14 - I Like You

I like you
I tried to hold it down
But i can't do this anymore
Took me a long time to say this
I want to love you

DAY6 - I Like You

.

.

Lagi-lagi Gino menghela napas lelah, entah sudah yang keberapa kalinya. Mata sayunya mulai malas melihat layar laptop yang dipenuhi barisan huruf. Belum lagi buku-buku yang berserakan di atas mejanya. Ah! Rasanya ingin sekali merebahkan tubuh di kasur daripada bergulat dengan tugas dari dosen sok ganteng itu! Lalu perhatiannya beralih pada istrinya yang malah cekikikan sambil menonton drama Korea di televisi.

"Bunny, kok kamu nggak peka, sih?" tanya Gino setengah merengek.

"Kenapa? Dari tadi belum jadi tugasnya?" balas Andara, tanpa mengalihkan pandangan dari layar datar di depannya. "Aku kecilin suaranya." Wanita itu mengecilkan volume televisi.

"Belum jadi! Besok lagi deadline-nya!" gerutu Gino. "Bilang ke dosen sok kegantengan itu, kalau kasih tugas jangan banyak-banyak gini."

"Yakin? Nggak cemburu lihat aku deket sama Pak Daniel?" Andara menaik turunkan alisnya, menggoda Gino yang cemberut.

Lelaki itu mendecakkan lidahnya kesal. "Bantu lah Bunny, ini terjemahin lah. Jurnal semuanya pakai Bahasa Inggris, bikin pusing."

"Kan kamu yang kuliah, kenapa aku yang repot?" Andara menjulurkan lidahnya, lalu mencomot ayam pedas Richeese favorit wanita itu, hasil dari memalak suaminya.

"Bunny .... " Gino merajuk. Ia bangkit dan duduk di sebelah Andara, mencoba merayu sang istri untuk menyelesaikan tugasnya.

"Siapa itu Bunny? Nggak kenal," gumam Andara.

"Bu Andara," Gino menggoyang-goyangkan bahu wanita itu, "Bu!"

"Apa sih Gino? Ribut banget sih," omel Andara malas.

"Cariin aku jurnal, ya? Sekalian transletin, pusing banget dari kemarin nggak nemu-nemu," rengek Gino.

"Eh, yang kuliah siapa deh? Kenapa yang repot harus aku?" ketus Andara.

"Bu!" pekik Gino. "Nanti kalau Bu Andara mau cariin jurnal, aku ajak jalan-jalan ke Gunung Kidul. Katanya Bu Andara lagi pengin ke pantai, 'kan?" Gunung Kidul adalah daerah di Jogjakarta yang kaya akan pantai dengan pemandangan menakjubkannya.

"Modus!"

"Ibu mau lihat sunrise sampai sunset aku jabanin, Bu!"

"Nggak mempan."

"Makan gratis aku yang bayarin. Ibu tinggal duduk manis perintah aku mau ke mana."

Andara melirik ke arah lelaki yang sudah memohon-mohon dengan tampang memelas. Dirinya mulai tergoda.

"Ayolah Bu, nggak usah jual mahal. Aku tahu kok Bu Andara itu murah hati, disogok Richeese juga biasanya mempan deh," gerutu Gino.

"Udah upgrade ya! Bosen Richeese terus!" omel Andara. "Tapi, beneran mau jadi supir aku seharian? Dari subuh sampai tengah malem?"

"Iya, Bu! Sumpah! Demi nggak ditendang dari kelas sama Pak Daniel," jawab Gino.

"Deal!" Andara menyodorkan tangannya.

"Alhamdulillah, Ya Allah." Gino menerima tangan Andara lalu mereka berdua berjabat tangan. Saat Gino mau mencium tangan sang istri, wanita itu dengan spontan menarik tangannya.

"Dasar cowok!" Dan lelaki itu hanya terkikik tidak peduli dengan Andara yang manyun-manyun tidak jelas.

"Makasih Bunny!" Gino lalu mencuri ciuman di pipi Andara membuat wanita itu melebarkan mata.

***

Gino senyum-senyum sendiri sambil menatap layar ponselnya. Ia sedang mencari tempat wisata yang sekiranya akan Andara sukai. Ia sudah tidak sabar untuk berkencan dengan sang istri. Jujur, hatinya merasa lega setelah mendengar kata-kata wanita itu beberapa tempo lalu. Bagi Gino, itu adalah secercah harapan bahwa Andara mulai menumbuhkan rasa untuknya. Ia bertekad untuk menjadikan kencan pertama mereka setelah menikah menjadi kenangan tak terlupakan bagi Andara. Karena sepertinya, hati Gino sedikit demi sedikit sudah mulai jatuh pada Andara.

"Tugas Pak Daniel udah lo kerjain?" Tiba-tiba Richard datang bersama Andre, Bayu, dan Arkan. Keempat lelaki itu duduk di depannya, menyeruput es teh Gino.

"Udah dong, beres." Gino mengeluarkan makalahnya yang cukup tebal.

"Wih, tebel amat Mas Bro," Bayu membuka makalah Gino dan berdecak kagum. "Niat banget ya lo, pakai jurnal bahasa Inggris semua."

"Iya dong, gampang mah gitu," kata Gino bangga.

"Gin, lo dibikinin, 'kan?" tuduh Andre, Gino hanya tertawa. "Sialan lo, mana pernah dia mau ngerjain tugas gue."

"Nah, lo siape?" Gino tertawa.

Richard yang baru mengerti jika Gino dan Andre membicarakan Andara ikut bergabung. "Nggak adil ini, Bro. Jangan-jangan nanti nilai lo A nih."

Bayu dan Arkan yang tidak tahu menahu topik yang dibicarakan temannya menjadi kesal. "Pada ngomongin apa ini? Kok pakai kode-kodean segala," ujar Arkan.

"Gino tugasnya dikerjain sama pacarnya, nih! Siap-siap dia nilainya bagus-bagus semester ini," jawab Richard.

"Pacar lo siapa, Gin? Pelit lo nggak kasih tahu," tanya Bayu.

"Janganlah, nanti lo naksir," kata Gino. "Eh gaes, Minggu besok, gue nggak bisa ikut ngerjain projek kita, ada urusan soalnya."

"Ye, mana bisa?!" protes Richard.

"Gue kerjain bagian gue, nanti Sabtu malem gue kirim. Senin kalian semua gratis deh makan siang di cafe gue," tukas Gino.

"Deal, gue terima ini bukan karena gue gila gratisan, gue mencoba jadi sahabat yang pengertian aja sih," sahut Bayu terkekeh.

***

Aroma wangi kopi menguar ke penjuru sudut dapur. Jam dinding baru menunjukkan pukul lima pagi, tapi Andara sudah terjaga dari setengah jam lalu. Wanita itu berkutat membuat sandwich dan berbagai menu untuk sarapan dan bekal yang akan dibawa berpergian nanti. Ia sudah tidak sabar untuk mengunjungi berbagai tempat wisata yang dijanjikan Gino. Setelah membuat segelas susu putih hangat untuk sang suami, Andara bergegas ke kamar Gino untuk membangunkan lelaki itu.

"Gino bangun dong ... " Andara menggoyangkan tubuh lelaki itu. Suara alarm yang berasal dari ponsel Gino tidak berefek pada suaminya. "Kamu udah janji ngajakin aku jalan-jalan loh, Gin."

Gino menggumam tidak jelas, lelaki itu malah merapatkan selimutnya. Membuat Andara kesal, padahal ia dijanjikan Gino pergi ke hutan pinus, untuk melihat sunrise. Bagaimana mau dapat sunrise, kalau si supir masih terlelap?

"Kalau nggak bangun-bangun aku siram pakai air loh Gin," ancam Andara, kali ini menepuk-nepuk pipi Gino.

"Masih subuh, Bunny." Gino menyahuti dengan suara serak.

"Kan salat dulu, gimana sih," gerutu Andara. "Aku udah bikinin kamu susu putih loh padahal, nanti keburu dingin."

Gino membuka matanya. "Beneran?" Andara mengangguk, lelaki itu menyibakkan selimutnya lalu bangun dan pergi ke kamar mandi.

Andara menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan antik suaminya. Lelaki berusia dua puluh satu tahun yang tidak bisa tidak minum susu hangat di pagi hari. Persis seperti anak kecil. Ia merapikan tempat tidur Gino sebelum kembali ke dapur.

"Bunny, ini kita cuma mau jalan sehari loh, kok kamu bekalnya kayak mau piknik seminggu?" tanya Gino heran. Ia baru selesai mandi, lelaki itu baru sadar melihat banyaknya bekal yang sudah disiapkan istrinya. "Rumah makan juga banyak."

"Udah, ah! Sana cepetan salat, keburu subuhnya habis." Andara mendorong tubuh Gino.

"Iya, istri paling bawel."

Pukul setengah enam, Gino baru selesai bersiap-siap, belum juga sarapan. Gagal sudah kesempatan Andara untuk melihat sunrise seperti yang dijanjikan suaminya. Wanita itu tidak bisa diam, ia terus mengomel dan menyalahkan Gino yang susah dibangunkan.

"Udah dong Bunny ngambeknya," bujuk Gino. "Kita masih dapet pemandangan bagus kok, kalau berangkat sekarang, habis itu kita ke Candi Prambanan, terus baru ke pantai. Gimana?"

"Ya udah, ayo cepet berangkat! Aku udah siap ini!" tukas Andara sambil menenteng tas yang berisi bekal hari ini.

"Siap apa? Siap jatuh cinta sama aku hari ini?" goda Gino.

TBC
***
Si Gino mulai aktif ya bund...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top