10 - God Gave Me You

God gave me you to show me what's real
There's more to life than just how I feel
And all that I'm worth is right
before my eyes
And all that I live for though
I didn't know why
Now I do, 'cause God gave me you

Bryan White - God Gave Me You

.

.

Hari yang ditunggu Gino dan Andara pun tiba. Hari di mana mereka berdua akan terikat dalam satu ikatan suci sehidup semati. Prosesi akad nikah diadakan di rumah orangtua Andara, dimulai pukul delapan pagi. Tidak banyak tamu yang diundang keluarga dari pihak Gino maupun Andara, serta kenalan dari keluarga Andara dan Gino. Bahkan, teman Gino yang datang hanya Richard, sedangkan Andara hanya mengundang Sophie dan Jordan, tunangannya.

Para tetangga Emi dan Surya awalnya sangat terkejut saat mengetahui Andara akan menikah. Malah sempat berembus kabar tidak enak, salah satunya Andara hamil di luar nikah. Tapi, Emi langsung memberi klarifikasi, jika hal itu tidak benar.

Andara di dalam kamar ditemani Sophie menunggu dengan gugup saat Gino mengucapkan ijab qabul di ruang tamu.

"Saya terima nikah dan kawinnya, Andara Novada binti Surya Wijaya, dengan mas kawin seperangkat alat salat dan emas 40 gram dibayar tunai," kata Gino dengan sekali tarikan napas.

Perasaan Andara campur aduk, meskipun begitu ia tetap mengucap syukur kepada Tuhan, setelah penghulu mengatakan sah.

"Lo udah jadi istri orang," kata Sophie. "Gue keluar dulu, nanti Gino masuk ke sini."

Tidak berselang lama, Gino datang dengan fotografer di belakangnya. Lelaki itu lalu mencium kening Andara, ia pun bergantian mencium tangan lelaki yang kini sudah sah menjadi suaminya. Setelah prosesi selesai, Andara dan Gino keluar menyambut para tamu.

"Kamu cantik juga kalau dandan, ya ... " puji Gino melihat istrinya yang terlihat sangat cantik dengan kebaya putih dan make up paripurna.

"Bisa banget gombal ya, di hari pertama jadi suami," ujar Andara dengan wajah datar.

"Senyum dong Bunny, apalagi sama suami pahalanya berlipat-lipat loh."

Andara dengan cepat menoleh ke arah Gino. "Barusan kamu manggil aku apa?"

"Bunny."

"Nggak! Nggak mau! Jangan panggil gitu, kayak anak SMA!" tolak Andara. Ia merasa geli mendengar nama panggilan yang diberikan Gino. Terlalu kekanakan.

"Nggak apa-apa, biar awet muda." Gino menyengir.

***

Saat malam tiba, rumah orangtua Andara masih ramai. Masih banyak sanak saudara yang tinggal, karena kebetulan besok hari Minggu. Gino menjadi bintang utama hari ini, banyak tetangga dan saudara Andara yang memuji wanita itu karena bisa dapat lelaki tampan seperti dia. Meskipun banyak juga yang menyayangkan kenapa Andara menikah dengan lelaki yang lebih muda, apalagi mahasiswanya sendiri.

"Jadi, kalian pacarannya kapan? Andara juga baru pulang dari Singapura belum lama, 'kan?" tanya Mela, kakak sepupu Andara, yang sudah bersuami dan memiliki satu putri berusia lima tahun.

"Kita ketemu pas lagi makan, nggak sengaja gitu," jawab Gino sambil melirik ke arah Andara yang hanya mengedikkan bahunya.

"Terus? Gimana? Lanjut ketemuan?"

"Iya gitu Kak Mela, eh keterusan habis itu ketemuan rutin. Tapi waktu itu belum tahu kalau Andara ini dosen."

Mela tertawa. "Ya Tuhan! Jangan-jangan kalian tahunya pas ketemu di kampus?"

"Nggak lah Kak Mel, ya adalah sesuatu yang bikin aku tahu kalau Gino itu mahasiswa aku." Kali ini Andara yang menjawab.

Gino mengangguk-angguk. "Terus, dia minta kita nggak ketemuan lagi."

"Serius! Hidup kalian kayak drama Korea banget deh!" Mela lalu menatap Andara. "Lo beruntung banget deh, balik ke Jogja dapet berondong ganteng, tajir lagi!"

"Ya kalau Gino nggak tajir, mana mau Kak Andara nikahin Gino!" seru Andre yang kebetulan mendengar obrolan mereka.

Pembicaraan mereka terhenti sejenak saat Emi datang dan menyuruh mereka untuk makan malam. Wanita itu juga meminta putrinya untuk melayani sang suami. Meskipun sebenarnya Emi tidak terlalu suka pada Gino, karena lelaki itu jauh dari kriteria menantu yang ia harapkan. Tapi, tetap saja sebagai ibu, ia harus mengajari putrinya bagaimana berbakti kepada suami.

"Bisa ambil sendiri dia, Bu."

"Eh, sama suami nggak boleh gitu! Gino diambilin makan sana!" tukas Emi. "Mela, Riyan diambilin makan juga."

"Iya, Tante," jawab Mela. "Yuk Andara, saatnya menjalankan tugas sebagai istri."

Gino yang ditinggal sendiri memilih bergabung dengan Ratna, Haikal dan Sekar yang ada di ruang tamu. Ia lalu duduk di sebelah Ratna, menggendong keponakan satu-satunya, Deska.

"Udah lama ya, nggak ketemu Om Gino. Kangen nggak sama Om Gino?" tanyanya, tapi sayangnya bocah berusia empat tahun itu lebih memilih sibuk memainkan mainan pesawat terbangnya.

"Nanti Deska dapet adik loh dari Om Gino, mau nggak?" tanya Sekar.

"Apaan? Kasih adik? Malem ini dapet jatah aja udah keajaiban Kak," gerutu Gino membuat mereka tertawa.

"Ajak pacaran dulu lah Andara, kan lebih enak kalau pacaran setelah nikah, nggak takut kebablasan," kata Sekar.

"Gin, inget loh ya, ini nikahan nggak main-main. Nggak kayak bisnis, bisa coba-coba dulu sebelum berhasil," ujar Haikal menasihati adiknya.

"Mami juga udah bilang gitu sama Gino Kal, tapi gimana lagi, pihak dari Andara juga nggak mau ambil resiko semisal ada gosip. Kalau ketahuan kampus bahaya," kata Ratna khawatir.

"Mami nggak usah khawatir, pelan-pelan pasti bisa kok. Lagian dapet istri secantik Andara aku mana bisa nolak sih?"

"Jangan jadikan cantik landasan nikah Gin. Nanti kalau cantiknya ilang, landasan menikah kamu juga ilang. Kalian saling kenal dulu aja, saling menghargai, saling jaga kepercayaan, jangan memaksakan. Toh, kalau kamu nggak dapet jatah malem ini juga wajar, mana ada perempuan yang mau kasih jatah ke cowok yang belum dia percaya," kata Sekar panjang lebar.

"Siap, Kak. Ini nih baru wejangan beneran. Pantes ya, Kak Haikal nggak bisa berpaling, idaman gini."

***

Canggung. Itu yang dirasakan Andara dan Gino sekarang, karena terjebak di satu kamar yang sama dalam semalam. Sudah pukul sebelas malam dan belum ada yang berniat untuk memejamkan matanya. Gino sedari tadi memilih bermain game di ponselnya dan Andara sibuk mencari posisi nyaman untuk tidur.

"Kamu nggak bisa tidur?" tanya Gino. "Kalau nggak bisa karena ada aku di sini, aku tidur di luar nggak apa-apa kok."

"Bisa-bisa aku disambit ibu, Gin. Udah nggak apa-apa semalem doang." Andara berbalik menunggui Gino dan mencoba untuk tidur.

"Kalau nanti di rumahmu kita tidur sekamar, 'kan?" tanya Gino.

Andara membuka matanya lalu mengahadap ke arah Gino. "Nggak lah, mimpi kamu. Kita beda kamar."

"Kok pisah sih Bunny?" protes Gino. "Mana ada suami istri pisah kamar? Itu kan kalau mau cerai, nah kita kan baru aja mulai!"

Andara memutar matanya. "Mana ada suami istri nggak deket kayak kita? Nggak kenal kayak kita?"

"Salah satu cara biar kita deket itu harus bobok bareng," kata Gino. "Sama aja dong ya, aku jadi suami orang, tapi nggak ngerasain kelonan sama istri."

Andara mengambil bantal dan memukul kepala Gino. "Auw, Bunny! Pelan-pelan dong!"

"Nggak ada kelonan! Anak kecil jangan mikir yang nggak-nggak!" sungut Andara.

"Enak aja aku anak kecil! Bisa bikin anak kecil iya!" Gino memanyunkan bibirnya. "Andara, kamu serius kita pisah kamar? Satu kamar nggak mesti harus ngapa-ngapain kan bisa."

Andara menarik napasnya. "Step by step ya, Gino? Aku nggak nyaman tidur sama cowok yang nggak aku kenal banget. Kalau emang kita jodoh, suatu saat kita pasti tidur seranjang kok."

"Oke," kata Gino. "Tapi ada syaratnya." Ia menaik-turunkan alisnya.

"Syarat apaan? Jangan aneh-aneh!" Perasaan Andara sudah tidak enak.

"Kamu harus bantu aku ngerjain tugas, termasuk tugas dari kamu sendiri," jawab Gino dengan senyum penuh kemenangan.

"Big no! Yang namanya tugas itu dikerjain sendiri buat ngukur kemampuan kamu," dengkus Andara.

"Kan aku bilang bantuin, bukan suruh ngerjain. Lagian ini perintah suami, nggak boleh bantah." Gino menyeringai.

Andara yang sudah sebal dengan Gino, menoyor kepala suaminya, membuat lelaki itu mengaduh kesakitan. Enak saja, main ngomong perintah suami. Dasar suka ambil kesempatan! Gerutu Andara dalam hati.

"Bunny! Alusan dikit dong, jangan kasar." Gino memegangi keningnya yang terasa sedikit pening. "Kamu kok suka KDRT gini sih?"

"Udah tidur! Besok kita masih banyak acara. Dan berhenti panggil aku Bunny!" Saat Andara ingin memejamkan mata, getaran ponsel yang diletakkan di bawah bantalnya membuat ia terpaksa melihat siapa yang mengirim pesan semalam ini.

Mulut Andara seketika menganga saat membaca pesan yang ia terima. Dengan tatapan sengit, ia mencubit lengan sang suami, yang membuat lelaki itu menoleh ke arahnya. Lalu, Andara memberikan ponselnya pada Gino dan membiarkan lelaki itu membacanya.

"Ini semua gara-gara kamu!" desis Andara.

Gino yang sedari tadi menahan tawa sejak membaca pesan di ponsel Andara, kelepasan juga. Lelaki itu terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.

"Malah ketawa! Nggak lucu!" rengek Andara.

Gino yang gemas dengan tingkah laku sang istri menangkup pipi Andara dan mencium keningnya, membuat wanita itu membelalakkan mata.

"Iya kan, ibu aja nggak rela kalau aku kamu kasarin Bunny," kata Gino kemudian. "Udah, sekarang tidur ya Bunny, good night."

From: Ibu
02/04/2018 || 11.00 PM

Dara, pelan-pelan dong kalo mau ronda malam sama Gino. Jangan main kasar. Ibu dari tadi nggak bisa tidur denger Gino jejeritan.

TBC
***

Si ibu salah paham yak😆😆😆

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top