(34) Interogasi Tipis-tipis

"Jadi, ada yang mau lo ceritain, Jay?"

Akibat cerita Jungwon kemarin soal dirinya yang bertemu dengan sang ibu—wanita yang sudah melahirkan bocah itu ke dunia, sekarang, Jay malah jadi bulan-bulanan ketiga sahabatnya. Mereka kini memaksa berkumpul, bahasa kerennya nongki-nongki di salah satu kafe yang sudah menjadi langganan sejak beberapa tahun terakhir.

Iya, tidak hanya Jake dan Sunghoon saja yang tahu, tetapi Heeseung juga sekarang ikut-ikutan mengetahui perihal kejadian beberapa waktu lalu tersebut.

Kalau ditanya siapa yang membuat Heeseung tahu soal ini? Jawabannya tentu saja putranya sendiri. Iya, setelah sembuh, Jungwon kembali cerewet seperti sedia kala. Bocah itu juga menceritakan segala hal yang ia alami, termasuk saat dirinya bertemu dengan sang ibu.

Ya, kalau sudah begini, bagaimana Jay bisa marah? Mau menghindar pun, percuma rasanya karena ketiga sahabatnya itu pasti tidak akan melepaskannya dengan mudah dan dirinya akan menjadi bulan-bulanan tiga makhluk jomlo itu. Ah, tidak-tidak. Hanya Jake dan Sunghoon saja yang jomlo. Kalau Heeseung, sih, on the way taken kalau gebetannya yang cantik itu menerima ajakan kencan darinya.

Sebelum menjawab, Jay lebih dulu mengedarkan tatapannya ke arah ketiga temannya itu, lalu menghela napas panjang. "Ya, gitu ...," ujarnya. "Sesuai yang diceritain anak gue aja, lah."

"Yakin?" Heeseung sebagai yang tertua di sana, tampak memastikan. "Lo nggak langsung cerita ke gue soal ini kemaren. Padahal apa susahnya, njir? Tinggal cerita doang."

"Ya, males ajalah. Ngapain juga?"

Heeseung mendengkus, sementara Jake dan Sunghoon menggeleng tak habis pikir. "Lo oke?" tanya lelaki bermarga Lee itu.

Jay lagi-lagi tak langsung menjawab. Lelaki itu mengalihkan tatapannya ke sembarang arah, baru setelahnya berujar, "Gapapa. Lagian ... nggak penting juga, kan?"

"Penting." Jake menyahut. "Ini demi kebaikan lo, Jay. Demi masa depan lo. Fungsinya kita bertiga di sini buat apa gue tanya kalo bukan buat lo jadiin tempat cerita, hah?"

"Lo kalo ngerasa terbebani atau gimana, bilang ajalah, anjir!" Sunghoon lama-lama kesal juga melihat sahabatnya yang sangat buruk dalam berakting itu. "Nggak usah sok bilang 'gapapa, nggak penting' tai kuda! Lo nggak jago akting, bodoh!"

Jay, Heeseung dan Jake kompak meringis. Pokoknya, Sunghoon kalau mulai banyak mengumpat seperti ini, tandanya lelaki itu sedang serius. Tidak bercanda seperti hari-hari biasanya. Makanya, Jay memilih cari aman saja, pada akhirnya.

Ayah satu anak itu lebih dulu menghela napas panjang untuk kesekian kalinya sebelum akhirnya menjawab, "Sebenernya, gue nggak baik-baik aja."

"Tuh, kan!" Sunghoon langsung menggebrak meja. "Emang dongok manusia satu ini!"

"Apa sih, Hoon? Diem dulu, napa!" Jake jadi kesal sendiri melihat Sunghoon yang mendadak jadi tidak nyambung begini. "Lanjutin, Jay."

"Ya ... apa?" Jay malah pura-pura bodoh. Kalau sudah seperti ini, sih, Jake jadi ingin ikut-ikutan Sunghoon mengumpat seperti tadi karena memang, ternyata sahabat mereka yang satu ini agak dongok kalau dilihat-lihat.

Sebagai manusia yang paling lahir lebih dulu di kelompok berisi empat orang itu, lagi-lagi Heeseung harus menengahi mereka. "Gini, deh, Jay. Reaksi pertama lo pas Jungwon bilang kalo dia ketemu nyokapnya gimana? Lo ... masih tiba-tiba ketakutan kayak waktu Jungwon tiba-tiba ngigo manggil mamanya waktu itu?"

Jake dan Sunghoon otomatis memusatkan perhatian mereka kepada Heeseung. "Seriusan? Jungwon ngigo manggil mamanya?"

Heeseung mengangguk sebagai jawaban. "Kayaknya, dia kebawa-bawa mimpi, deh. Kan Jungwon sempet ketemu sama si ... itu. Mungkin aja gara-gara itu dia jadi kepikiran? Tapi cuma sekali, sih. Kayak ... manggil doang, habis itu tidur lagi."

Perkataan Heeseung barusan membuat Jake dan Sunghoon mengagguk mengerti. Keduanya kemudian kembali menatap Jay dengan serius. "Jadi?" tanya Sunghoon setelahnya.

"Jujur, gue kaget banget pas Jungwon bilang kalo dia ketemu sama ... ibunya. Cuma ... mungkin karena posisinya waktu itu gue lagi mangku Jungwon, kali, ya, jadinya cuma kayak sebatas kaget doang, habis itu udah. Normal aja." Begitu yang Jay katakan untuk menjawab pertanyaan dari ketiga sahabatnya.

"Nggak lebay lagi kayak yang sudah-sudah, kan?"

"Ya enggak, lah, anjir!" Jay jadi emosi lama-lama menghadapi Sunghoon. "Lo makin hari makin nyebelin aja perasaan."

Sementara Sunghoon? Lelaki itu hanya mengangkat bahu acuh, lantas berujar, "Terus yang pas Jungwon bilang kalo si uler itu mau ketemu sama lo, lo mau?"

Jay menggeleng singkat. "Nggak, lah. Buat apa juga?"

"Good!" Jake dan Heeseung kompak memberikan pujian tipis-tipis kepada sahabat mereka itu.

"Lagian, gue juga mempertimbangkan gimana reaksi Jungwon. Apalagi waktu anak gue ngelarang gue ketemu sama ... ibunya."

"Halah." Heeseung mulai julid. "Orang kayak dia nggak pantes disebut 'ibu', njir. Uler gitu. Sialan aja. Yang salah siapa, tapi ngelimpahin semua kesalahannya ke satu orang doang. Sakit, sih, gue rasa."

"Jelas, lah!" Sunghoon tidak mau ketinggalan. "Gila kalo kata gue mah. Lagian, pasti ada motifnya juga, anjir, nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba mau ketemu. Pasti ada udang di balik batu dari ajakannya itu. Nggak usah mau pokoknya, Jay."

"Ya, kan gue juga bilang kalo gue nggak mau!" Jay mulai hilang kesabaran. "Lagian udah, sih, nggak usah dibahas mulu. Pusing kepala gue."

"Nggak apa-apa, lo? Kalo capek pulang, sana, istirahat. Tar drop lagi, kapok lo!"

Lihat, kan? Sebenarnya, teman-temannya itu sangat-sangat perhatian. Hanya saja, tertutup dengan tingkah absurd mereka. Kurang beruntung apa lagi Jay memiliki mereka sebagai sahabat?

"Btw, thanks, ya? Berkat kalian, gue bisa ada di posisi sekarang. Kalo nggak ada kalian, mungkin gue udah tinggal nama doang."

Heeseung menepuk punggung sahabatnya itu dua kali. "Nggak usah sungkan gitu, lah, kayak sama siapa aja."

"Lagian yang harusnya lo ucapin makasih tuh anak lo. Coba kalo nggak ada Jungwon, udah gila kali lo sekarang."

"Bener kata Sunghoon, Jay. Tambah lagi perhatiannya ke Jungwon. Gue mendadak khawatir karena si ular berbisa itu udah ketemu sama Jungwon. Ya, jaga-jaga aja, sih. Takutnya, kembalinya tuh ular ke sini malah bawa pengaruh buruk."

Alhasil, apa yang dikatakan oleh ketiga sahabatnya itu menjadi beban pikiran Jay selama berhari-hari kemudian. Mereka ada benarnya juga, tetapi rasanya tidak baik kalau harus ber-suuzan kepada orang lain.

Hanya saja, Jay memang tidak ada niatan untuk bertemu dengan 'orang itu'. Rasanya, ia tidak siap bertemu kembali dengan masa lalu yang sudah meninggalkan salah satu kesan terburuk sepanjang masa dalam sejarah hidupnya.

Jay memijat dahinya yang berdenyut, lantas menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. "Jangan dipikirin, Jay," gumam lelaki itu sambil menghela napas panjang.

Mulut bisa saja berkata begitu, tetapi isi kepalanya sejak tadi tidak mau diajak bekerja sama. Masih saja kepikiran. Maklum, lah, Jay ini manusianya hobi sekali overthinking.

Ayah satu anak itu nyaris saja terlelap di kursi kerjanya, kalau saja telepon yang berada di atas meja tidak berdering. Agak malas sebenarnya untuk menjawab panggilan tersebut, tetapi masalahnya ... ini telepon kantor. Bisa saja ada hal penting yang mengharuskannya untuk menjawab telepon tersebut.

"Ya?" sahutnya saat telepon tanpa kabel itu ditempelkan di telinga kanannya.

"Halo, selamat siang, Pak. Sebelumnya, maaf mengganggu waktu Bapak. Tapi mohon maaf, ini ... ada seseorang yang memaksa bertemu dengan Bapak, tetapi tidak membuat janji apa pun sebelumnya."

Jay mengerutkan dahinya, bingung. Siapa yang datang dan memaksa bertemu dengannya? Perasaan, ia tidak memiliki janji temu dengan siapa pun, seperti yang dikatakan oleh resepsionis yang meneleponnya barusan.

Resepsionis di ujung sambungan, Yoon Seeun, melanjutkan, "Jadi bagaimana, Pak? Apakah saya harus memberikan izin masuk?"

"Siapa?"

"Jay, ini aku! Tolong, aku harus ketemu sama kamu sekarang!"

Atuhlah! Orang yang niatnya dihindari, malah ternyata datang sendiri seperti jelangkung. Jay auto berdebar, gemetar dan napasnya mendadak sesak. Setelah bertahun-tahun, suara itu ternyata masih bisa dikenalinya dengan jelas. Tidak salah lagi. Itu pasti 'dia'.

Lelaki itu langsung menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya. Walaupun terkesan kekanakan, tetapi Jay merasa kalau dirinya harus mengambil sikap ini. "Jangan izinkan dia masuk, Seeun. Panggil security untuk mengusirnya keluar. Saya tidak mau bertemu dengannya."

+ㅈㅈ+
Sabtu, 1 Juli 2023

STAYC SEEUN as
Yoon Seeun
(Resepsionis JJCorp.)

.
.
.

Hawkajdjaksnajdjsnka
Udah dispill tipis-tipis nich, sama Mas Hiseng.

Sebelumnya, aku mau nanya dulu. Kalian oke, nggak, kira-kira kalau aku pake salah satu idol girl grup buat jadi ... masa lalunya Jay?

atau, kayak di AGFM aja, karakter villain-nya pake OC (Original Character) biar nggak menimbulkan hal-hal yang nggak diinginkan suatu-waktu nanti dengan fandom grup yang visualnya kupake?

Please, aku butuh saran dari kalian. Tolong yakinin akuuu!

Luv u all ♡
0

90624

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top