05 - Trouble

Oh no what's this?
A spider web, and I'm caught in the middle
So I turned to run the thought of all the stupid things I've done

Coldplay – Trouble

.

.

Gino menatap sandwich di hadapannya tanpa gairah. Ia sesekali melirik ke arah perempuan yang duduk di sebelahnya yang juga terlihat gundah. Lelaki itu menghela napas, entah sudah yang ke berapa kali pagi ini. Mereka sekarang sedang menunggu kedatangan orangtua Andara di Golden Cafe.

Pelayan menyajikan dua porsi sandwich untuk Gino dan Andara, tapi nampaknya kedua orang itu memilih untuk menjadikan sarapan mereka sebagai hiasan meja.

Semalam Gino masih bisa tertawa, tapi sekarang menarik kedua sudut bibirnya saja terasa berat. Bagaimana bisa ajakan Richard ke klub malam jadi awal bencana? Gino bersumpah tak akan menginjakkan kakinya ke tempat hiburan malam terkutuk itu lagi.

Kalau Andara kakaknya Andre, berarti dia lebih tua dari gue dong? Katanya di Singapura enam tahun, itu sama kuliah. Tapi kok nggak kelihatan tua. Batin Gino.

"Andara ... " Andara mendongak dan menatap Gino. "Kamu sama Andre beda berapa tahun?" Wajah wanita itu memucat mendengar pertanyaan lelaki yang lebih muda itu.

Gino yang menyadari perubahan mimik wajah wanita itu kembali berpikir, apa dirinya membuat Andara tidak nyaman? Atau salahkah ia menanyakan usia pada perempuan yang baru dikenal? Sial! "Eh, aku nggak maksud nyinggung kamu, kalau nggak bisa jawab juga nggak apa-apa."

Andara tersenyum canggung. "Bukannya gitu, aku takut kamu kaget aja." Aku takut kamu kaget pas tahu aku itu dosen kamu.

"Emangnya kaget kenapa?"

Andara mengatur napasnya. "Gino, kamu udah bilang ke temen kamu suruh hapus foto itu, terus larang mereka buat nggak nyebarin foto itu kan?"

Tadi setelah melihat fotonya dengan Gino, ia langsung meminta lelaki itu menyuruh temannya untuk tidak menyebarkankan foto tersebut.

Gino mengangguk. "Mereka bilang nggak akan nyebarin kok."

"Omongan mereka bisa dipegang kan, Gin?"

"Iya, Andara. Kenapa kamu takut banget? Maksudku ya aku juga takut kalau foto itu kesebar, aku nggak mau ada gosip aneh-aneh aja di kampus."

"Aku juga," gumam Andara, kepalanya menunduk. "Aku juga nggak mau gosip itu kesebar di kampus. Soalnya aku bisa aja dipecat dari pekerjaanku."

"Kampus? Dipecat? Maksudmu?"

"Gino, aku cuma mau ngomong kalau kamu cowok baik, tapi pertemuan kita kali ini adalah pertemuan terakhir antara Andara dan Gino. Karena pertemuan kita selanjutnya adalah antara dosen dan mahasiswa." Andara pun akhirnya mengatakan apa yang mengganggu pikirannya.

Gino mengernyitkan kening, lelaki itu masih berusaha mencerna pernyataan panjang lebar dari Andara. "Maksudmu dosen dan mahasiswa?"

Andara terkekeh. "Kamu kok lola sih. Maksud aku, mulai Senin besok, aku bakal jadi dosen di tempat kamu kuliah."

Mata Gino membulat sempurna, serta mulutnya ternganga. "What the—" Ia menutup mulutnya rapat saat umpatan kasar hampir terselip dari bibirnya. "Bercanda kamu garing, ih." Lelaki itu memilih tidak percaya apa yang dikatakan Andara.

"Umurku dua tujuh Gino, aku kuliah enam tahun di Singapura dan ngajar dua tahun di sana." Andara menerangkan.

"Jadi ... kamu dosen aku? God, aku tidur sama dosen sendiri." Gino menyugar rambutnya.

Andara memasang wajah menyengir mendengar perkataan Gino. Walaupun memang benar jika mereka tidur bersama. "Sekarang kamu tahu gimana gawatnya kalau foto itu kesebar?"

Suara lonceng di pintu yang menandakan datangnya tamu membuat kedua orang itu menoleh ke arah pintu bersamaan. Gino menahan napasnya saat melihat Andre yang diikuti kedua orangtuanya. Hidup dan matinya ditentukan sekarang, pikir Gino. Ia mulai membuat data hukuman apa saja yang akan diberikan oleh kedua orangtua Andara padanya.

Gino berdiri untuk menyalami orangtua Andre dan Andara, dan mempersilakan mereka duduk. Ia lalu memanggil pelayan untuk mencatat pesanan mereka. "Tenang Om, Tante, ini gratis." Emi melirik Gino tajam dan menyebikkan mulutnya membuat nyali lelaki itu menciut.

"Dara, apa pergaulan kamu di Singapura liar begini? Sampai kamu tidur sama cowok yang nggak kamu kenal?!" Dan mulailah persidangan yang mempertaruhkan nasib hidup Gino dan Andara.

Andara berjengit saat mendengar suara ibunya yang meninggi. "Nggak Bu. A-ada yang ngasih obat ke minuman Dara, jadi Dara nggak sadar, terus tahu-tahu bangun ada di sini."

Emi lalu mengalihkan pandangannya kepada Gino. "Kamu kenapa nggak antar Dara pulang atau antar dia ke hotel gitu?"

"M-maaf Tante, minuman saya juga dikasih obat, bangun-bangun udah di sini. Saya inget sedikit, kayaknya saya dan Dara diantar pulang temen saya," jawab Gino gugup.

"Dara, kamu itu perempuan, sudah dewasa, harusnya bisa menjaga diri. Kalau ada apa-apa gimana?" Surya ikut bicara. "Kalian berdua beneran nggak nglakuin apapun?" Andara dan Gino menggelengkan kepala bersamaan.

"Kamu tahu kalau foto tadi bisa hancurin karir kamu sebagai dosen?" cecar Emi.

"Teman saya udah bilang nggak bakal nyebarin foto itu Tante," tutur Gino.

"Kamu yakin? Berapa persen? Terus nanti temen kamu tahu kalau Dara itu dosen gimana reaksi mereka? Kamu bisa jamin info itu nggak bocor? Kamu bisa jamin seratus persen nggak?"

Gino diam mati kutu. Dia tidak bisa menjamin seratus persen teman-temannya tidak iseng untuk tidak menyebarkan foto itu saat menggodanya.

"Temen kamu itu kan satu kampus sama kamu, mereka juga bakal diajar Dara, image Dara sama mereka udah jelek duluan dong," sungut Emi menatap Gino galak membuat lelaki itu menelan ludahnya dengan susah payah. Dirinya harus bagaimana?

"Ya udah, kalau gitu kasusnya, Ayah punya rencana bagus untuk menyelesaikan masalah ini," tutur Surya dengan bijak. Seluruh pasang mata yang ada di meja itu melihat ke arah lelaki itu dengan harapan besar. "Kita nikahkan saja Dara dan Gino."

Sendok yang dipegang Andre jatuh mengenai piring membuat suara klontang yang nyaring.

"Ayah!"

"Ayah!"

Andara dan Emi memekik bersamaan, wajah mereka menampilkan keterkejutan sekaligus ekspresi tidak percaya.

"T-tapi kan Om, saya sama Andara nggak ngapa-ngapain?" tanya Gino dengan suara bergetar. Ya kali gue disuruh ngawinin dosen gue sendiri?

"Apa mereka percaya sama penjelasan kamu?" Surya menaikkan alisnya. "Cerita apapun di balik gambar itu nggak bakal didengar, yang orang lain lihat itu kamu dan anak saya tidur bareng. Terus orang bakal lihat status kalian berdua, kok dosen sama mahasiswa bisa gitu sih? Kalian mau apa?"

Terdengar helaan napas dari Andara. Yang dikatakan ayahnya benar. Penjelasan apapun nanti tidak akan berguna. Tapi, menikah? Masa Andara harus menikah sama bocah yang seumuran Andre yang baru dikenalnya semalam lagi. Jelas tidak mungkin. "Ayah, emangnya nggak ada cara lain?"

"Kalau kamu sama Gino menikah, nanti mereka akan lebih percaya. Bisa aja kamu bilang kamu kecapekan terus nginep di sini, kan kamu udah ada hubungan sama Gino dan mau menikah," jelas Surya.

"Yah, tapi Gino masih kecil, lebih muda dari Dara. Harusnya kan yang jadi suami Dara itu pria yang udah dewasa, bisa mengayomi," protes Emi.

"Bu, pria lebih muda bukan berarti nggak dewasa lho," tegur Surya. "Lihat aja di umur segini dia punya cafe, Gino pasti bisa mengayomi Dara. Pelan-pelan aja. Lagian Ayah kenal sama keluarganya Gino, dulu waktu buat perabotan cafe juga pesennya di Ayah."

Wajah Andara semakin kecut mendengar penjelasan Surya. Ayahnya berharap bocah seperti Gino bisa mengayomi dia? Astaga! Ayah pasti udah gila.

Di sisi lain Gino juga tidak tahu harus menanggapi apa. Menikah di usia dua puluh satu tahun itu gila! Tidak masuk di dalam rencana hidupnya. Prioritas utamanya saat ini adalah mengembangkan Golden Café sampai punya banyak cabang. Akan tetapi, jika ia menuruti keegoisan dirinya, dia juga tidak tega membuat Andara terkena masalah apalagi jika sampai dipecat. Toh, nanti yang kena imbasnya ia juga.

"Om, gimana kalau saya bicarain sama ibu dan kakak saya dulu?" usul Gino. Andara yang duduk di sebelahnya memberi tatapan tajam pada lelaki itu.

"Boleh, kalau kamu udah bilang sama keluarga kamu, kabarin saya. Nanti saya akan ke rumah kamu, sekalian bicarain ini," jawab Surya. "Inget lho ya, sementara ini, pernikahan itu solusi termudah untuk masalah kalian. Nggak ada yang tahu juga, kalau ternyata ini cara Tuhan menjodohkan kalian."

Jodoh? Yang benar saja. Andara mengerang dalam hati. Dipimpin oleh bocah lelaki yang suka cengengesan seperti Gino tidak pernah ia minta pada Tuhan. Tapi, kenapa? Apa memang Gino ini cerminan dirinya? Kan katanya jodoh itu cerminan diri kita sendiri. Sekali lagi Andara melirik Gino yang juga terlihat frustasi, ya setidaknya lelaki itu juga tidak menerima pernikahan ini, semoga bisa dinego.

TBC
***
Sudah double up nih 😁

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top