26. Waiting Me

Suara gadis itu berhasil membuat tubuhnya berpaling dariku. Tersisa punggung tegapnya saja yang menyapa pandanganku saat ini, “Tunggu sebentar!” teriaknya cukup nyaring. Detik selanjutnya aku harus mengerjabkan mata berkali-kali saat dengan cepat tubuhnya kembali menghadap padaku.

“Ayo, ikut aku!” suaranya terdengar tegas dan tak terbantahkan. Lalu, tanpa permisi dia menarik pergelangan tanganku. Apa-apaan ini? Aku hanya bisa menatap jemariku yang di genggam olehnya dengan senyuman miris, prihatin pada diriku sendiri, kenapa aku tidak bisa menolak ajakannya. Dengan tidak tahu dirinya langkah kakiku justru terus mengekor di belakangnya. Berjalan menghampiri seorang gadis yang saat ini sedang berdiri di samping mobil Kyuwon.

Sebenanrnya bukan tanpa alasan, jika boleh jujur aku ingin melihat dari dekat, siapa gadis yang bersama Kyuwon saat ini. “Sialan kau! Aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi.” suara gadis itu terdengar tidak bersahabat. Siapa dia sebenarnya? Aku masih berdiri di belakang Kyuwon, mengintip kecil dari balik punggungnya. Gadis itu cantik sekali, apa mungkin Kyuwon memiliki hubungan dengannya? Apa ini salah satu pertanda dia sudah mulai sembuh dari ke-gay-annya? tapi anehnya kenapa mereka tidak terlihat saling dekat.

“Maaf sepertinya aku harus mengantar rekan kerjaku pulang lebih dulu, baru setelah itu aku bisa mengantarmu pulang.” suaranya terdengar seperti gendaman keras yang menohok hatiku. Apa aku tidak salah dengar? Rrekan kerja.  Jadi hanya sebatas itu hubungan kami setelah kejadian malam itu? Bodoh! Memangnya kau berharap seperti apa lagi? Bukankah sudah jelas sekali, Kyuwon hanya membutuhkan tubuhmu saat itu.

“Baiklah kalau begitu aku naik taksi saja.” jawab gadis itu dengan nada ketus yang sama sekali tidak ditutup-tutupi. Gadis itu melangkahkan kakinya, berniat meninggalkan kami. Tapi sayangnya gerakan Kyuwon lebih cepat dari nada bicaranya, pria itu menahan lengan gadis itu.

“Hei tunggu dulu nona! Kita masih bisa pulang bersama-sama, rumahnya lebih dekat dari kantor ini, karena itu aku akan mengantarnya lebih dulu.” Kyuwon memberi alasan. Tentu saja aku tahu diri dan merasa tidak enak melihat perdebatan mereka.

Aku memilih inisiatif lebih dulu. “Lebih baik aku saja yang akan pulang sendiri, lagipula rumahku tidak terlalu jauh, hanya naik bus beberapa menit saja sudah sampai, kalau begitu aku permisi.” Membalikkan tubuhku, belum sempat aku melangkah, lagi-lagi kurasakan cengkraman kuat meremas pundakku, tanpa bertanya tentu kalian tau siapa pelakunya bukan? Lihat saja. Saat ini tangan kirinya berada di lengan gadis itu, sedangkan tangannya yang lain berada di pundakku. Ya Tuhan! aku sungguh tidak mengerti, sebenarnya apa keinginan pria ini? Tidak bisakah dia melepaskan salah satu diantara kami? dasar keras kepala!

“Tidak! Kau harus tetap pulang bersamaku.” Mengembuskan napas panjang, aku siap melayangkan protes, namun sudah ada suara lain yang mengintrupsi ucapanku.

“Lepas! Aku yang akan pulang sendiri.” Gadis itu mengempaskan tangan Kyuwon yang bersarang di lengannya dalam sekali hentakan. Setelah itu dia berjalan cepat meninggalkan kami, tanpa menoleh sedikitpun lagi, dan anehnya Kyuwon hanya berdiri dalam diam, sama sekali tidak berniat mengejar gadis itu.

“Ayo kita pulang.” suaranya kembali terdengar.

“Kau tidak mengejarnya?” tanyaku penasaran. Retina mataku masih tetap memindai kepergian gadis itu, terlihat dia sedang menghentikan sebuah taksi.

“Dia yang ingin pulang sendiri.”

“Dia juga wanita, tidak seharusnya kau membiarkannya pulang sendiri.”

“Sudahlah! Aku tidak ingin kau menambah rasa pening di kepalaku.”

“Apa kau sakit?” tanyaku khawatir.

“Park Hyo Reen, tidak usah banyak bertanya, kita pulang saja.” Aku mengerucutkan bibir, kecewa mendengar nada bicaranya yang sedikit tinggi padaku, seperti inikah sosok Cho Kyuwon yang sebenarnya?,

“Turunkan nada suaramu itu!” aku membalas ucapannya dengan nada tidak kalah tinggi. Pria sialan, dasar pemarah! Rutukku dalam hati. “Kau pikir, karena siapa aku pulang hampir malam seperti ini, kau menghilang begitu saja padahal masih banyak pekerjaan di kantor.” Melipat kedua tanganku di depan dada seraya memunggunginya, pria ini benar-benar membuatku kesal, apa dia sama sekali tidak merasa bersalah?

“Maafkan aku, karena itulah aku akan mengantarmu pulang.”

“Aku bisa pulang sendiri.” langkah kaki panjangku mulai bergerak meninggalkannya, ”Tidak kau harus tetap pulang bersamaku.”

Sialnya dia justru terus mengikuti langkahku, aishh! Telingaku benar-benar gatal mendengar ocehannya yang tidak mau berhenti seiring pergerakan kakiku, hingga pada akhirnya, akupun mengalah. Membalikkan tubuhku dan berjalan di sampingnya, dalam hati aku merasa sangat kesal. Tentu saja senyuman penuh kemenangan tersemat di bibir pria itu saat aku mau mengikuti keinginannya.

“Siapa pria yang mengantarmu tadi, kenapa tidak diajak masuk lebih dulu? Hei! Putriku kenapa cemberut seperti itu?” Aku tersentak mendengar suara ibu, mengusik lamunanku yang sedang sibuk memutar kembali memori kejadian beberapa saat lalu.

“Siapa pria itu? Wajahnya terlihat asing, yang ibu tahu selama ini kau tidak pernah dekat dengan pria manapun kecuali….? Ibu menggantung kalimatnya, entah apa yang sedang dia pikirkan saat ini. “ Bagaimana hubunganmu dengan Siwon, apa kalian baik-baik saja, apa dia sudah memberimu kabar lagi? Lanjutnya dengan banyak pertannyaan yang membuat kepalaku pening.

“Ibu, jika ingin bertanya satu-satu saja, aku bingung harus menjawab yang mana dulu.” Senyuman hangat tersemat di wajahnya saat mendengar penuturanku.

“Baiklah ibu tidak akan banyak bertanya, tapi ceritakan sesuatu, ibu yakin pasti ada yang sedang kau sembunyikan saat ini.”

“Apa ibu pernah merasakan bimbang?” pertannyaanku membuat keningnya berkerut, sejujurnya hal ini memang sulit aku ungkapkan. Namun aku tidak tau pasti, kebimbangan macam apa yang sedang kurasakan saat ini.

“Katakan pada ibu, alasan apa yang membuatmu menjadi seperti ini sayang.” Kurasakan kelembutan tangan eomma membingkai wajahku.

“Ibu tahu sendiri, sejak kejadian buruk itu, aku tidak pernah dekat dengan pria manapun kecuali dia. Aku masih mengingatnya dengan jelas, beberapa bulan setelah kelulusanku, saat itu aku masih kebingungan mencari pekerjaan, saat itulah tiba-tiba Siwon datang padaku. Entah dengan alasan apa, aku merasa pria itu terlalu baik, tanpa aku minta, dia merekomendasikanku pada sebuah perusahaan, serta memberikan segala apapun yang aku butuhkan. Dia juga memberikan cinta dan perhatian sepenuhnya untukku” Aku membuang napas sejenak sebelum melanjutkan ucapanku, sedangkan ibu masih sangat sabar mendengar semua keluh kesah yang sudah sering aku ceritakan padanya.

“Semua hal yang dia lakukan membuatku merasa tidak nyaman jika terus mengabaikan perasaan tulusnya, jujur sebenarnya saat itu aku masih ragu ketika harus menerima kehadirannya berada di sisiku, namun aku selalu berpikir positif, jika memang dialah pria terbaik untukku maka aku akan mempercayakan hatiku agar dijaga olehnya, namun pada akhirnya dia juga yang membuatku menunggu seperti ini, tanpa kepastian, aku bahkan tidak tau kapan dia akan pulang dan kembali padaku.” suaraku terdengar semakin lirih, rasanya aku tidak sanggup berkata lebih banyak lagi.

“Sudah berapa kali ibu katakan, lupakan kejadian buruk itu, ibu tidak ingin kau terus menerus terpuruk dalam kenangan hitam.” Aku hanya bisa mengangguk mendengar nasehat ibuku. “Satu lagi ingat, kau juga harus tetap bersabar sayang, bukankah Siwon pernah berkata dia akan menikahimu jika pulang nanti?”

“Tapi, bagaimana jika aku tidak bisa bertahan? Apa aku salah jika hatiku mulai berpaling?” tanyaku dengan suara bergetar, aku tidak sanggup lagi menahan semuanya. “Jika boleh jujur sebenarnya sejak dulu aku tidak pernah bisa membalas rasa cintanya yang begitu besar untukku, entah karena apa, aku sendiri tidak tahu, aku merasa sangat bersalah padanya, apa yang harus kukatakan jika dia pulang nanti?”

“Apa pria itu yang telah membuatmu berpaling?” hembusan nafas lelah milik ibu terlihat begitu kentara.

“Aku tidak tau, yang pasti, pria menyebalkan itu selalu berkeliaran di pikiranku, entah kenapa bisa seperti ini”. Bagaimana mungkin aku mempunyai rasa untuknya sedangkan dia sendiri tidak akan pernah mungkin melihatku. Tangisku mulai pecah, lelehan cairan bening itu meluncur membasahi kedua pipiku, ibu hanya diam seraya mendekap tubuhku, jemari lembutnya tidak berhenti mengusap punggungku, membuatku sedikit merasa nyaman.

Aku merutuk dalam hati, Cho Kyuwon sialan! Berani sekali dia membuatku seperti ini, mungkin rasa bimbang ini tidak akan semakin menjadi jika dia tidak mengatakan untaian kata janggal yang membuatku bingung seperti tadi.

“Bolehkan aku meminta satu permintaan padamu?” Jemariku yang sedang sibuk melepaskan seatbelt berhenti seketika saat mendengar suaranya, aku diam begitupun dengannya, mata kami bertemu, sorot mata penuh harapan terpancar jelas dalam manik matanya, sedangkan aku menyipitkan mata, menatapnya dalam, penuh dengan pertannyaan.

“Baiklah, sebagai rekan kerja yang baik, tentu saja aku akan mempersilakanmu mampir dulu ke rumahku, hanya sekedar minum itu bukan masalah.” Tanganku siap meraih gagang pintu mobil, namun lagi-lagi kurasakan sesuatu menahan pundakku.

“Aku ingin kau bersedia menungguku.”

Kerutan di keningku sudah jelas memberi jawaban, bahwa aku tidak mengerti apa maksud perkataannya, tapi anehnya pria ini justru mengatakan hal-hal lain yang semakin membuatku tidak mengerti.

“Suatu saat aku akan datang padamu dengan diriku yang sesungguhnya, aku harap kau bersedia menungguku.”

“Omong kosong macam apa ini, lagipula kau akan pergi kemana? bukankah setiap hari kita akan selalu bertemu di kantor?” karena tidak mengerti, aku menanggapi ucapannya dengan gurauan. “Sudahlah! ayo cepat keluar.” Aku membuka pintu mobilnya dengan serampangan, efek dari tidak ingin mendengar ocehan tak bermutu miliknya itu. Entahlah! aku merasa hari ini Kyuwon sedikit berbeda, apa dia salah minum obat? Aku keluar dari dalam mobilnya.

Bukannya ikut keluar dari dalam mobil, kulihat dia justru hanya melongokkan kepalanya melewati jendela kaca mobil yang dibuka separuh.

“Mungkin lain kali saja aku akan mampir, setelah ini aku masih ada urusan.” ujaranya seraya memamerkan senyum terbaiknya padaku tanpa rasa bersalah, sekilas aku sempat lupa diri akibat senyumannya, lupa jika dia seorang Gay.

Kalian melihatnya sendiri bukan? Bagaimana mungkin ada dua pria yang memintaku untuk menunggu? Menunggu yang tak pasti, bukankah hal itu bisa saja membuatku nyaris gila? bagaimana jika kalian berada di posisiku saat ini?

 
Chieva
06 Februari 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top