(10) Bekal

Sepulangnya Jungwon dari sekolah, Jay sudah dibuat pusing dengan permintaan sang putra yang tidak ada habisnya. Mulai dari meminta dibelikan mainan baru, minta dibacakan dongeng ketika tidur nanti dan lain sebagainya. Pokoknya, fokus Jay siang ini cukup terganggu karena Jungwon. Untung dia sayang kepada putranya yang cerewet itu.

Berhubung Keluarga Shim--termasuk Jake--sedang pergi ke Australia untuk mengunjungi keluarga mereka di sana, alhasil Jungwon harus dijemput dan diantar ke JJCorp. Mau dibawa ke rumah sahabatnya yang lain pun, rasanya tidak mungkin.

Orang tua Heeseung tinggal di kota yang berbeda dengan putra bungsunya itu. Butuh kira-kira waktu tiga jam dari tempat Heeseung tinggal, menuju rumah orang tuanya jika menggunakan mobil. Jadi, akan sangat tidak mungkin bukan, jika Jay harus menitipkan Jungwon ke rumah keluarga Lee itu?

Sementara keluarga Sunghoon, rumahnya dekat sih. Akan tetapi, orang tua Sunghoon itu terlalu sibuk. Ayahnya merupakan seorang dokter bedah di salah satu rumah sakit ternama di penjuru kota. Sementara ibunya Sunghoon, mengurus beberapa butik dan restoran milik keluarga. Ah, jangan lupakan adik Sunghoon yang juga sekarang bekerja sebagai model. Pokoknya, keluarga Sunghoon itu super sibuk semuanya. Walaupun Jungwon lumayan dekat dengan Nyonya Park--ibu dari Sunghoon, tetapi tetap tidak sedekat Jungwon dengan Nyonya Shim.

Intinya sih, tidak ada tempat lain yang bisa Jay gunakan untuk menitipkan Jungwon selama dia bekerja dan pilihan satu-satunya adalah membawa putranya itu ke kantor. Beruntung, Jungwon tidak pernah cerewet. Seolah-olah bocah itu mengerti kesulitan sang ayah. Lagi pula, Jungwon juga tidak pernah mau dititipkan ke baby day care atau sejenisnya bahkan dari bocah itu masih kecil dulu. Pokoknya, Jungwon tidak pernah betah dengan orang lain, selain orang-orang yang dekat dengan ayahnya--dalam artian sangat dekat.

"Papa, mau es krim." Jungwon yang tadi asyik menonton tayangan kartun lewat tablet yang diberikan sang ayah, bergerak menghampiri Jay di meja kerjanya. Menarik lengan sang ayah dan menusuk-nusuknya pelan menggunakan ujung telunjuk.

"Ambil sendiri di kulkas ya, Nak. Bisa, kan?" Jungwon mengangguk-angguk, sebab lemari pendingin yang berada di dalam ruangan sang ayah, tidak terlalu tinggi ukurannya.

"Dua ya, Pa?" tawar Jungwon dengan tatapan memohon.

"No," jawab Jay. "Satu aja."

"Tapi, Pa ...."

Jay tetap menggeleng, tidak mengizinkan Jungwon untuk makan es krim lebih dari satu cup. "Wonie belum makan siang, nanti keburu kenyang kalau makan es krim banyak-banyak."

Bocah tujuh tahun itu cemberut sebal dibuatnya. "Tapi mau yogurt ya, Pa?"

Ayah satu anak itu menghela napas tabah. "Iya," jawabnya terpaksa. Daripada Jungwon mengambek dan berujung menangis seharian, lebih baik Jay mengiyakan saja.

Setelahnya, Jay membiarkan Jungwon memasuki kamar yang dibuat khusus di dalam ruangannya. Tempat yang biasa Jay gunakan sejak dulu sekali untuk beristirahat--bagi dia, maupun Jungwon. Di dalamnya ada lemari pendingin kecil, beberapa pakaian ganti untuk Jungwon dan dirinya sendiri, kamar mandi dan tentunya tempat tidur. Kadang, ketika penat melanda, Jay memilih menginap di kantor saja bersama dengan Jungwon.

"Wonie nanti mau makan siang apa?" tanya Jay saat Jungwon kembali dari kamar sambil membawa satu cup es krim dan satu cup yogurt di tangan kanan dan kirinya.

Jungwon meletakkan es krim dan yogurt yang ia bawa ke atas meja, lantas kembali duduk di tempatnya bermain tadi--karpet bulu yang ukuran cukup lebar dan lembut di mana terdapat dua buah bantal senada dengan karpet bulu berwarna abu-abu dan beberapa mainan yang berserakan. Omong-omong, itu adalah spot khusus yang Jay sediakan untuk sang putra bermain. Letaknya berada di sisi kanan setelah pintu, tidak jauh dari sofa di mana dia biasa menerima tamu.

"Mau ayam goreng!" jawab Jungwon semangat. "Tapi ayam goreng buatan Tante Rae Rim ya, Pa."

Jay tersenyum, lantas mengangguk kecil. "Terus apa lagi, Nak?"

"Mau hati ayam juga! Yang dimasak sama kentang itu apa, Pa?"

"Sambal goreng hati?" Jungwon mengangguk semangat. "Buatan Tante Rae Rim juga, atau--"

"Iya!" jawab bocah itu lagi.

"Oke deh." Setelahnya, Jay mulai mengirimi pesan kepada salah satu temannya itu, untuk memesankan makanan sesuai yang Jungwon inginkan. Pokoknya, Jay ini sudah menganggap seolah-olah Rae Rim memiliki warteg saja. Padahal biasanya, Rae Rim akan memasak makanan pesanan paling cepat dua sampai tiga jam sebelumnya. Namun, bagi Jay, jam berapa pun dia mengontak wanita dua anak itu, maka semua akan segera disediakan.

Intinya sih, selama ada uang, maka semuanya akan tenang.

Setelah mengetikkan pesanannya kepada Rae Rim, Jay sempat memperhatikan putranya yang kini asyik memakan es krim sambil menonton tayangan kartun lewat tablet. Senyum lelaki itu mengembang saat melihat Jungwon yang tampak anteng di tempatnya.

Nggak terasa kamu udah sebesar ini, Nak, ujarnya dalam benak. Teringat sesuatu, Jay kembali membuka room chat-nya dengan Rae Rim, lalu menambahkan pesanan jamur tiram krispi untuk Jungwon. Dia ingat, jika putranya sangat menyukai makanan satu itu. Beruntung, Rae Rim lumayan fast response. Lihat saja, bahkan sekarang sahabatnya itu sudah menyanggupi pesanan yang mana akan diantarkan sekitar dua jam lagi oleh kurir andalan jasa kateringnya.

"Wonie, kalau ngantuk Wonie boleh bobok dulu, ya? Nanti kalau makanannya sudah datang, baru Papa bangunkan," ucap Jay kepada Jungwon yang langsung mengacungkan jempol sebagai jawaban, sebab mulutnya sibuk memakan es krim dan yogurt secara bersamaan, sampai-sampai pipinya yang gembil bercelemotan karenanya.

Jay pada akhirnya kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan. Selama Jungwon anteng dan tidak banyak tingkah, dia merasa aman-aman saja. Sampai tak lama kemudian, pintu ruangannya diketuk dua kali dan dibuka dari luar. Sosok Heeseung menyembulkan kepala sebelum akhirnya melangkah masuk.

"Om Hee!" pekik Jungwon saat melihat salah satu om kesayangannya itu.

"Aduh kaget!" Heeseung praktis membuat ekspresi terkejut seraya memegang dada. Padahal, dia tidak benar-benar kaget, sebab sudah mengetahui jika Jungwon memang ada di ruangan Jay. Melihat Heeseung yang kaget, jelas membuat Jungwon terbahak. Lucu sekali, sampai Heeseung jadi gemas melihatnya.

"Wonie ngagetin Om Hee, nih," ujar Heeseung. Di tangannya terdapat beberapa berkas yang harus ditandatangani oleh Jay. Sebelum menghampiri Jungwon, Heeseung lebih dulu memberikan berkas itu kepada Jay. Menjelaskan bagian mana saja yang harus ditandatangani oleh atasannya itu, baru kemudian mendekati Jungwon untuk beristirahat sejenak dari pekerjaannya.

"Om Hee mau?" Jungwon menawarkan yogurt yang tersisa setengah kepada omnya itu. Ya, sekadar basa-basi, sih. Maka dari itu, Heeseung memilih menggeleng.

"Buat Wonie aja," ujarnya. Dia mengambil tisu yang terletak di meja dekat sofa, lalu mengusap pipi dan sekitaran bibir Jungwon yang kotor. "Wonie lapar banget, ya? Kok makannya sampe celemotan begini, sih?"

Jungwon praktis menganggukkan kepalanya. Dia menyudahi acara menonton kartun dan memilih bermain dengan Heeseung. "Huum, Wonie laper banget!" jawabnya. "Papa, makanannya masih lama, ya?"

Jay berdeham pelan, sambil menggulirkan matanya menatap sang putra. "Sebentar lagi Om Kurir-nya datang. Tunggu ya?"

Jungwon mengangguk sebagai jawaban. Bocah itu kini memilih duduk di atas pangkuan Heeseung. Sedang dalam mode manja dia, ingin dekat-dekat dengan Om-nya yang satu itu. Beruntung Heeseung tidak protes. Lelaki itu bahkan mengusap lembut pucuk kepala Jungwon, lalu mengajak bocah itu bermain game bersama. Kebetulan, tidak lama lagi, jam kerjanya berakhir--memasuki istirahat makan siang.

"Bang." Jay memanggil, membuat Heeseung menoleh. "Nanti lo nggak ada janji makan siang di luar kan? Sama siapa kek, gitu?"

Heeseung mengernyit, membuat pose berpikir. "Nggak ada," jawabnya kemudian. "Paling entar gue makan di kantin bawah aja."

"Nggak perlu," ujar Jay. "Gue udah pesen sama Rae Rim tadi."

Lelaki bermarga Lee itu mengangguk-angguk. "Bagus, deh, haha. Hemat dikit gue, ditraktir kan?"

Jay berdecak kecil. Perasaan, dia memberikan gaji yang cukup besar untuk Heeseung beserta bonus-bonusnya yang lain. Akan tetapi, temannya itu masih saja selalu memakai embel-embel 'berhemat' entah untuk apa.

"Wonie pesan apa tadi, sama Tante Rae Rim?" Heeseung kini bertanya kepada Jungwon yang duduk di pangkuannya.

"Ayam goreng!" jawab bocah itu.

"Tenang aja, Bang. Gue pesan menu lain buat kita," ujar Jay sebelum lelaki Lee itu bertanya lagi.

Ya, walaupun Rae Rim sebenarnya hanya membuka katering untuk makanan khusus anak-anak, tetapi untuk sahabatnya---terutama Jay dan Heeseung---dia bisa memasakkan apa pun yang mereka pesan. Toh tidak ada beda sebenarnya, hanya untuk makanan anak-anak, kadar garam, MSG dan lain sebagainya benar-benar dikontrol. Kebetulan juga, suami dari wanita itu juga lebih menyukai masakan sang istri daripada makanan luar.

"Papa, Papa!" Jungwon memanggil sang ayah yang kini mulai sibuk dengan pekerjaannya lagi. Jay berdeham sebagai jawaban. "Tadi, Sunoo sama Ni-Ki bawa bekal."

"Oh ya?" tanya Jay yang langsung dihadiahi anggukan oleh sang putra dengan semangat.

"Besok, Wonie juga mau bawa bekal lagi ya, Pa?"

"Iya, Nak." Jay menjawab sambil menyunggingkan senyum tipis. Akhirnya, lelaki itu menyudahi pekerjaannya dan memilih menghampiri Heeseung dan Jungwon di karpet untuk beristirahat sejenak sambil menunggu makanan pesanan datang. "Wonie mau apa besok?"

Jungwon tampak berpikir keras. "Nggak tau," jawabnya. "Nanti Wonie bilang kalau ingat ya, Papa."

Heeseung hampir saja menyemburkan tawanya karena jawaban Jungwon. Gemas, dia mencubit pipi keponakannya yang gembil itu hingga membuat si empunya mengaduh.

"Papa, Papa tahu nggak? Tadi, kan, Wonie ikut makan punyanya Sunoo sama Ni-Ki." Jay mengangguk, mendengarkan cerita sang putra dengan baik. "Masakan mamanya Sunoo sama Ni-Ki enak lho, Pa. Wonie suka."

"Enakan mana sama masakannya Oma Lee?" Heeseung bertanya. Omong-omong, dia dan Jay beberapa kali mengajak Jungwon pergi berkunjung ke rumah orang tuanya di luar kota. Tidak sering, mungkin setahun bisa dua sampai tiga kali saja sesuai kesibukan keduanya.

"Enak semua!" Jungwon menjawab semangat. "Masakan Tante Rae Rim juga enak. Tapi ...."

"Tapi?" Jay dan Heeseung kompak mengernyitkan dahi. Menunggu jawaban Jungwon selanjutnya, sebab bocah itu menggantung kata-katanya.

Akan tetapi, Jungwon memilih menggeleng. "Nggak jadi, hehe." Bocah itu memilih tidak menyelesaikan kalimatnya. "Papa, om kurirnya masih lama, ya? Wonie udah lapar, tahu!"

"Iya, ini katanya sudah dibawah. Tunggu sebentar lagi ya, Nak." Jay mengusap pucuk kepala Jungwon dengan sayang. Dalam benak, dia agaknya tahu apa yang akan Jungwon katakan tadi, tetapi ya sudahlah. Terlebih saat dia mendapatkan tepukan lembut di lututnya dari Heeseung, lelaki itu memilih mengangguk kecil. Meyakinkan kepada sahabat sekaligus sekretarisnya, jika dirinya baik-baik saja.

+ㅈㅈ+
Rabu, 07 Juli 2021
Kamis, 15 Juli 2021
0

40624

Btw, gengs.
Aku HIATUS bentar, ya. Tapi nggak tahu sampai kapan :'v
See u:*

Papanya Wonnie idaman banget gak sih? :')

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top