18. Stupid Thinking

Untuk kesekian kalinya aku merutuki, karena lagi-lagi pipiku merona saat mengingat kejadian itu. Astaga! sudah terhitung kurang lebih satu minggu lamanya, seharusnya semua itu telah berlalu begitu saja bukan? ingat! Itu hanya sebuah kebodohan, jadi lupakanlah semuanya!

Kuakui, kata 'bodoh' memang sangat tepat ditujukan padaku. Bagaimana tidak? Cho Kyuwon yang notabene digosipkan sebagai pria Gay dan dingin, justru terlihat sebagai pria heteroseksual yang sangat pandai menggoda wanita. Dan sialnya aku berhasil terjebak kedalam bujuk rayunya malam itu.

Dan lebih lucu lagi, dia justru menggunakan alasan kelainannya agar dapat sembuh dengan cara memanfaatkan tubuhku. Ini sungguh tidak masuk akal! Kenapa harus aku yang menjadi objek pelampiasannya? Ataukah hanya karena malam itu menjadi moment yang pas? Ketakutanku pada petir dan hujan membuatku justru terjun ke kandang singa dan masuk perangkapnya.

Selama satu minggu ini pikiranku terus memutar kejadian malam itu dan mencari jawaban atas perbuatan yang kami lakukan. Satu kesimpulan yang kudapatkan adalah Cho Kyuwon hanya ingin memanfaatkan kesempatan, ya itu saja. Dan bodohnya, aku tidak sanggup menolak.

Tidak ada yang bisa disesali karena bagaimanapun juga hal itu sudah terjadi. Tidak seharusnya aku memikirkannya terlalu jauh. Toh, sesuai dengan apa yang aku sepakati lebih dulu bahwa kami tidak akan mengingat maupun mengungkit atau bahkan melakukannya lagi. Oh! Itu sangat tidak mungkin! Double sialannya, mengapa justru aku sendiri yang tidak bisa melupakan memori malam itu? Segala detail kejadian yang kami lakukan terasa begitu melekat di setiap membran otakku mirip seperti permen karet lengket yang sulit dibuang.

Rasa bibirnya, sentuhan dari telapak tangannya, milikknya yang memenuhi tubuhku, semuanya terasa menggairahkan. Astaga! Park Hyo Reen, apa yang kau pikirkan? Ingat ini kantor. Tidak lucu jika nantinya kau akan basah sendiri akibat khayalan erotismu, baiklah hentikan semuanya. Mulai detik ini aku harus benar - benar melupakannya. Dan aku tidak akan mempercayai lagi  gosip apapun  yang berembus di kantor. Semua itu hanyalah omong kosong, buktinya pria yang dikatakan tidak pernah tertarik dengan wanita justru menjadi sangat berbahaya apabila ada kesempatan. Semua pria memang saja, otaknya tidak jauh dari selangkangan.

Tanpa kusadari jari-jariku sejak tadi mencengkeram kuat pena yang nyaris sesak napas jika seandainya ia bisa bernapas, dan tentu saja jika bisa, benda mati itu akan menyuarakan protesnya agar aku tidak mematahkannya tanpa sengaja. Aku tertawa miris saat menyadari keanehanku beberapa hari ini akibat ulahnya.

Memang setelah kejadian itu, aku sering menghindarinya. Saat kami berpapasan dan akan menggunakan lift yang sama, aku berinisiatif lebih dulu memilih jalan memutar untuk mencari lift lain yang tidak ada dia di dalamnya. Hal itu sengaja aku lakukan akibat tabuhan genderam dalam jantungku yang tidak ingin berhenti saat melihatnya meskipun dalam jarak lebih dari lima ratus meter sekalipun. Dan lagi saat kami berada di ruang kerja yang sama aku lebih memilih menyibukkan diri berbicara dengan Ryeowook maupun Eun Ji, menganggap bahwa makhluk bernama Cho itu tidak pernah ada di dimensi yang sama denganku. Yang terakhir aku tidak habis pikir dengan otakku, mengapa sangat menyukainya panggilan ‘Cho’ untuknya.

Sejujurnya aku sangat sadar bahwa dia masih bersikap seperti biasa kepadaku, seolah tidak pernah terjadi hal apapun diantara kami, entah apa tanggapannya mengenai malam itu aku sendiri tidak pernah tau dan tidak ingin tau. Kelakuannya memang tidak pernah berubah, bahkan kini dia jauh lebih berani menggodaku. Dan anehnya jika biasanya kalimat picisan yang dia lontarkan membuat perutku mual seperti wanita hamil dalam trimester pertama yang selalu ingin muntah. Entah mengapa untuk saat ini justru membuat kupu-kupu indah berterbangan menggelitik perutku. Membuatku melayang hanya dengan bualannya. Tidak masuk akal!

Yups! kalian tidak usah protes, aku tau ini sangat berlebihan. Tapi aku sendiri tidak mengerti, virus yang menyerang tubuhku akhir-akhir ini.

Sejauh yang aku ketahui bahwa pria Gay tidak akan tertarik sedikitpun pada wanita, bahkan hanya untuk melirik saja mereka pasti enggan melakukannya, bukankah memang benar begitu? Aku yakin hampir 99,99% orang di dunia ini akan berpikiran sama denganku, tetapi anehnya dia sungguh berbeda. Apa mungkin dia hanya berpura-pura? Lalu bagaimana dengan Pria yang aku lihat saat Kyuwon akan mengajakku pulang bersama. Jika diamati mereka memang tampak memiliki hubungan dekat. Aissh! Aku sungguh bingung dibuatnya.

Hanya ada satu kenyataan yang aku sadari, semua hal bodoh dan selalu ingin menghindarinya itu kulakukan hanya untuk menutupi kegugupanku saat di depannya. Aku tidak ingin dia melihat pipiku yang merona aneh ini tanpa alasan yang jelas saat di dekatnya. Atau dia akan menyadari keanehanku.

Konsentrasiku yang pada awalnya memang sudah buyar kini semakin berantakan akibat sosok tubuh menjulang tinggi yang sejak tadi menari-nari tanpa permisi di dalam otakku, kalian pasti juga melihatnya, benar sekali! Pria itu kini sedang berdiri di depan meja kerjaku dan tak lupa memamerkan senyum tiga jari andalannya, aku melirik sekilas melewati bulu mataku sebelum kembali memusatkan pandanganku pada beberapa laporan yang sejak tadi tidak kuacuhkan. Ya Tuhan! mengapa aku baru menyadari bahwa sebenarnya dia terlihat sangat errrr…. tampan.

“Apa laporan-laporan itu terlihat lebih menarik daripada diriku?” Akupun menyerah, pada akhirnya pandangan kami bertemu. Jika dia cerdas pasti dapat menyadari sorot mataku yang sebenarnya ingin mengatakan ‘apa yang dia inginkan saat ini’? Dan sialnya aku harus mengakui bahwa dia memang sangat cerdas.

“Jangan pernah merasa bosan, sekarang makan sianglah bersamaku.”

“Apa kau sendiri tidak pernah bosan mendengar penolakanku?” Alisnya terangkat satu, aku sudah siap mendengar kalimat-kalimat protesnya seperti biasa. Tapi apa yang aku tunggu ternyata tidak sesuai dengan apa yang terjadi sebenarnya. Dia mengangkat kedua tangannya ke atas seperti penjahat yang tertangkap polisi, lebih tepatnya dia ‘menyerah’.

“Baiklah.”

Aku melongo tak percaya menatap punggung tegapnya yang kini berjalan membelakangiku. Apa aku tidak salah dengar? Benarkah dia tidak berusaha membujukku? Biasanya dengan senang hati dia akan menarik tanganku. Ya Tuhan! apa yang salah denganku? Bukankah aku sendiri yang secara tidak langsung menyuruhnya pergi. Aneh, ini benar-benar aneh, mengapa tiba-tiba aku merasakan cairan bening lolos melewati pipiku. Aku merasa seperti dicampakkan. Bahkan saat dengan Siwon aku tidak pernah merasa seperti ini?

Mengapa aku bersedih saat menyadari sedikit saja ada perubahan dari sikapnyaa terhadapku? Bukankah aku sendiri yang menginginkannya bersikap seperti itu? Sebenarnya apa yang aku inginkan darinya? Dulu saat menerima tawaran menjadi kekasih Choi Siwon aku bahkan bisa mengiyakannya begitu saja ajakannya. Hanya kalimat ‘Aku akan mencobanya’ yang terlontar dari bibirku, tidak ada beban sedikitpun meskipun saat itu aku belum memiliki rasa apapun padanya.

Mungkinkah hatiku bisa berpaling secepat ini? Ya Tuhan! apa yang aku lakukan? Mengapa aku bisa seperti ini? Bagaimana caraku mengahadapi Choi Siwon saat kami bertemu nanti. Kurang lebih satu bulan lagi dia akan kembali dari perjalanan bisnisnya dari Eropa. Dia sudah berjanji akan menikahiku setelah kepulangannya nanti. Aku tidak bisa membayangkan neraka macam apa yang akan menghampiriku kelak, aku bahkan tidak sanggup lagi menatap wajah malaikat Siwon yang terlalu baik terhadapku, aku sangat bersalah dan merasa tidak pantas untuknya. Tentu saja kebimbangan ini kurasakan setelah kejadian malam itu.

 
Chieva
11 Desember 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top