09 - First Date

In the car I just can't wait
To pick you up on our very first date
Is it cool if I hold your hand?
Is it wrong if I think it's lame to dance?
Do you like my stupid hair?
Would you guess that i didn't know what to wear?
I'm just scared of what you think
You make me nervous so I really can't eat

Blink 182 - First Date

.

.

Hari ini berjalan lancar bagi Andara, setidaknya sampai sekarang. Tidak tahu bagaimana nanti. Wanita itu memikirkan Gino yang sangat bersemangat menjalin hubungan dan kemistri dengannya. Ia bingung menentukan motif lelaki itu, apa Gino benar-benar tertarik padanya atau karena mereka harus terjebak dalam pernikahan sehingga lelaki itu mau tidak mau harus mengenal dirinya lebih dalam.

Kurang dari dua minggu statusnya akan berubah menjadi istri orang. Dan hebatnya ia belum menceritakan hal ini pada satu orang temannya. Seharusnya ia bercerita pada Sophie, tapi ia malu dan bingung harus dari mana bercerita.

"Bu Andara, sudah mau pulang?" Tiba-tiba suara seorang lelaki membuyarkan lamunannya.

"Eh, iya Pak Daniel." Andara mengangguk sopan.

Daniel Januar, salah satu dosen muda jurusan arsitektur yang menjadi idola di kalangan mahasiswi. Penampilannya yang trendi menjadi ciri khas utama lelaki tiga puluh tahun itu. Apalagi ditambah wajah rupawan dan statusnya yang masih single membuat banyak mahasiswi mendekati lelaki itu.

"Bareng saya aja Bu, saya juga udah mau pulang," tawar Daniel.

"Nggak usah Pak Daniel, saya mau pesen ojek online aja," tolak Andara halus.

"Rumah Bu Andara, di Perumahan Puri Indah, 'kan? Searah sama saya, dari pada nunggu ojek online, mending sama saya," bujuk Daniel.

Andara tampak ragu, namun akhirnya ia mengiyakan ajakan Daniel setelah lelaki itu kembali membujuknya. Di dalam mobil, mereka berbincang seperlunya. Menurut Andara, Daniel itu orang yang easy going, tapi karena tidak kenal dekat dengan lelaki itu, jadi ia belum terlalu nyaman untuk bicara banyak dengannya.

"Bu Andara kalau ada temen dosen yang nawarin pulang bareng jangan ditolak, apalagi kalau ditawarin sama dosen senior, nanti jadi bahan omongan," kata Daniel tiba-tiba setelah beberapa saat diam.

Wajah Andara memerah karena malu. "Iya Pak, takut merepotkan aja."

Daniel tertawa. "Santai aja Bu, biasanya Bu Andara bawa mobil, 'kan?"

"Mobil saya lagi di bengkel."

"Oh, kalau gitu, besok berangkatnya bareng saya aja Bu."

"Nggak usah Pak, saya bareng adik saya aja. Kebetulan juga kuliah di sana."

"Oalah, punya adik ternyata? Siapa nama adiknya?"

"Adik saya cowok Pak, jadi nggak bisa dideketin Pak Daniel," canda Andara.

Lelaki itu kembali tergelak. "Kenapa harus deketin adiknya kalau bisa deketin kakaknya?"

Kali ini Andara mematung. Apa ini? Daniel salah bicara kan?

"Bercanda Bu, jangan dibawa serius," kata Daniel masih dengan tertawa.

Andara langsung bernapas lega. Bahaya jika Daniel memang tertarik dengannya. "Berhenti Pak, itu rumah saya." Andara menunjuk rumah berpagar hitam. "Terima kasih banyak Pak Daniel mau direpotkan."

"Sama-sama Andara, kalau di luar kampus panggil saya Daniel aja, saya panggil kamu Andara. Saya rasa umur kita nggak jauh beda, 'kan?" Dan Andara hanya bisa mengangguk kaku.

***

Baju? Oke. Jam tangan? Oke. Parfum? Oke. Isi dompet? Oke. Semuanya sudah lengkap, Gino tersenyum sambil melihat pantulan dirinya di cermin. Ia sudah sangat siap untuk menjemput calon istri untuk berkencan malam ini. Lelaki itu mengambil jaket yang tersampir di gantungan baju, lalu menuruni tangga dan pamit pada ibunya yang sedang membaca majalah di ruang keluarga.

"Mau ke mana Gin?" tanya Ratna, sang ibu.

"Mau kencan dong Mi," jawab Gino sumringah.

Ratna mengerutkan keningnya. "Gino, inget dua minggu lagi kamu nikah, jangan macem-macem!"

Gino tertawa mendengar tanggapan ibunya yang terlampau serius dan khawatir. "Mami nggak tanya Gino mau kencan sama siapa?"

"Memangnya siapa?"

"Calon menantu Mami dong."

"Beneran kamu keluar sama Andara?"

"Bener dong Mi, nanti Gino kirim fotonya," kata Gino. "Sekarang Gino berangkat dulu Mi, assalamualaikum."

"Waalaikum salam."

Gino melajukan mobil dengan kecepatan sedang menuju rumah Andara, ia sempat khawatir jika wanita itu akan membatalkan kencan mereka. Apalagi sebenarnya dia tidak setuju. Namun, kekhawatirannya sirna saat mendapati sang calon istri sudah siap di teras rumah dengan menggunakan celana kulot merah marun dan kemeja berlengan panjang berwarna krem. Rambut wanita itu dibiarkan digerai, membuatnya terlihat lebih elegan.

"Halo calon istri," sapa Gino saat Andara masuk ke dalam mobil. Wanita itu hanya mencebikkan mulutnya tanpa berniat menjawab sapaan dari Gino. "Kita ke Hartono aja, ya?"

Andara mengangguk. "Terserah mau ke mana, aku udah laper."

Setengah jam kemudian, mobil Gino memasuki pelataran parkir Hartono Mall. Ia dan Andara lalu berkeliling sebentar untuk memilih tempat makan yang diinginkan Andara. Akhirnya wanita itu menjatuhkan pilihannya pada restauran dengan menu makanan Jepang.

"Makasih udah mau kencan sama aku," kata Gino tiba-tiba dengan senyuman lebar.

Kening Andara mengernyit, ia merasa heran dengan sikap Gino. "Apaan sih kamu tiba-tiba ngomong gitu?"

"Beneran loh aku ngucapin makasih. Aku sempet mikir kamu nggak mau kencan sama aku," jawab Gino.

Andara sangat ingin bertanya, apa motif lelaki itu. Apa Gino benar-benar tertarik padanya atau ada hal lain. Namun, wanita itu mengurungkan niatnya karena ia takut mendengar jawaban dari sang calon suami.

"Gino, nanti kalau nikah, aku boleh ngundang temen aku nggak? Satu orang aja kok, paling sama pasangannya," tanya Andara ragu.

"Boleh, terserah kamu mau undang siapa aja. Lagian kita pesen catering makannya banyak, tapi nggak tahu mau undang siapa," jawab Gino.

"Oke, makasih."

"Andara, kamu malu nggak nikahan kita cuma akad aja, nggak pakai resepsi kayak yang lain?"

Andara menggeleng. "Nggak lah, ngapain? Lagian emang ini yang terbaik, 'kan? Kalau kamu mau ada resepsi, kita bisa adain lagi kan pas nanti kamu udah lulus?"

"Aku orangnya santai aja lah. Mau ada resepsi, mau nggak, yang penting kamu sah jadi istri aku," jawab Gino sambil mengerling. "Andara, tapi kamu nggak ada pikiran buat cerai atau bikin kontrak nikah gitu kan?"

Mata wanita itu membulat sempurna. "Nggak!" Suara Andara meninggi, dia panik dan kesal, "walaupun aku belum cinta kamu Gin, walau pun kita belum kenal dekat, walaupun alasan pernikahan itu sebuah kesalahan, aku nggak pernah mikir mau jadi janda! Nikah itu sekali seumur hidup! Atau kamu jangan-jangan yang mau cerai?"

"Tenang Andara, aku nggak punya pikiran ke sana. Aku cowok normal, single, suka cewek cantik, mandiri, kayak kamu. Kalau udah ada cewek sesuai tipe ideal aku, kenapa harus aku lepas?"

Obrolan mereka terhenti sejenak saat seorang pelayan datang mengantarkan pesanan mereka. Keduanya menikmati makan malam mereka dengan tanpa banyak bicara. Setelah selesai makan, Gino mengajak Andara berkeliling.

"Kamu nggak mau beli sesuatu?" tanya Gino sambil melihat-lihat jajaran baju di depannya.

"Apa, ya? Biasanya kalau mau nikahan butuhnya apa sih?"

Gino tertawa. "Ya nggak usah buat nikahan juga. Kamu lagi pengin baju? Atau di rumah kamu ada barang yang kurang?"

"Aku nggak punya blender. Kita butuh blender nggak?"

"Butuh lah, gimana kalau mau bikin jus?"

Andara mengangguk-angguk. "Oh iya, lipstik aku juga habis. Terus kopi, kopi juga habis."

"Kamu suka kopi?" Andara kembali mengangguk. "Jangan kebanyakan minum kopi, nggak sehat. Minum susu aja. Lagian kopi apanya sih yang enak? Pahit gitu."

"Ih, dasar bocah! Nggak doyan kopi, kayak bayi tahu!" ledek Andara.

Gino mendorong trolley di belakang Andara, sambil menunggu wanita itu selesai mengambil kopi dan gula. Mereka lalu ke bagian barang elektronik untuk memilih blender. Meski awalnya tidak ada niat untuk berbelanja, kini trolley mereka sudah penuh dengan berbagai barang belanjaan. Mulai dari makanan, snack, alat-alat rumah tangga dan kosmetik.

"Jangan pakai warna yang terang gitu Andara, pakai warna kalem aja," ujar Gino saat melihat Andara mencoba lipstik merah terang di tangannya.

"Kan coba doang," gerutu Andara. Meskipun ingin, wanita itu tidak jadi membeli lipstik tadi karena ia tidak tahu kapan akan memakai lipstik warna merah cabai. Akhirnya, ia memilih lipstik berwarna nude, dengan shade merah muda yang tampak cocok dengan kulitnya.

"Nah, cakep." Gino tersenyum puas.

Setelah membayar barang belanjaan di kasir, keduanya berjalan beriringan menuju tempat parkir. Mereka berdua sempat berdebat karena Andara ingin membayar belanjaannya sendiri, sedangkan Gino ngotot ingin membayar semuanya.

"Aku punya uang sendiri Gino!"

"Aku juga ada. Kamu kan tahu aku juga kerja. Lagian ini kan kewajiban suami."

"Kan kamu belum jadi suami, jadi nggak ada hak kamu bayar belanjaan aku."

"Tinggal dua minggu lagi Andara, udah nggak usah banyak protes! Kalau kamu mau ganti uang aku, nanti di kencan selanjutnya!"

Saat akan keluar dari mall, langkah mereka terhenti karena seseorang memanggil nama Gino.

"Eh, dapet gandengan baru!" seru Audrey.

Andara tampak panik saat mencoba mengingat apakah ia pernah melihat wajah gadis di depannya di salah satu kelasnya.

"Apaan sih lo," gerutu Gino.

"Eh, lo nggak hamilin anak orang, 'kan?" tanya Audrey dengan senyum jahil di wajahnya.

"Nggak ada cerita gue hamilin anak orang, sekarang gue mau pulang dulu."

"Yah ... padahal gue udah masukin obat ke jus lo waktu itu." Audrey menghela napas kecewa.

Gino dan Andara berpandangan, kemudian air muka Gino berubah, rahangnya mengeras. "Gila lo emang! Untung nggak ada kejadian apa-apa!" bentak Gino lalu menarik tangan Andara dan meninggalkan Audrey.

"Jadi, dia penyebab kita terjebak di situasi ini?" tanya Andara saat mereka sudah di dalam mobil. "Dia siapa Gin?"

"Mantan aku. Kamu tenang aja, dia nggak tahu siapa kamu."

"Anak kuliah?"

"Beda fakultas, nggak usah khawatir."

Lalu keduanya terdiam, suasana pun jadi hening. Gino fokus mengemudi mobilnya. Pikiran lelaki itu tiba-tiba dipenuhi dengan pernyataan Andara yang menganggap pernikahan mereka adalah jebakan. Apa Andara belum ikhlas? Pikir Gino. Jika wanita itu berpikir demikian, ia akan membuat calon istrinya terjebak selamanya di pernikahan mereka. Gino akan membuat Andara tidak mau keluar dari situasi yang menjebaknya.

***
Seperti biasa, aku double update...
Lupa banget, bisa-bisanya nggak update selama 4 hari...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top