15 - Girls Like You

Cause girls like you
Run around with guys like me
'Til sundown, when I come through
I need a girl like you, yeah yeah

Girls Like You - Maroon 5

.

.

"Kok bisa sih, candinya gede kayak gini?" kata Andara takjub sambil memandangi Candi Prambanan.

"Ya, mana aku tahu, Bunny," jawab Gino sekenanya.

"Kok kamu kayak nggak excited gitu sih?"

"Aku orang Jogja. Udah sering ke sini. Kamu aja yang norak, kamu kan juga orang Jogja, masa belum pernah ke sini?"

"Dulu pas kecil. Aku kan SMP sama SMA-nya di Jakarta, bukan di sini," sahut Andara.

"Udah yuk, kita cari makan habis itu ke Pantai Krakal, keburu sore Bunny," ajak Gino.

"Tunggu! Fotoin aku dulu." Andara mencari spot foto yang memiliki pemandangan megah Candi Prambanan. Ia ingin memamerkan foto ini di Instagramnya.

"Foto sendiri mulu, nih? Aku nikahin kamu bukan buat jadi fotografer loh, Bunny. Aku juga pengin ikutan foto." Gino merajuk.

"Kalau foto berdua nggak bisa upload di Instagram," keluh Andara.

Gino sebagai suami yang baik, suami yang ingin membuktikan rasa cintanya pada sang istri, hanya menurut. Ya, cinta. Lelaki berusia dua puluh satu tahun ini sudah terkena pelet-pelet cinta dari istrinya yang super cuek. Siapa tahu, kalau dia nurutin maunya Andara terus, hati wanita itu terbuka untuknya. Toh benar kata Andara, foto mereka berdua tidak akan bisa dipamerkan pada teman-temannya untuk sementara ini.

***

Andara dan senja, dua ciptaan Tuhan yang berhasil membuat Gino terpesona. Lelaki itu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum dan memikirkan apa yang telah ia lakukan sampai seberuntung ini.

"Gue nggak tahu kalau senja bisa secantik ini." Tatapan Gino tidak lepas dari istrinya yang duduk di tepi pantai dengan rambut tertiup angin.

Dengan bertelanjang kaki, Gino menghampiri Andara. Ia lalu duduk di sebelah wanita itu, menatap indahnya ciptaan Tuhan. Istrinya. Ia merasa gelagapan saat dadanya bergemuruh dengan emosi asing ini. Dulu, saat ia berlalang buana dari satu gadis ke gadis lain, rasanya tidak pernah semenarik ini. Sampai ia harus mengatur deru napas dan kegugupannya agar tidak terlalu kentara. Sekarang, ia baru merasakan jatuh cinta itu semenakutkan ini. Butuh adrenalin banyak. Sama seperti saat harus lompat dari bungee jumping, atau saat diam-diam nyontek pas ujian.

"Andara?"

"Ya?"

"Aku jatuh cinta sama kamu. Dan aku nggak masalah kalau cintaku bertepuk sebelah tangan, toh aku masih bisa nepuk paha kamu gantinya."

Mendengar ucapan Gino membuat pipi Andara bersemu merah. Namun, sepersekian detik kemudian wanita itu mendaratkan pukulan di perut sang suami.

"Sakit, Bunny!" pekik Gino mengaduh sambil memegangi perutnya.

"Aku nggak suka pahaku ditepuk." Andara bangun dari duduknya. Ia lalu mengeluarkan kamera dan mulai mengambil foto panorama indah di depannya. "Gino, ayo foto! Mataharinya bagus banget."

Gino bersorak dalam hati. Akhirnya ditawari foto juga. Satu kemajuan! Mereka berdua pun lalu sibuk berselfie bersama. Kebetulan seseorang lewat di hadapan mereka, yang kemudian dimintai tolong lelaki itu untuk mengambilkan fotonya dan sang istri.

"Mas, mepet dikit ke adiknya dong," kata si juru foto yang tak Gino kenal.

Wait, adik? "Ini istri saya loh, Mbak," gerutu Gino.

Andara tertawa sambil menatap wajah suaminya yang memberengut. "Senyum, dong." Andara menarik kedua pipi Gino, memaksa lelaki itu untuk tersenyum.

"Maaf Mas, sengaja. Biar nggak kelihatan tegang aja fotonya," kata si juru foto yang sempat membuat Gino kesal.

Gino merangkul Andara erat membuat tubuh mereka saling menempel. Ia mencium pelipis istrinya membuat wanita itu terkejut, lalu tertawa kecil karena gugup. Setelah menerima kameranya kembali dari perempuan yang sudah berbaik hati mengambil foto mereka tanpa imbalan, lelaki itu tersenyum puas. Foto mereka terlihat benar-benar menakjubkan dengan guratan oranye di langit biru.

"Ini foto yang paling bagus," kata Andara. Pilihan wanita itu adalah foto ketika ia menarik pipi Gino membuat wajah suaminya terlihat lucu. "Aku mau pamer ke Sophie kalau aku lagi jalan-jalan."

"Jadi, kamu ngajakin foto aku mau buat pamer aja?"

"Uhm ... iya," jawab Andara menahan tawa saat ekspresi Gino berubah setelah mendengar jawabannya. "Jangan ngambekan gitu dong! Kelihatan tuanya nanti!"

"Maaf Bu Andara, saya sama Ibu tuaan siapa, ya? Empat tahun lagi Ibu kepala tiga loh."

Kali ini giliran Andara yang menekuk wajah. "Nggak usah ngomongin umur!" Ia berjalan menjauhi Gino ke tepi pantai, menuju gazebo tempat mereka istirahat.

"Yah, ngambek. Jangan ngambek dong, Bunny!" Gino mengikuti Andara dari belakang. "Kalau ngambek cantiknya ilang loh."

Andara berbalik menatap Gino. "Katanya cinta? Kalau cinta mau ngambek, mau ingusan, mau bangun tidur tetep cantik harusnya!"

Gino tergelak, dasar cewek, jual mahal pun tetap mau digombalin. "Iya, sini deh istri aku yang paling cantik, yang nggak ada saingannya." Ia mencoba memeluk Andara, tapi wanita itu memberontak.

Gino membiarkan Andara sendiri dulu, beberapa menit kemudian wanita itu pasti akan bicara lagi padanya. Sambil menunggu kesal Andara mereda, Gino menikmati es kelapa mudanya dengan asyik bermain game. Saat es kelapa mudanya sudah tak berbekas, lelaki itu diam-diam meringsut ke arah Andara dan memeluk wanita itu dari belakang.

"Dalam Islam, marahan maksimal tiga hari, tapi baru sepuluh menit aku udah nggak kuat," bisik Gino lalu mencium sudut bibir Andara.

"Kamu setuju aku ajak jalan-jalan ini, sengaja buat gombalin aku, ya?"

"Kan udah aku ingetin tadi sebelum berangkat, siap jatuh cinta sama aku nggak? Kalau nggak siap, tadinya nggak usah jalan-jalan," goda Gino.

Bukannya menjawab, Andara malah melepaskan diri dari pelukan Gino. "Pulang yuk, aku udah laper."

***

"Gino! Baju kotornya taruh mesin cuci langsung!" teriak Andara. "Sepatunya taruh rak sepatu dong, Gino!"

Andara geleng-geleng kepala melihat suaminya yang masih kekanakan. Untung tadi mereka makan di luar, jadi ia tidak perlu repot masak makan malam. Badannya ingin segera ia baringkan di kasur empuk.

"Siap, bos!" sahut Gino.

"Sekarang kamu mandi, habis itu istirahat. Kalau ada tugas, tugasnya kerjain dulu," tukas Andara.

Sembari menunggu Gino selesai mandi, ia membuat segelas susu putih hangat untuk laki-laki itu. Ya hitung-hitung rasa terima kasihnya, karena dia sudah mau jadi fotografer pribadi seharian ini. Pipi Andara memanas saat mengingat kelakuan Gino yang super manis dan membuat hatinya bimbang.

Sejujurnya ia bingung mengartikan sikap Gino. Apa lelaki itu benar-benar mengungkapkan perasaannya, atau terbawa suasana, dan yang lebih buruk, jangan-jangan lelaki itu hanya main-main saja. Ya namanya juga perempuan, Andara juga butuh kepastian. Ia sudah ikhlas kok, kalau memang Gino jodohnya, meskipun tidak sesuai dengan tipe idealnya.

"Aduh, jangan ngelamun gitu, nanti kena sawan." Tanpa Andara ketahui, Gino sudah duduk di depannya dan menikmati segelas susu putih yang ia buat tadi.

"Aku tidur duluan, ya? Capek banget soalnya," kata Andara.

"Iya, tidur dulu nggak apa-apa. Aku masih ada tugas soalnya."

"Oke, deh," balas Andara. Namun, wanita itu tidak kunjung beranjak.

"Bunny, nungguin apa? Katanya mau tidur?"

Andara terlihat gugup, ia beberapa kali mengalihkan pandangannya dari Gino. Lalu dengan cepat, wanita itu mencondongkan tubuhnya dan mengecup kilat bibir sang suami dan berlari ke kamar sebelum lelaki itu menyadarinya.

"Andara!" Gino berdiri dan menghampiri kamar istrinya yang sudah terkunci.

"M-makasih buat hari ini!" sahut Andara dari dalam.

Gino tertawa terpingkal-pingkal. "Ini malam terakhir kamu tidur sendiri Bunny, besok nggak akan aku izinin."

Astaga istri aku ajaib banget sih. Batin Gino sambil menggeleng-gelengkan kepala lalu masuk ke kamarnya sendiri.

TBC
***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top