3. Do You Hate Me?
"Hei kiddo, aku aku akan menonton Star Wars terbaru. Kau mau menontonnya juga?"
Sudah hampir 1 bulan anak itu berada di menara Avengers, ia mulai terbuka pada Clint dan juga Banner yang banyak menghabiskan waktu dengannya. Natasha sendiri juga terkadang meluangkan sedikit waktu untuk berbicara dengan anak itu meski hanya sejenak. Dan Andrew, sebut saja setiap malam ia datang ke kamar pemuda itu dan berbincang dengannya. Steve sedikit banyak mulai tidak menjauhinya, semua orang mulai dekat dengan anak itu.
Terkecuali Tony.
Ia masih ingat bagaimana Tony menatapnya dengan tatapan seramnya saat menemukan ia yang berada di kamar Andrew malam itu.
.
.
"Tidak ada yang mengatakan kalau kau bisa seenaknya masuk kemari kiddo," anak itu tampak membulatkan matanya dan menyembunyikan web-shooter yang ada di tangannya.
"Ma--"
"Keluar," nadanya menekan, bahkan Andrew sama sekali tidak pernah mendengar ayahnya seperti itu. Ia bisa melihat anak itu tersentak meski wajahnya tampak datar.
"...maafkan aku," ia menunduk dengan cepat dan tampak berjalan cepat melewati Tony yang menyerengit saat melihat ekspresi wajah anak itu sebelum keluar kamar.
"Kiddo?" Ia bisa mendengar suara Steve yang ada di belakangnya tadi dan mencoba menghentikan anak itu. Namun, anak itu sudah keburu masuk ke kamarnya dan menguncinya.
Anak itu ketakutan. Anak yang bahkan tidak menunjukkan ekspresi saat ia disuntik saat itu ketakutan karenanya. Sementara Andrew hanya menatap ayahnya sedih namun segera berjalan menembus dinding kamar anak itu.
.
.
Anak itu tidak menangis.
Ia terlalu takut untuk menangis karena sebelumnya mereka akan semakin menghukumnya jika ia menangis. Ia tidak pernah menunjukkan eskpresi berarti karena ia selalu berpikir itu hanya akan memperburuk keadaan. Diam, dan menuruti orang-orang disekelilingnya--itu yang ia harus lakukan.
Toh ia sudah biasa melihat orang-orang membencinya. Ia bukan siapa-siapa, dan tidak ada yang menginginkannya.
"Ia hanya terkejut kau tahu," anak itu menoleh melihat Andrew yang menatapnya dengan tatapan bersalah, "ia tidak pernah bersikap seperti itu pada semua orang disini. Ia hanya butuh sedikit waktu..."
"Tidak apa, kau tidak perlu mencari alasan," anak itu tampak menyelimuti tubuhnya dengan selimut di atas kasurnya, "aku tidak pernah berharap mereka menyukaiku. Aku hanyalah misi yang mereka dapatkan. Mereka terpaksa menerimaku disini..."
...
"Tetapi aku tidak," Andrew yang mendengar itu hanya bisa berpikir dan bertekad, "...aku tidak memiliki misi untuk menjagamu. Tetapi kurasa aku ingin berteman dan menjagamu mulai sekarang. Dan kupikir, mereka juga begitu..."
Anak itu hanya menatap Andrew yang tertawa pelan.
"Kau tidak perlu pergi ke kamarku jika kau takut pada ayahku. Aku akan menemuimu di kamarmu setiap malam jika kau tidak keberatan."
.
.
Dan itu yang dilakukan Andrew, mengunjungi anak itu setiap malam di kamar anak itu. Hanya sekali anak itu masuk kembali setelah kejadian itu, hanya untuk mengambil seragam Spiderman, atas permintaan dari Andrew.
"Uhm, tidak sekarang kurasa Mr. Barton," anak itu menggeleng. Ia masih penasaran dengan Web-Shooter dan program yang ditanamkan di seragam milik Andrew yang tidak bisa ia perbaiki sama sekali. Andrew mengatakan jika alat itu sudah banyak dimodifikasi oleh Tony dan juga Banner, tentu tidak akan mudah untuk memperbaikinya, "yang terpenting, kau tidak pergi misi dengan yang lainnya?"
"Nah, aku sudah menyelesaikan misiku dengan Natasha kemarin. Ayolah, aku akan membuat popcorn--Jarvis, tayangkan Star Wars untukku," Clint tampak menoleh kearah atap seolah berbicara dengan rumah itu.
"Tentu Mr. Barton," dan Clint menuju ke dapur sementara Peter tampak menatap Clint sebelum menghela napas dan menggeleng pelan. Ia segera berjalan kearah kamarnya yang ada di lantai itu juga.
.
.
Ia kesal. Atau yang dilihat oleh Andrew saat ini, anak itu sedang cemberut hingga ia berpikir.
Oke, ia manis saat ini.
Tetapi tidak, ia memang baru mengenal anak itu selama 1 bulan lamanya, namun dibandingkan dengan yang lainnya, mereka berdua menghabiskan waktu lebih banyak. Ia sudah menganggap anak ini seperti adik kecilnya, lagipula ia punya Wade. Walau sekarang tidak ada gunanya karena ia bahkan tidak akan bisa bertemu dengan kekasihnya itu.
Tidak dalam wujud seperti ini.
"Kalau anak berusia 14 tahun bisa memecahkan sirkuit rumit yang dibuat oleh Tony Stark dan Bruce Banner, mereka berdua akan menangis kau tahu."
"Tidak, aku yakin kalau aku bisa memecahkannya. Kurasa aku selalu stuck di bagian ini. Aku tahu ada yang bisa kulakukan," anak itu tampak mengacak rambutnya dan menghela napas. Entah sudah berapa lama ia mencoba meneliti Web-shooter dan juga seragam Spiderman. Tentu saja atas izin Andrew yang memperbolehkannya.
"Sudahlah, sebaiknya kau istirahat saja dulu. Sudah malam, kau belum makan bukan?" Anak itu menatap jendela kamar Andrew dimana ia baru menyadari jika malam sudah tiba.
"Baiklah," ia merenggangkan tangannya keatas, berdiri dan berjalan kearah pintu keluar, "kau ikut?"
"Aku akan menyusul."
.
.
Anak itu berjalan di ruangan yang remang dengan hanya cahaya lampu dari proyektor yang menyalakan film Star Wars yang ditonton Clint. Namun, ia tidak melihat Clint yang seharusnya sedang menonton membuatnya berpikir mungkin pria itu punya pekerjaan mendadak.
Ia mengambil makanan yang ada di kulkas dan memanaskannya di Microwave. Banner dan Natasha serta Clint berkata jika ia bisa memakan apapun di kulkas, dan ia juga semakin terbiasa dengan hal itu.
Setelah sepotong pizza ia keluarkan dari Microwave, ia membawa piring itu dan duduk di sofa yang ada di depan TV. Ia memperhatikan film yang ada di depan.
'Tidak buruk,' dan ia menghabiskan waktu makannya dengan memakan pizza sambil menonton film di depannya.
.
.
Tony sedaritadi berada di markas.
Ia hanya tidak punya keinginan untuk keluar dan menghabiskan waktu disana tanpa keberadaan Peter. Namun ia juga manusia biasa, terkadang ia akan menunggu semua orang untuk pergi dan mengambil sebuah donat untuk mengganjal perutnya.
Sebenarnya ia bahkan tidak peduli jika ia mati kelaparan. Semangat hidupnya luntur sejak kematian Peter. Namun ia sendiri juga tidak tega melihat Steve yang selalu menatapnya dengan tatapan khawatir. Dan ia tahu Steve juga merasakan hal yang sama.
Dan disinilah dia, baru saja tiba di dapur dan akan mengambil makanan di kulkas saat melihat film Star Wars yang tayang di layar proyektor yang ada disana.
Peter menyukai film itu, terkadang ia akan menghabiskan waktu hanya untuk menontonnya bersama dengan Clint. Atau bahkan jika ia dan Steve tidak sedang menjalankan misi, mereka bertiga akan menonton bersama film itu pada malam hari.
'Kurasa Clint,' ia berjalan mendekat akan mematikannya, saat ia melihat anak berambut curly itu yang tampak duduk di sofa. Tertidur tanpa suara.
...
Ia tahu sejak anak itu datang, ia lebih jarang untuk menghabiskan waktu diluar dengan yang lainnya. Ia tahu jika ia terkesan menjauhi anak itu, membencinya akan sesuatu yang bahkan tidak ada alasannya. Dan Tony tidak membencinya.
Hanya saja, ia selalu teringat akan Peter setiap melihat anak itu. Mereka tidak berwajah mirip, namun entah kenapa ada satu hal yang membuatnya mengingat tentang Peter. Bahkan Steve juga merasakannya, satu hal yang membuat sang kekasih semakin membuka diri pada anak itu.
Namun ia berbeda dengan Steve. Ia hanya takut, ia takut jika apa yang terjadi pada Peter akan terjadi juga pada anak itu. Ia tidak ingin membentuk ikatan yang terlalu dekat hingga jika mereka berpisah, ia akan merasa hancur seperti ini.
'Apa yang kau pikirkan Tony Stark,' ia menghela napas dan tampak berbalik akan meninggalkan sofa itu mengambil sekotak donat. Ia baru saja akan kembali ke ruangannya saat ia menatap ekspresi anak itu yang tampak ketakutan dan dahi yang berkerut.
"Tidak," ia tampak mengigau, cukup keras untuk Tony mendengarnya, "aku tidak akan menangis. Aku tidak akan menangis... kumohon hentikan... aku tidak akan melawan lagi..."
...
"Hei kiddo," Tony menaruh kotak donatnya di meja yang ada di depan sofa dan tampak duduk disamping anak itu. Anak itu tampak tidak nyaman, dan itu yang membuatnya refleks menempatkan diri di samping anak itu, hei, "kau tidak apa?"
"Tidak. Tidak. Tidaktidaktidak! Lepaskan aku!" Tony mencoba untuk membangunkannya namun anak itu memberontak. Dan satu-satunya yang ia bisa pikirkan caranya adalah cara yang sama dengan yang ia lakukan setiap kali Peter bermimpi buruk saat kecil. Dan ia memeluknya, mencoba menenangkan anak itu.
"Itu hanya mimpi... kau baik-baik saja," ia menepuk punggung anak itu dengan canggung, namun berhasil perlahan menenangkan anak itu dipelukannya.
'Siapa?'
"Tidak apa, kau akan baik-baik saja," Tony tidak berhenti bergumam hal itu pada anak itu, hingga ia merasakan napas anak itu yang menjadi teratur dalam pelukannya. Ia menghela napas, menatap tubuh ringkih di pelukannya itu sebelum ia mengusap kepala anak itu dan membaringkannya di pangkuannya.
'Apa yang sebenarnya kulakukan,' ia menghela napas dan tampak duduk dengan posisi canggung, mencoba untuk hanya memperhatikan tayangan di layar yang ada didepannya meski ia sama sekali tidak fokus dengan hal itu.
.
.
Ia yakin bahwa ia melihat mimpi buruk yang selalu ia lihat saat matanya tertutup. Ia yakin jika tidak ada yang berbeda dengan itu, hanya teriakan orang-orang disekelilingnya, pukulan dan cacian yang selalu ia dapatkan setiap ia melakukan kesalahan sekecil apapun.
"Kau pikir semua akan selesai jika kau menangis?!"
"Berhenti menangis atau kau akan menerima akibatnya!"
"Tidak ada yang membutuhkan anak yang lemah sepertimu!"
Ia menutup telinganya, ia yakin ia berteriak. Mencoba menyuruh mereka berhenti, namun suara itu terus menggema di kepalanya. Ia hanya bisa menunggu mimpi itu selesai, atau menerima kenyataan jika itu bukan mimpi dan semua yang terjadi sebelumnya adalah mimpi.
'Itu hanya mimpi... kau baik-baik saja...'
Satu suara berbeda yang menenangkannya, ditengah kegelapan itu membuatnya tenang.
Apa itu ketenangan?
Untuk pertama kalinya ia tidak merasa takut. Meski kegelapan masih menyelimutinya, setidaknya suara itu seolah tidak lagi mencapai telinganya.
.
.
Matanya terbuka perlahan, tubuhnya belum ia gerakkan saat matanya tampak membuka perlahan dan hanya menemukan tayangan film Star Wars yang masih diputar. Ia mencoba bergerak, namun ia merasakan sebuah tangan mengusap pelan kepalanya. Terasa nyaman.
Ia mengerjap, tampak mencoba fokus pada seseorang yang sekarang pangkuannya ia jadikan bantal. Setiap kerjapan, semakin menyadarkannya. Tony Stark tampak menutup matanya dan memangku kepalanya. Tambahan usapan tangan yang--sejenak membuat ia merasa nyaman.
...oke, sampai sekarang ia merasa nyaman dengan itu.
Namun, mengingat apa yang terjadi di kamar Andrew membuatnya sedikit terlonjak, dan akan bergerak. Ia tidak ingin membuat Tony tidak nyaman, mungkin saja karena mimpi buruknya ia malah seenaknya membaringkan tubuhnya di pangkuan Tony dan tertidur. Dan--
"Kau tidak perlu bergerak kiddo," Tony masih menutup matanya, yang dikira oleh anak itu jika pria itu tertidur, "kau akan membangunkanku..."
"Kau... masih bangun," ia tidak menangkap candaan dari Tony dan menganggapnya serius. Tangan itu kembali bermain di rambutnya, mengusap pelan rambut curlynya.
"Aku tahu..."
...
"Kau tahu Mr. Stark," ia memutuskan untuk berbicara. Lagipula pria dihadapannya saat ini tidak tidur. Dan suasananya akan canggung jika ia diam, "aku belum meminta maaf untuk malam itu..."
Tony hanya diam.
"Maaf karena masuk ke kamar itu sembarangan Mr. Stark," ia tampak terdengar menyesal, meski wajahnya menunjukkan raut wajah yang datar seperti biasanya.
"Seharusnya aku yang meminta maaf," Tony menghela napas dan tampak menyisir rambutnya dengan jemarinya, "aku tidak tahu apa yang kupikirkan saat itu. Kau tahu, kamar itu sangat berharga untukku. Dan aku tidak menyangka seseorang akan masuk setelah kejadian yang... mengubah semuanya.
Itu bukan salahmu untuk masuk ke kamar itu. Lagipula pintu kamar itu terbuka..."
"Kenapa?"
"Entahlah," Tony tampak menghela napas, entah ia sudah lelah atau memang ia tidak bisa membiarkan anak sekecil ini untuk mengalami mimpi buruk seperti itu, "kurasa karena aku masih berharap suatu hari ia akan kembali..."
...
"Kau membenciku?"
"Kenapa kau mengatakan hal itu?" Untuk kali pertama ia menoleh kearah anak itu, dan anak itu hanya membalas tatapannya tanpa mengatakan apapun.
"Aku mendengar kalau saja saat itu kalian tidak menemukan markas Hydra, anakmu tidak akan tewas," anak itu tampak bergumam dan menutup matanya kembali, "dan kurasa, untuk itu permintaan maaf dariku tidak cukup."
"Kau tidak salah sama sekali kiddo, jika memang ada yang disalahkan, maka aku akan menyalahkan diriku sendiri. Membiarkannya untuk ikut, dan tidak bisa menjaganya seperti ayah pada umumnya. Dan tentu saja aku mengutuk Hydra yang sudah membunuhnya," Tony tertawa getir, "tetapi seperti inilah konsekuensiku sebagai seorang Superhero. Kehidupan penuh pertarungan dan musuh, tidak pernah aman."
"Dan itulah sebabnya kau menjauhiku."
"Kau anak yang pintar," Tony tampak menepuk kepala anak itu, "sekarang tetap di posisimu, tidurlah jika bisa dan jangan mengganggu waktu tidurku."
"...baiklah Mr. Stark."
.
.
Steve yang pertama kali tiba di menara Avengers setelah misi yang melibatkan hampir semua anggota itu. Tidak begitu susah dan berbahaya, namun memakan cukup banyak waktu. Ia tidak bisa meninggalkan Tony sendirian dalam waktu lama terutama dalam keadaan seperti ini. Dan ia khawatir dengan anak itu, setelah Clint diseret paksa Natasha artinya hanya ada Tony dan anak itu.
"Selamat datang Mr. Rogers, lantai berapa yang anda inginkan?"
"Tempat Tony berada, terima kasih Jarvis," Steve menunggu lift membawanya ke lantai dimana Tony berada. Ia segera keluar dari pintu lift dan dihadapkan dengan tayangan Star Wars di layar yang berhadapan dengan lift, "ah, Clint..."
Sebelum ia pulang terlebih dahulu Clint memintanya untuk mematikan TV yang menayangkan Star Wars karena ia lupa melakukannya. Dan Steve akan mengambil remote di depan meja saat ia berhenti untuk menemuka Tony yang berada di sofa. Tertidur dalam posisi duduk, dengan anak laki-laki berusia 14 tahun itu yang berbaring di pangkuannya.
...
Ia ingat bagaimana ia hampir selalu menemukan Tony dan Peter dalam posisi seperti ini setiap ia meninggalkan mereka berdua. Dan mengingat kenyataan Tony sangat susah untuk tertidur nyenyak, ia selalu bisa tidur dengan tenang setiap bersama dengan Peter saat itu.
Ia tersenyum, menghela napas dan mengusap kepala Tony sebelum mengecup dahinya. Begitu juga dengan anak itu.
"Selamat malam..."
Ia membiarkan mereka tidur disana setelah menyelimuti keduanya.
.
.
"Hei kiddo, keluar dan bangunlah atau Natasha akan membangunkanmu," keesokan hari setelah itu, hubungan Tony dan juga anak itu menjadi lebih dekat. Steve tahu itu, karena saat ia kembali dari misi terlebih dahulu karena akan mengecek keadaan Tony, saat itu posisi mereka tetap sama. Tertidur, dengan Tony memangku kepala anak itu.
Sementara yang lainnya tampak mengerutkan dahi mereka. Mulai dari kenyataan Tony tidak begitu sering lagi mengurung diri, dan sekarang ia tampak cukup akrab dengan anak itu.
"Baiklah Mr. Stark," anak itu mengangguk dan tampak berjalan keluar dari kamarnya menuju ke dapur. Meskipun hubungan mereka perlahan berubah, tentu saja anak itu masih menjaga privasi kali ini. Tony tidak suka ia masuk ke kamar itu lagi, dan ia tidak melakukannya. Toh, Andrew selalu datang ke tempatnya setiap malam.
"Sore ini akan ada pemeriksaan rutin di S.H.I.E.L.D. Tidak apa?" Steve memberikan piring berisi roti dan telur pada anak itu. Memang, anak itu masih tetap sering berkunjung satu minggu sekali untuk melakukan pengecekan langsung dari pihak S.H.I.E.L.D.
"Tidak apa..."
"Ah untuk hal itu. Aku dan yang lainnya sepertinya tidak bisa mengantar. Tony, kau bisa mengantarkannya sendiri kan?" Steve tampak menoleh pada Tony dan juga anak itu.
"Tidak masalah, kalian harus melaporkan misi kemarin kan?" Tony tampak menjawab dengan santai sambil meminum minumannya.
"Ada apa dengan hari kemarin? Kurasa saat aku ditarik paksa Natasha, mereka tidak sedekat itu," Clint berbisik pada Steve yang hanya tertawa pelan mendengarnya.
"Bagaimanapun Tony bersikap, ia bukan orang yang dingin. Dan anak itu... spesial," Steve hanya melihat keduanya.
.
.
"Baiklah, kurasa kita akan tepat waktu sampai disana. Si bajak laut itu tidak pernah suka dengan keterlambatan," Tony masuk ke dalam mobil bersama dengan anak itu. Kali ini tidak ada Andrew yang selalu muncul disekelilingnya. Dan anak itu hanya mengangguk sebelum ia berjalan akan masuk ke dalam mobil.
Namun, mendadak bulu kuduknya berdiri. Seolah ada sesuatu yang menahan dirinya untuk masuk ke dalam mobil itu.
"Ada apa?"
Ia menatap Tony yang menatapnya bingung. Ia tampak memegangi lengannya dan mengusapnya, tampak menggeleng dan berjalan masuk dengan gestur tidak tenangnya.
"Tenang saja, ini bukan kali pertama kau menghadapi Nick bukan? Ia memang menyeramkan tetapi ia tidak akan melukai anak-anak," Tony tampak duduk di sisi lain dari mobil, dan anak itu hanya mengangguk dan duduk dengan tidak nyaman di sisi lainnya. Ia tidak mempermasalahkan mereka akan bertemu dengan Nick.
Walau penampilannya cukup menyeramkan, namun Peter tidak pernah merasa takut dengan pria berkulit hitam itu. Namun, ada satu hal yang saat ini membuat ia khawatir. Walau ia tidak tahu apa, namun intuisinya mengatakan jika itu adalah hal yang sangat buruk.
"Kau... akan menemaniku?" Tony segera menoleh pada anak itu yang masih tidak tenang, namun yang membuatnya kaget adalah kenyataan jika itu kali pertama anak itu memintanya melakukan sesuatu. Ia hanya menepuk kepala anak itu dan menghela napas.
"Tentu kiddo, ini tugasku."
Ia mengangguk, hanya diam dan menunggu mobil tiba di tempat tujuan mereka.
.
.
Suasana di dalam mobil sunyi. Tidak ada yang berbicara dan baik Tony ataupun anak itu tampak hanya menatap jendela masing-masing.
Namun, suara handphonenya berbunyi saat Tony tampak mengeluarkannya dari jas dan melihat nama "Pepper Potts" di layarnya. Tentu dahinya berkerut. Ia yakin semua pekerjaannya sudah selesai karena ia mengurung diri dan bekerja non stop sebelum ini.
"Pepper?" Ia mengangkat telpon dari Pepper dan tampak semakin bingung, "menandatangani sesuatu? Apakah tidak bisa ditunda? Hm? Oh ayolah, aku harus mengerjakan sesuatu hari ini. Hanya sebentar? Hah, baiklah-baiklah. Tidak sampai 10 menit oke?"
Setelah beberapa perkataan dari Tony, ia mematikan handphonenya dan menatap pada anak itu.
"Maaf Kiddo, kita harus pergi ke suatu tempat sebentar. Aku berjanji tidak akan lama," anak itu tampak menatap Tony sebelum mengangguk. Tony segera meminta supirnya untuk berputar arah dan menuju ke perusahaan Stark yang untungnya tidak jauh dari lokasi mereka sekarang.
.
.
"Baiklah kiddo, aku hanya akan pergi tidak lebih dari 5 menit kesana," ia menunjuk sebuah bangunan tinggi dimana mobilnya terparkir di depan pintu masuk perlahan berhenti.
"Hanya... hanya sebentar?"
"Ya, aku janji," Tony mengusap kepala anak itu dan tampak keluar setelah pintu itu dibukakan petugas keamanan yang menyapanya dengan sopan.
Anak itu tidak nyaman, semakin tidak nyaman dengan kepergian Tony. Matanya tidak lepas dari sosok Tony yang semakin menjauh dan menghilang dibalik pintu otomatis yang tertutup.
'Cepatlah kembali,' ia tampak menggigit bibir bawahnya, matanya mengarah pada supir yang ada bersama dengannya dan tidak bergerak dari posisinya.
"Kau kembali juga..."
Suara itu tampak rendah dan juga berat, terasa menakutkan dan juga asing mungkin bagi semua orang, namun Peter pernah mendengarnya.
"Kau..."
"Senang bertemu denganmu lagi, Eksperimen Gamma," dengan senyuman dinginnya, pria itu melepaskan jas hitamnya dan menampakkan kemeja putih dengan lambang Hydra disana.
"Hail Hydra..."
Peter selalu mendengar itu, dan tampak ia segera menoleh kearah luar seolah mencari sosok Tony dalam keramaian itu namun tentu tidak ada. Ia mencoba membuka pintu, namun pintu terkunci sempurna.
"Kau tidak akan pergi kemanapun..."
Ia takut...
(Satu gedoran kaca tebal anti peluru di mobil Tony, seolah ia mencari seseorang untuk menyelamatkannya.)
Apa yang ia takuti?
Mr. Stark akan kembali dan menyelamatkannya...
Bukankah ia selalu tahu jika semua ini akan berakhir seperti sekarang? Ia akan kembali ke tempat itu, dan kembali sendiri...
Tidak ada yang akan menyelamatkannya...
.
.
Happy Hogan, seorang petugas keamanan baru yang baru saja diterima di perusahaan Stark dan akan menjalani hari pertamanya saat ia turun dari motornya dan melihat kearah mobil hitam yang familiar. Mobil milik bossnya. Dengan sigap karena ia yang berada di dekat sana, ia segera berlari dan membuka pintu menunggu beberapa saat sebelum Tony keluar dan menyapanya dengan sopan.
Ia sempat melihat seorang anak di dalam mobil. Mengira jika itu adalah Peter Andrew, anak dari Tony. Dan ia menutup pintu itu kembali. Setelah ia selesai dengan itu, ia berbalik untuk memarkirkan motornya dengan baik karena tadi ia terburu-buru membukakan pintu, ia mendengar ketukan dari mobil tersebut.
Warna kaca mobil memang gelap, namun ia bisa melihat samar anak di dalam mobil itu tampak menggendor keras kaca di sampingnya.
"Wha--"
Dan sebelum ia bisa bereaksi kembali, mobil itu sudah menancapkan gas dengan cepat dan pergi dari tempat itu.
...
"Huh? Tu--tunggu, tadi itu--" bagaimanapun dilihat, yang tadi terlihat seperti penculikan. Namun tidak ada satupun orang yang curiga dan hanya ia sendiri yang mendengar dan melihat mobil itu dan anak yang tampak menggedor kaca dengan panik.
"Hei, kau mau memasukkan motormu atau tidak? Aku akan mengambil parkiranmu jika tidak," orang lain tampak akan memasukkan motornya ke lahan parkir disana, dan Happy hanya bisa menoleh bergantian sebelum berdecak kesal.
"Kau pegawai disini bukan? Bagaimanapun caranya katakan pada Mr. Stark kalau mobilnya dibawa pergi seseorang," Happy tampak menoleh pada orang itu dan menaiki motornya.
"Huh? Hei tunggu!"
Namun tidak digubris pria itu panggilan untuknya.
.
.
"Pepper, dimana laporan yang harus kutandatangani?" Tony baru saja sampai di depan ruangannya dan menemui Pepper yang tampak mengerutkan dahinya melihat kedatangan Tony.
"Laporan? Kau sudah menyelesaikan semuanya 1 bulan ini Tony, tidak ada laporan yang harus kau tandatangani."
"Huh? Tetapi kau--" Tony baru saja akan menanyakannya saat telpon di ruangannya berbunyi. Tony yang tampak berada paling dekat segera mendekat dan mengangkatnya, "halo?"
"Mr. Stark, ada laporan darurat dari bagian keamanan. Mobil yang anda gunakan pagi ini tampak melaju cepat meninggalkan kantor. Baru saja," matanya membulat.
"Shit!"
Satu hal yang ia pikirkan adalah anak itu. Yang berada dalam mobil saat ini.
.
.
Sementara di salah satu sisi jalanan yang ada di dekat perusahaan Stark, seorang berambut hitam dan mengenakan kacamata hitam itu tampak berjalan santai ditengah kerumunan orang-orang disana.
'Akhirnya selesai juga,' ia menghela napas dan tampak baru saja akan berbalik kearah halte bus untuk menunggu bus yang akan ia naiki, saat mobil yang membawa anak itu tampak melintas di depannya.
Seolah mengetahui ada yang aneh dengan mobil itu, ia tampak menghentikan langkahnya.
"Hei tunggu!"
Dan suara seseorang yang mengejar mobil berkecepatan tinggi dengan menggunakan sepeda motor.
...
"Kurasa aku tidak akan pernah tenang sehari saja..."
.
.
To be Continue
.
.
Happy Hogan!
Di SHC, aku lihat dia itu dket sama Peter dengan caranya sendiri. Dan kubuat dia punya bagian cerita sendiri barengan sama satu karakter lainnya.
Dan Happy yang jadi petugas keamanan itu canon loh. Di SHC, Tony pernah bilang kalau Happy itu sebelum jadi pengawal pribadinya, kerja dia jadi petugas keamanan dan supir. :))
Ya ampun, saya bablas 3680 kata 😂😂😂😂 maaf kebanyakan! Ini bukan rekorku sih, di FFN dulu aku pernah nulis 1 chapter sampe 10k 😂😂😂
.
.
Next : Hydra kembali mendapatkan anak itu setelah menyusup menjadi supir pribadi dari Tony Stark. Tidak hanya itu, Jarvis dirantas oleh seorang agen Hydra hingga Tony tidak bisa memanggil seragam Iron Mannya dan Steve serta yang lainnya terkurung dalam menara Avenger.
Happy Hogan mendedikasikan dirinya sebagai petugas keamanan dari perusahaan Stark. Dari sekian keanehan yang ia hadapi melihat sikap dan juga status Tony Stark, ia tidak akan menyangka akan mengejar sebuah mobil dengan sepeda motornya hanya untuk mengejar penculik yang menculik anak yang dibawa oleh bossnya.
"Hei apa yang kau lakukan?!"
Dengan seorang penumpang "gelap" yang mendadak berada di belakangnya dan membantunya untuk mengejar mobil berkecepatan tinggi di tengah ramainya kota New York City.
"Aku akan menghentikan mobil di depan. Melompat dari motormu."
"Apa?!"
"Sekarang."
Next, I didn't sign for this job!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top