First


Suara hingar bingar di sebuah klub mulai terasa bergemuruh. Waktu sudah menunjukkan jam 10 malam dan dunia sesungguhnya untuk para pencari kesenangan semu pun dimulai. Sekelompok wanita yang baru sejam lalu tiba pun kini mulai meliukkan tubuh di bangku masing-masing, mengangkat kedua tangan di mana sebelah tangan mereka terdapat seloki berisi minuman keras. Ocehan dan gelak tawa terdengar dari meja tersebut. Kedatangan seorang wanita lain ke kelompok itu disambut riuh para wanita yang telah datang sebelumnya.

"Gue belom telat, kan?!" tanya Jane sambil merebut seloki di tangan wanita yang memakai dress bodycon merah, lalu meminum isinya. Sedikit mengerutkan kening, dia pun menandaskan minuman itu yang disambut tepukan tangan teman-temannya yang lain.

"Katanya lo nggak bisa gabung sama kita-kita, kok sekarang bisa ada di sini?" tanya wanita berbaju merah itu.

"Gue buka kamar sama Andre di atas," jawab Jane sambil menaikturunkan kedua alisnya, "Dinner on the bed!"

"Kamprettt, ya iyalah diijinin sama Andre, sogokannya mantappp!" seru Alia sambil mengacungkan kedua ibu jarinya.

"Andre cemen amat jam segini dah letoy, palingan main cuma satu ronde!" celetuk Starla, si wanita berbaju merah itu yang disambut gelak tawa teman-temannya.

"Iishhh, enak aja! Tadinya gue mau turun agak maleman, eh dia ditelpon bininya. Quickie bentar lumayanlah, tar dia juga ke sini jemput gue lagi." Jemari Jane bergerak menyelipkan rambut ke belakang telinga lalu terhenti saat matanya membelalak karena teringat sesuatu. "Eh, La! Tadi di pas gue nunggu lift, gue liat kakak lo, Rein sama sekretarisnya itu. Kayaknya mereka abis dari resto rooftop. Males banget gue satu lift sama mereka, so, gue pake lift lain."

Senyuman lebar Starla seketika terhenti dan berubah jadi kekehan kecil. Mendengar nama para lelaki itu disebut ditambah keberadaan si perempuan yang tidak ingin dia sebut namanya, membuat moodnya seketika berubah.

"Wiih, harusnya mereka belum jauh ya? Gue samperin dulu, deh. Mau minta kado ulang tahun lebih cepet. Beberapa jam lagi kan ulang tahun gue, bisalah kita pake black card kakak gue buat bayarin 'jajan' kita malam ini. Ya nggak?!"

"Nahhh!!"

"Ide baguss!"

"Party ampe pagi!"

Mendengar semangat teman-teman yang ia ketahui hanya mau senangnya saja, membuat Starla segera menarik clutch dan meninggalkan klab. Sebenarnya tujuannya hanya ingin bertemu pria yang sebulan ini susah sekali dihubungi. Pria yang menjadi tunangannya sejak lima tahun lalu, dan berakhir beberapa hari lalu. Itupun hanya melalui telepon.

Starla tersenyum kecut mengingat kembali hal itu.

Kaki jenjang yang sedari tadi berusaha mengimbangi heels setinggi 10 sentinya kini sudah berada di lobi. Benar saja, SUV BMW berwarna putih itu sudah terparkir gagah di depan lobi. Seorang valet parking keluar dari mobil itu. Reinhart yang membukakan pintu penumpang untuk sang sekretaris, terhenti saat seseorang memanggil namanya.

"Kak Rein!"

Reinhart, Elena, dan Skylar pun menoleh ke asal suara, dan mendapati Starla tengah berjalan ke arah mereka. Wajah gadis itu kemerahan, sisa napas yang memburu karena tergesa-gesa masih terlihat jelas.

"Kakak kok nggak mampir ke klub? Aku kan udah bilang, mau menunggu detik-detik hari ulang tahun di sini sama teman-teman."

Reinhart dan Skylar saling berpandangan mendengar perkataan Starla. Orang yang dipanggil kakak, sudah pasti adalah Reinhart, walau sebenarnya kakak wanita itu adalah Skylar Adnan Soetedja, tapi gadis itu tak pernah lagi memanggilnya kakak.

"Kami ada pertemuan bisnis penting di sini, La," jawab Skylar.

Starla menyugar rambut burgundy ikalnya yang kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih pucat. Walaupun sang kakak yang menjawab pertanyaan itu, Starla tetap menatap lurus kepada pria di hadapannya. Sudut bibirnya terangkat samar yang kemudian disusul senyuman manis untuk menyembunyikan suasana hatinya kini. Ia sama sekali tak mengindahkan kehadiran Skylar. Atensinya hanya tertuju pada pria yang sedang melindungi seorang wanita di belakang tubuhnya.

"Ya udah, gak apa-apa. Ulang tahunnya kan besok, kita bisa makan malam keluarga seperti biasa kan?! Kadonya jangan lupa ya, Kak Rein!" Perempuan itu tak peduli dengan sikap tak acuh yang Reinhart tunjukkan, senyum tetap merekah di bibir merahnya.

"Kamu minum berapa gelas, Ra?" tanya Reinhart, saat wangi manis menguar dari wanita itu saat tersenyum lebar. "Lebih baik kamu pulang bersama Sky, kita bicara lagi nanti. Sky gue duluan!"

Skylar menganggukkan kepala saar Reinhart membalikkan tubuh dan menyuruh Elena yang sedari tadi diam untuk segera memasuki mobil.

"Aku akan menunggu telepon dari Kak Rein jam 12 malam nanti, ya!" Seru Starla. "Jangan bercanda lagi seperti kemarin, Starla and Rein always together forever!"

Langkah Reinhart terhenti saat mendengar perkataan itu, tangannya sempat mengepal keras dan memejam sesaat, kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Enggan berbalik lagi.

Senyum dan wajah ceria yang Starla tampilkan kini sudah luntur seiring mobil yang membawa Reinhart dan Elena melaju meninggalkannya. Wanita itu berbalik, berniat kembali ke klab menemui teman-temannya tapi tertahan karena Skylar menarik sikunya.

"Kita pulang, Starla!"

Starla menoleh dan menatap sebentar kakak lelakinya sebelum akhirnya menepis tangan itu dari sikunya. "Pesta gue belom selesai." Saat akan melangkah, dia teringat sesuatu. "Kasih gue black card lo, dan gue akan pertimbangin pulang sebelum jam 4 pagi."

Wanita itu menengadahkan tangan kepada pria di hadapannya.

"Kamu kira aku akan mengizinkan kamu untuk membuat ulah lagi? Sudah cukup insiden gila kamu terhadap Elena sebulan lalu yang membuat malu keluarga kita! Jaga sikapmu, Starla. Berhenti membahayakan nyawa orang lain. Aku sudah muak membersihkan semua hasil perbuatanmu!"

"Klo nggak mau ngasih nggak usah ceramah, deh! Gue juga udah muak! Gue masih punya duit sendiri buat jajanin temen-temen gue."

Skylar kembali menarik siku sang adik saat wanita itu akan beranjak pergi lagi. "Temen-temen kamu itu nggak ada yang beres, Starla! Mereka cuma manfaatin kamu dan ngabisin uang kamu doang."

Starla tersenyum sinis. Tentu saja ia mengetahui kepalsuan teman-temannya itu.

"At least, they don't leave me alone."

Walaupun diucapkan dengan lirih, Skylar masih dapat mendengar dengan jelas perkataan sang adik. Dia pun menghela napasnya dengan berat.

"Kamu yang membuatnya jadi rumit, Starla."

"Yep, I did. Gue cuma mempertahankan apa yang jadi milik gue, Sky. Saat Rein berjanji akan melindungi dan bersama gue selamanya, saat itu juga gue berusaha menjaga janji itu. Gue nggak keberatan jadi Starla yang kalian inginkan, selama nggak ada ganggu apa yang jadi milik gue. Dan, gue cuma ngasih peringatan ke orang-orang yang berusaha ngerebut apa yang gue punya."

"Itu cuma janji anak kecil, Starla. Wake up! Everybody changes! Kamu dan Rein masih muda, banyak yang belum kalian kenal dan tahu dari dunia. Wajar kalau ternyata saat dewasa pemikiran itu berubah. Jangan melakukan tindakan kekanakkan, Starla."

Starla berdecak.

"Kalian hanya para pengecut yang bersembunyi dibalik kata dewasa." Wanita itu berbalik lalu menatap kembali pria di hadapannya. "I don't mind with changes. Tapi lo pernah mikir gak sih kalau pemikiran sok dewasa lo dan bokap dulu yang bikin hidup gue kek gini? Kalian memutuskan berubah daripada merawat dan ngejaga apa yang ada di depan mata. Sok tegar ngehadepin Mama, tapi kalian sibuk memaki gue di belakang sebagai penyebab sakitnya Mama. Jadi, terima aja Starla yang sekarang. Everybody change, right? Gue masih punya sesuatu yang harus gue jaga."

Starla berlalu, tapi langkahnya kini tak mengarah kembali ke dalam hotel. Moodnya untuk bersenang-senang kini habis tak bersisa, ia hanya ingin pergi ke tempat dirinya biasa menepi.

"Lupain Rein, La. Dia udah nemuin perempuan yang dia cintai."

I know that.

Semua mimpi indah dan bayangan masa depan Starla bersama Reinhart, seketika hancur saat Elena hadir. Dirinya berubah menjadi antagonis di cerita cintanya sendiri.

Bagi orang lain, datangnya Elena sebagai sekretaris baru di tempat Rein bekerja dan berujung romansa di antara keduanya bagaikan kisah office romance yang selama ini disukai para wanita. Kisah Cinderella modern. Starla yang notabene tunangan lelaki itu, orang yang paling berhak menjaga apa yang menjadi miliknya, kini dicap menjadi antagonis posesif yang selalu berusaha memisahkan kedua pasangan baru itu.

"Kalau aja dulu yang di sisi gue saat Mama meninggal adalah lo, I'm not fucking desperate wanting him by my side!"


Skylar tergugu mendengar ucapan Starla yang kini berjalan makin menjauh. Punggung kecil sang adik bergetar, dia dapat melihat itu. Hal yang sama pernah dia lihat 10 tahun lalu dan tahun-tahun berikutnya. Namun, sampai saat ini pun dia tak pernah mencoba untuk merengkuh bahu kecil itu. Lebih memilih diam dan memperhatikan dari kejauhan.

Tetesan air mengenai wajah Starla dan seketika membuatnya mendongak, tampaknya gerimis kecil ini ingin ikut mencurahkan perasaan bersamanya. Starla berjalan sambil memandangi langit kelam tanpa bintang yang mengeluarkan hujan.

Bintang dan hujan memang bukan kombinasi yang tepat, ya, Ma.

"STARLAA!!"

Skylar berteriak dan berlari menuju arah adiknya pergi. Arah di mana kemudian ia mendengar suara klakson bersahutan diiringi teriakan.

***

Kalau ada typo atau salah penulisan englishnya, info ya.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top