(20) Makanan Pengganti
Sudah menjadi rahasia umum, jika Park Jungwon adalah maniak sosis.
Sarapan, maunya sosis. Baik itu yang digoreng, maupun dibakar atau bisa juga dijadikan bahan tambahan dalam olahan nasi goreng atau roti panggang. Makan siang pun, harus ada sosisnya. Saat sore hari, inginnya makan sosis sebagai camilan. Apalagi saat malam hari.
Pokoknya kalau dituruti, Jungwon bisa-bisa memakan sosis setiap hari. Jay saja sampai pusing dibuatnya.
Seperti hari ini, Jungwon mengambek karena sudah beberapa hari tidak diizinkan untuk makan sosis oleh sang ayah. Bocah gembul itu tidak mau sarapan dan sekarang sudah menjelang siang.
Berkali-kali Jay sudah mencoba membujuk putranya itu dengan mengiming-iminginya dengan beberapa jenis makanan kesukaan seperti ayam goreng tepung, omelet, perkedel kentang dan kornet, sampai jamur tiram crispy pun sudah coba ditawarkan oleh sang ayah. Namun, jawabannya tetap sama. Jungwon menolak.
Bocah itu bahkan mengunci dirinya di kamar sejak pagi, entah apa yang ia lakukan. Padahal, kamar yang Jungwon tempati, kan, juga kamar ayahnya. Lihat saja ayah muda satu itu belum mandi dan berganti pakaian dari pagi. Masih mengenakan kaos putih kebesaran dan boxer hitam.
Bukan tanpa alasan Jay melarang Jungwon memakan makanan bernama sosis itu. Dia hanya ingin mengurangi kebiasaan sang putra yang bisa dibilang sudah kecanduan makanan olahan daging satu itu karena takut memengaruhi kesehatan Jungwon.
Jay menghela napas panjang sambil menjambak rambutnya sebab kepalanya terasa pusing. Kalau Jungwon terus mogok makan, putra kesayangannya itu bisa sakit dan Jay tentunya tidak menginginkan hal itu.
Diraihnya ponsel yang sejak tadi tergeletak di atas meja sofa ruang keluarga. Mengetikkan olahan makanan daging yang mungkin bisa ia buat dan praktekkan sendiri nantinya. Ya, hitung-hitung sebagai referensi menu makanan untuk putra tersayangnya itu, kan?
Setelah puas menggulir layar ponselnya selama beberapa menit di sebuah aplikasi menonton video, matanya tak sengaja menangkap sebuah video yang memuat resep dan tutorial membuat bakso ikan dan sayuran. Senyum miring pun seketika tercipta di wajah ayah muda itu.
"Coba bikin ini aja kali, ya?" monolognya. "Nanti bisa dibentuk jadi kayak sosis juga, kan?"
Akhirnya, lelaki yang 25 tahun itu segera memeriksa isi kulkas. Melihat apakah ia memiliki stok sayur dan ikan yang bisa digunakan untuk membuat bakso ikan atau tidak. Ia juga memeriksa persediaan tepung-tepungan, sebab yang dibutuhkannya kali ini adalah tepung tapioka.
Dengkusan pelan terdengar sebab Jay baru menyadari jika dia tidak memiliki stok daging ikan tenggiri, brokoli dan wortel. Ia juga tidak memiliki simpanan tepung tapioka sama sekali di dapurnya.
Seketika, ayah satu anak itu gamang. Jika ia pergi ke supermarket untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan, lalu bagaimana dengan Jungwon? Memang, sih, sang putra sudah cukup besar untuk ditinggal sendirian di rumah, tetapi rasanya tidak tega saja. Takut Jungwon bertingkah aneh-aneh saat ia pergi nanti.
Jay menghela napas panjang, seraya melangkahkan kakinya menuju kamar. Diketuknya daun pintu kamarnya itu beberapa kali, seraya memanggil nama sang putra. "Wonie," panggilnya. "Buka dulu pintunya, Sayang. Papa mau--"
Ajaib. Pintu yang beberapa jam lali sengaja dikunci dari lama, kini terbuka. Jay sempat menangkap persepsi sang putra yang tadi membuka pintu, berjalan lesu kembali ke tempat tidur. Berbaring di sana dengan memeluk guling dengan erat. Jay tersenyum melihat tingkah merajuk sang putra yang tampak begitu lucu.
"Wonie," panggilnya lagi. "Papa mau ke supermarket, nih. Wonie mau ikut, nggak?"
Jungwon melirik, ogah-ogahan. "Mau beli apa?" tanyanya cuek. "Beli sosis, kan?"
Terlihat sekali jika sang putra sangat menginginkan makanan bernama sosis itu, tetapi Jay memilih menggeleng. "Bukan," jawabnya. Jungwon terlihat kesal atas jawaban ayahnya itu. "Tapi, Papa mau beli bahan-bahan buat bikinin Wonie sesuatu yang jauh lebih enak daripada sosis."
"Papa pergi sendiri aja." Jungwon menjawab cuek. "Wonie mau tidur."
"Yakin?" Jay berusaha menggoda sang putra. Omong-omong, ia sedang bersiap sekarang. Ya, sekadar mengganti pakaian yang dipakainya, sih. Sebab, walaupun belum mandi, Jay merasa jika dirinya masih terlihat tampan, kok. "Nanti Wonie boleh, lho, minta jajan apa aja. Papa janji."
Jungwon seketika bangkit dari acara tidur-tidurannya. "Apa aja?" tanyanya yang langsung dihadiahi anggukan oleh sang ayah. "Berarti kalo jajan so--"
"Kecuali sosis." Jay keburu memutuskan, sebelum putranya itu mengambil opsi meminta sosis. "Papa nggak mau Wonie sakit karena keseringan makan sosis, Sayang."
"Ya udah, Papa pergi sendiri aja sana!" Jungwon mengambek lagi. Dilipatnya kedua tangan di depan dada, tanda jika ia sedang marah.
Apa yang dilakukan oleh Jungwon, bukannya membuat sang ayah marah. Jay malah tertawa karenanya. Ia mendudukkan diri di samping sang putra, lalu memeluknya erat-erat dari samping. "Aduh, duh, anak kesayangannya Papa nggak capek, apa, ngambek terus?" tanyanya sambil sesekali mengecupi pucuk kepala dan pipi tembam Jungwon dengan sayang. "Ini juga udah siang, loh. Memangnya Wonie nggak lapar, ya? Papa aja udah lapar lagi, nih."
"Enggak, tuh!" sahutnya acuh. "Papa awas! Wonie nggak mau dipeluk-peluk Papa!"
Sayangnya, apa yang diucapkan di mulut, tidak sejalan dengan perutnya karena bunyi perut yang keroncongan pertanda minta diisi, malah berbunyi dengan kerasnya. Hal itu membuat Jay tertawa dan Jungwon semakin cemberut.
"Tuh, kan. Kasihan cacing-cacing di perut Wonie kelaparan. Memangnya Wonie nggak kasihan?"
Tanpa diduga-duga, Jungwon malah memeluk erat tubuh sang ayah dan menangis beberapa saat kemudian. "Huhu, Papa jahat!" ujarnya sambil sesenggukan. "Won-Wonie, kan, c-cuma mau makan sosis. T-tapi Papa nggak bolehin terus, huhu."
Diusapnya punggung sang putra dengan lembut, membuat Jungwon menangis semakin keras. "Maafin Papa ya, Sayang." Jay merasa bersalah, tetapi ia tak akan gentar begitu saja. Toh, ini demi kebaikan putranya sendiri, bukan? "Tapi Papa janji, deh. Hari ini, Papa buatin sesuatu yang bakal Wonie suka. Mau, nggak?"
"Kalo bukan sosis, Wonie nggak mau," sahut bocah tembam itu, masih dengan isakan-isakan kecilnya.
"Oke," balas Jay. "Kita bikin sosis sendiri hari ini, gimana? Tapi, Wonie harus temenin Papa belanja dulu, ya?"
Setelah dibujuk sedemikian rupa, akhirnya Jungwon menurut. Jay dengan sabar membantu sang putra mengganti baju dan membersihkan wajah putranya yang terlihat kusam karena merajuk dan menangis sejak pagi. Barulah setelahnya, pasangan ayah dan anak itu segera meninggalkan rumah untuk berbelanja bahan-bahan yang diperlukan di supermarket.
"Papa, tadi Om Jake telepon Wonie," ujar Jungwon kala keduanya berada di perjalanan. Wajah Jungwon memang terlihat belum bersemangat seperti biasa, tetapi tak apalah. Jay akan terus berusaha mengembalikan senyum dan keceriaan di wajah putra tercintanya itu.
"Oh ya?" tanya Jay. Omong-omong, keduanya sedang terjebak macet sekarang. Biasalah, sudah masuk jam makan siang hari ini walaupun di hari libur, tetapi untuk urusan makan, tentu saja tidak ada liburnya bukan? "Om Jake ngomong apa, Nak?"
"Katanya nanti malam mau main, sama Om Hee, sama Om Hoonie. Terus ...." Kalimat putra dari Jay itu terhenti sejenak. "Katanya, Papa disuruh masak yang enak dan banyak. Om Jake bilang mau bawa ayam goreng sama jamur krispi juga, buatan Nenek Shim."
Jay memilih mengangguk saja sebagai jawaban. Kebiasaan teman-temannya kalau datang berkunjung, selalu saja membuatnya repot. Akan tetapi, tak apalah. Toh, tidak setiap hari juga mereka bisa berkumpul seperti itu.
"Papa," panggil Jungwon dengan suara pelan. Bocah itu menyandarkan tubuhnya dengan lemas di sandaran jok mobil, tanpa melihat kepada sang ayah. "Wonie pengin ajak Onu sama Niki juga. Tapi, kan, udah malam ya, Pa, nanti kumpul-kumpulnya?"
"Iya, malam-malam." Jay menjawab tanpa mengalihkan fokusnya dari jalanan di hadapan. "Tapi kalau Wonie pengin ajak teman-teman Wonie, boleh, kok. Kita ajak mereka menginap di rumah, bagaimana?"
"Mau!" Jungwon berseru semangat. Akhirnya, sepanjang perjalanan, bocah gembul itu terus saja mengoceh ini dan itu dengan semangat. Berandai-andai kalau misalnya Sunoo dan Ni-Ki dibolehkan untuk menginap, pasti mereka akan melakukan hal-hal yang menyenangkan nantinya. Sungguh, Jungwon jadi tak sabar.
Putra tunggal Jay itu juga tak lupa meminta sang ayah membelikan banyak camilan untuk malam nanti. Maklum, lah. Besok hingga seminggu ke depan, masih hari libur bagi anak-anak sekolah setelah melewati ujian semester ganjil. Makanya pagi ini, Jungwon terserang gabut-gabut manja dan merajuk lucu karena semua waktu liburnya akan dihabiskan di rumah saja.
"Papa mau bikin apa?" tanya Jungwon yang sekarang sedang menghabiskan es krim stik rasa cokelat, sambil memperhatikan sang ayah yang sibuk di dapur.
Tepatnya setelah selesai berbelanja dan pulang, Jay langsung mengeksekusi bahan-bahan yang dibelinya tadi, sementara Jungwon, sibuk menghabiskan es krim sembari menonton tayangan kartun.
"Mau bikin bakso ikan," jawab sang ayah sambil menyunggingkan senyum hangat. "Wonnlie mau ikut coba bikin juga, nggak?"
Dahi bocah tujuh tahun itu berkerut. "Bakso ikan?" tanyanya. "Yang bulet-bulet putih itu?"
"Iya, yang kayak pipinya Wonie. Bulet." Jay tertawa saat sang putra terlihat cemberut. "Wonie mau bantu Papa masukkan adonannya ke sini, nggak? Pakai corong itu."
Jungwon meraih plastik panjang yang ukurannya tidak terlalu lebar yang baru saja diulurkan oleh sang ayah. "Ini mau dibikin apa, Papa?"
"Nanti Wonie juga tahu," jawab Jay sambil tersenyum misterius. "Tapi sebelum itu, Wonie cuci tangan dulu, ya, Sayang?"
Setelah Jungwon mencuci tangannya, pasangan ayah dan anak itu akhirnya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Jungwon yang masih berusaha memasukkan adonan kental yang sepertinya diberi potongan sayuran ke plastik yang biasa digunakan untuk membuat es lilin, sementara sang ayah sibuk membuat bulatan-bulatan bakso menggunakan tangan kanannya yang telah dilapisi sarung tangan plastik.
"Papa, ini isinya penuh-penuh, nggak?" tanya Jungwon sambil menunjukkan hasil karyanya. Walaupun sedikit berantakan, tetapi Jay tidak berniat memarahi putra gemasnya itu. Namanya juga masih belajar, bukan?
"Segitu aja cukup, Nak," jawab ayahnya itu. "Nanti Wonie taruh di gelas ini, ya. Biar Papa ikat nanti plastiknya."
Jungwon mengangguk patuh. Namun kala melihat sang ayah tampak asyik membuat bukatan-bulatan bakso, bocah itu terlihat tertarik. "Papa, Wonie mau coba bikin itu juga!" ujarnya sambil menunjuk pekerjaan sang ayah.
Akhirnya, Jay menuruti permintaan sang putra walaupun hasil jadinya berantakan, tetapi tidak apalah. Karena yang terpenting bagi Jay sekarang adalah kebahagiaan putra tersayangnya itu.
"Woah!" Jungwon memekik semangat. "Nanti Wonie mau pamer sama Onu sama Ni-Ki kalo Wonie bisa bikin bakso!"
"Nanti ajak temannya makan bareng-bareng, ya, Nak? Wonie maunya dimakan sama sop atau digoreng dulu baksonya?" Jay bertanya sambil membantu sang putra melepaskan sarung tangan. Adonan bakso yang mereka kerjakan sudah habis, kini tinggal menunggu bulatan-bulatan bakso yang direbus itu mengapung dan menandakannya sudah matang.
"Digoreng!" sahut Jungwon semangat. "Tapi Wonie juga pengin dibuat jadi sop! Nanti Papa masakin, ya?"
"Oke, Pangeran!" Jay berseru seraya mencium pipi putranya itu dengan gemas. "Sekarang, Wonie mandi dulu, oke? Sebentar lagi, kita jemput teman-teman Wonie untuk menginap."
"Siap!" Jungwon meletakkan tangannya di kening, membuat pose hormat. "Tapi Wonie pengin cicip baksonya dulu, Papa, hehe. Wonie lapar, soalnya."
Duh! Gemas!
Jay tidak kuat melihat kegemasan putranya yang satu ini.
Kamu jangan gemas-gemas gini, dong, Nak. Papa, kan, nggak kuat! Pekiknya dalam benak.
+ㅈㅈ+
Sabtu, 25 Desember 2021
Minggu, 26 Desember 2021
K
amis, 06 Juni 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top