophie.
Andara menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, Soph."
"Janji sama gue lo bakal ngomongin ini sama Gino. Ya, walaupun Gino umurnya jauh di bawah kita, tapi gue tahu dia tipe cowok dewasa yang bisa bertanggung jawab dan yang paling penting, dia suami lo, kepala rumah tangga lo, imam lo."
"Aku janji bakal ngomongin masalah ini ke dia. Thanks, Sophie."
Tak berapa lama setelah percakapan serius kedua wanita itu, Gino datang dengan dua kantong belanja besar. Lelaki itu melemparkan senyum pada Andara dan Sophie.
"Halo Soph-" Gino menutup mulutnya canggung, "Kak Sophie." Lelaki itu menggaruk kepalanya karena salah tingkah.
Sejujurnya Gino bingung harus memanggil Sophie dengan sebutan apa. Sophie dan Andara adalah teman sebaya, wanita itu enam tahun lebih tua dari dirinya. Karena Sophie lebih tua, Gino merasa harus memanggil sahabat istrinya dengan sebutan 'kakak' tapi entah kenapa ia merasa canggung dan malu.
"Astaga! Sekarang gue tahu kenapa tante-tante banyak yang suka brondong! Gemesin kayak gini, mana bisa nolak!" Sophie tertawa terpingkal-pingkal membuat Gino semakin malu.
"Gue bingung harus manggil apa," gumam lelaki itu menundukkan kepalanya.
Kali ini Andara yang tertawa. "Bener kok, manggilnya kakak aja. Gimana pun, dia lebih tua dari kamu. Biar sopan."
"Gino, tapi lo nggak manggil Andara kakak kan?"
"Ya kali Kak, gue manggil istri sendiri kakak, mana enak." Gino mendengkus.
"Eh, gue cabut duluan, ya? Udah ditunggu sama adik gue." Sophie pamit pada pasangan suami istri itu. "Gino tolong bikin Andara gendutan, ya .... " katanya sebelum berjalan menghampiri sang adik yang sudah tidak sabar menunggu.
"Pulang?" tanya Gino yang dijawab anggukan Andara.
"Bunny?"
"Hm?"
"Buka puasa besok, biar aku yang masak. Kamu pulang sore, 'kan? Pasti capek."
"Nggak usah, Gin. Aku masih bisa masak kok. Lagian kan itu tugas istri."
"Tugas utama istri kan patuh sama suami. Lagian aku pengin masakin istri sekali-kali, biar kamu makin cinta."
TBC
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top