29. Thank You

"Sudah kukatakan Laura, kau berlebihan. Aku tidak apa-apa," Clint menaikkan sedikit pakaiannya dan menunjukkan bekas SHIELD mengobati lukanya karena misi sebelum Ultron. Laura hanya menghela napas, ia menatap Clint yang mengusap rambutnya.

"Aku hanya tidak ingin terjadi sesuatu padamu setelah apa yang terjadi padanya," Laura hanya menggelengkan kepalanya dan menjauhi Clint, "ia baru saja tewas 4 bulan yang lalu. Aku tidak bisa kehilangan keluargaku lagi."

Clint tersenyum sebelum memeluk Laura dan mengusap kepala adiknya itu. Namun, usapannya berhenti, seolah ia memikirkan lebih dalam apa yang terjadi sebelum ia kemari.

"Ada yang kau pikirkan?"

"Kau ingat apa yang kucari selama satu tahun ini?" Clint memang selalu menceritakan masalahnya pada adik sematawayangnya itu. Laura berpikir beberapa saat sebelum mengangguk. Tentu, hanya ada satu hal yang sering dibicarakan oleh Clint selama 1 tahun ini.

Pietro Maximoff.

Pemuda Sokovia yang menghilang setelah berusaha menculik Peter. Ya, Clint juga menceritakan tentang Peter pada Laura. 

"Aku menemukannya," Clint tersenyum kecut dan Laura tampak terdiam. Ia mendekat dan menatap Clint yang menghela napas panjang, "kurasa aku sedikit terlambat. Kukira aku akan... kukira aku akan bisa menyelamatkannya dan membawa mereka ke tempat yang lebih aman. Kukira, dendam mereka pada Tony sudah selesai dan aku akan bisa memberikan mereka kehidupan yang layak."

"Kau berpikir terlalu keras, apakah ia terlihat terpaksa saat membantu musuhmu?"

"Awalnya begitu, ia tidak pernah mengatakannya padaku, namun kurasa awalnya kukira ia menjadi bagian dari Hydra karena adiknya yang akan menjadi ancaman. Tetapi, saat aku bertemu dengannya lagi, kurasa adik perempuannya itu bukan lagi sebuah alasan untuknya berada disana," Clint duduk di tepi ranjang dan menghela napas lelah. Laura hanya mengusap kepala kakaknya itu dan menghela napas.

"Kurasa ia sangat spesial untukmu? Seperti Natasha dan juga dr. Banner..."

"Natasha dan Bruce? Ada apa dengan mereka--dan aku hanya ingin membantunya saja," Clint memiringkan kepalanya dan menatap kearah Laura yang hanya menghela napas dan menggeleng pelan, "apa maksudmu?"

"Akan kujelaskan saat kau sudah lebih dewasa Mr. Hawkeye."

.
.

"Aku akan mengantarkan Peter dan mencoba untuk melacak Ultron," Tony tampak mengenakan pakaiannya dan mendekati Steve yang mengangguk. Tentu saja yang terbaik adalah Tony tetap berada di markas sekaligus untuk melindungi Peter, "berhati-hatilah."

"Kau juga Tony, kurasa Ultron tidak akan melepaskan Peter begitu saja. Ia bisa saja menggunakan Peter untuk memancing kita," Tony mengangguk mendengarkan perkataan dari Steve.

"Aku akan mengantarkanmu ke markas. Kau tidak keberatan jika aku meminjam Agent Hill?"

"Dia bekerja untukmu, kau tidak perlu meminta izin padaku," Tony tampak menoleh pada Nick yang segera berbalik meninggalkan Tony dan Steve. Mereka berdua saling bertatapan, sebelum Steve memegang kedua pipi Tony dan mengecupnya singkat.

"Kabari aku jika ada yang terjadi padamu ataupun Peter..."

"Tentu."

.
.

"Teganya kau!"

Wanda menatap Ultron tidak percaya saat ia mencoba untuk membaca pikiran tubuh yang akan ditempati oleh Ultron. 

"Teganya aku apa?"

"Kau mengatakan kita akan menghancurkan Avengers, membuat dunia yang lebih baik!"

"Dunia akan lebih baik."

Wanda menatap kearah Ultron dengan suara yang masih gemetar.

"Setelah semua orang binasa?"

"Itu bukan--" Ultron tampak sedikit ragu untuk menyangkal, "umat manusia akan memiliki kesempatan untuk berkembang."

"Jika mereka tak bisa?"

...

"Tanyakan pada Nuh."

"Kau gila..."

"Ada lebih dari lusinan peristiwa kepunahan," Ultron mencoba untuk meyakinkan mereka, sementara Wanda tampak menggerakkan tangannya diam-diam. Ia mengarahkan kekuatannya untuk membebaskan Cho dari pengaruh mind stone, "bahkan sebelum dinosaurus punah. Dan saat bumi mulai membaik, tuhan mengirimkan meteor hingga menabrak bumi. Dan percayalah padaku, ia akan melakukannya lagi. Tidak ada tempat untuk orang-orang yang lemah."

"Siapa yang menentukan siapa yang lemah dan kuat?"

"Kehidupan," Ultron terkekeh pelan mendengar perkataannya sendiri, "kehidupanlah yang memutuskan."

Ultron merasakan sesuatu, ia tahu jika Quinjet bergerak. 

"KIta harus bergerak."

"Itu tak masalah," Cho yang sudah sadar tampak menghentikan pembuatan tubuh itu. Dan tentu saja Ultron hanya memutar bola matanya dan menembakkan laser menuju kearah Cho hingga ia terluka dan tidak sadarkan diri sementara Pietro segera membawa Wanda kabur dari tempat itu.

.
.

Perebutan tubuh Ultron yang terjadi berhasil membuat mereka mendapatkan tubuh robot itu, namun Natasha dibawa olehnya saat mereka lengah. Mau tidak mau, mereka kehilangan jejak dan kembali ke markas membawa Wanda dan juga Pietro.

"Apakah kita sudah biasa melacaknya Tony?"

Clint tentu saja khawatir dengan sahabatnya itu. Ia bahkan tidak menyapa atau menyambut Pietro yang pada dasarnya ia cari selama 1 tahun ini tanpa henti. 

"Tidak. Ia memblok kita untuk mencarinya, apakah kau dan Nat punya cara untuk berkomunikasi tanpa diketahui olehnya?" 

"Kurasa, aku butuh waktu," Clint tampak menghela napas dan memijat dahinya yang mendadak pusing. Pietro dan juga Wanda tampak hanya memperhatikan mereka semua dan juga tubuh Ultron yang ada disana. 

"Bagaimana keadaan Peter Tony?" Pertanyaan dari Steve membuat semua orang yang berada disana tampak menoleh kearah Tony seolah menunggu seseorang bertanya tentang hal itu. 

"Ia masih mengurung dirinya. Ia tidak mau makan dan sama sekali tidak beristirahat," Tony tampak menghela napas dan menatap kearah Steve yang juga khawatir. Pietro sendiri juga khawatir, dan menatap Wanda yang tampak hanya bisa diam sebelum berbalik meninggalkan ruangan itu.

"Wanda--" Pietro akan menghampiri saat Clint tampak menghentikannya dan memegang pundak Pietro.

"Aku harus berbicara denganmu..."

.
.

Wanda tampak berjalan di salah satu sisi dari bangunan menara itu, mencari kamar demi kamar yang ada disana hingga ia menemukan sebuah kamar dengan gantungan bertuliskan Thomas. Ia tahu jika ini adalah tempat yang ingin ia kunjungi setelah apa yang telah ia lakukan.

Wanda mengetuk pintu itu perlahan, tampak menunggu jawaban selama beberapa saat sebelum ia memutuskan untuk membuka pintunya perlahan meski ia tahu itu sedikit tidak sopan.

"Hei, kau ada didalam? Aku ingin meminta maaf--" Wanda berjalan memasuki ruangan yang gelap itu. Ia bisa melihat Peter yang terduduk di pojok ranjangnya dan membenamkan wajahnya di lipatan tangannya.

"Hei, kau baik-baik--"

"Apakah yang kau tunjukkan itu adalah ingatanku?" Peter tampak berbisik, namun ia menyadari pedatangan Wanda dan berbicara dengannya. Wanda hanya diam sejenak, ia menatap Peter yang tidak menatapnya, "--apakah itu hanyalah manipulasi yang kau lakukan?"

...

"Aku hanya ingin melihat apa yang istimewa darimu hingga Pietro memperhatikanmu lebih," Wanda tampak berbisik namun cukup untuk membuat Peter mendengarnya, "aku sama sekali tidak memanipulasi ingatanmu. Dan itu... itu adalah ingatanmu sendiri."

Suasana disana tampak hening, menyesakkan jika itu bisa mencerminkan apa yang dirasakan oleh Wanda.

"Aku bisa menghapusnya kembali--"

"Tidak perlu," Peter tampak bergumam dan menggeleng. Ia tersenyum getir, kali ini menatap kearah Wanda dengan tatapan kosongnya, "terima kasih, sungguh..."

Suara tawa itu terdengar menyesakkan, Wanda tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini.

"Bisakah kau meninggalkanku sendiri?"

.
.

"Maafkan aku."

Pietro memutuskan untuk mengikuti Clint yang entah kenapa meminta maaf padanya. Saat ini, mereka berdua tampak hanya sendirian di salah satu ruangan depan yang ada disana.

"Untuk apa?" Sungguh, itu bukan sebuah sarkasme, namun Pietro tidak mengerti kenapa Clint meminta maaf padanya.

"Seharusnya saat itu aku lebih meyakinkanmu untuk ikut denganku," Clint menggaruk dagunya dan tampak memalingkan wajahnya, "kau dan adikmu tidak perlu sampai berakhir di tempat itu lagi."

...

"Kau tahu jika kami yang meminta bukan? Aku tidak diculik ataupun dipaksa menjadi bahan penelitian."

"Tetap saja--" Clint sedikit menaikkan nada bicaranya panik sebelum ia terdiam dan memalingkan wajahnya, "--tidak ada yang harusnya mengalami hal seperti ini. Kau juga pasti memutuskannya karena ada alasan sendiri."

"Aku pernah menceritakannya bukan, ini semua karena temanmu."

"Tony bukan orang seperti itu. Dulu ia memang pria yang egois, tetapi didalam dirinya ia adalah orang yang paling bodoh dan paling memikirkan orang lain daripada semua orang yang kukenal," Clint sudah sangat lama mengenal Tony, bahkan sejak Andrew baru berusia kurang dari 10 tahun. Tentu saja ia menjadi sangat mengenal pria itu, "ia menutup divisi persenjataan, menurutmu karena apa? Ia tidak menginginkannya, jika ada yang harus disalahkan, itu adalah ayahnya."

...

"Itu tidak menjawab kenapa kau bersikeras untuk menolongku."

"Karena aku," Clint tampak terdiam, ia mengerutkan dahinya. Ia sendiri jika dipikir sama sekali tidak mengerti kenapa ia mencoba sangat keras selama 1 tahun untuk menolong Pietro. Ia tidak sempat untuk menjawabnya saat Pietro tampak mendekat, menghempit tubuh Clint yang lebih pendek darinya diantara dinding dan dirinya.

"Kau bahkan tidak tahu alasan sebenarnya kau ingin menolongku?" Clint mengutuk Pietro yang memiliki tubuh lebih jangkung dan lebih besar darinya. Suara Pietro dengan aksen Sokovianya tampak terdengar sangat dekat di depan telinga Clint. Clint sendiri menatap kearah Pietro tanpa ragu sebelum memegang kedua pipi Pietro dengan kedua tangannya.

"Aku tidak butuh alasan untuk menolong orang lain. Dan kau sudah melepaskan Peter, dan menemaninya. Apakah itu tidak cukup menjadi alasanku menolongmu?" Clint menatap kearah Pietro yang mematung dengan keadaan mereka saat ini. Ia membutuhkan waktu hingga suaranya kembali.

"Kurasa... iya," Pietro tampak masih membulatkan matanya. Ia bahkan yakin saat ini wajahnya sedikit memerah. Ia ingin memojokkan Clint, tetapi ini seperti sebuah senjata makan tuan. Apalagi, saat Clint tampak tersenyum puas saat itu dan mengangguk, "bisakah kau menjauh?"

"Ah, baiklah," Clint melepaskan tangannya dan Pietro tampak bergerak cepat menjauh dari Clint yang memiringkan kepalanya bingung. Ia memegangi dadanya, ia sangat yakin suaranya akan terdengar kencang jika ia terus berada dalam posisi tersebut. Ia menutupi mulutnya dengan lengannya, bersama sebagian wajahnya yang merah menyala.

'Apa-apaan tadi?'

.
.

"Aku melihat vision. Pusaran yang menghisap segala kehidupan. Dan dipusatnya, ada itu," Thor baru saja membantu Tony dan Bruce untuk menyempurnakan tubuh Ultron yang belum selesai itu. Ia menunjuk kearah batu berwarna kuning yang ada di dahi tubuh itu, "benda itu adalah mind stone. Satu dari enam infinity stone. Kekuatan terbesar di alam semesta. Kekuatan penghancurannya tak tertandingi. "

"Lalu kenapa kau membuat--"

"Karena Tony benar."

"Inilah akhir penantian itu," Bruce bergumam dan kaget mendengar apa yang dikatakan oleh Thor. 

"Avengers tak bisa mengalahkan Ultron. Tidak jika sendirian."

"Lalu mengapa Vision-mu terdengar seperti Jarvis?" Steve masih siaga namun mengendurkan pertahanannya.

"Kami mengatur ulang Matrix Jarvis untuk menciptakan hal baru."

"Aku sudah muak akan hal 'baru' itu," Vision tampak menghentikan perkataan Tony, "kau pikir aku anak Ultron. Apa itu benar? Aku bukanlah Ultron. Aku bukanlah Jarvis. Aku... adalah aku."

"Aku mengintip pemikiranmu," Wanda tampak menatap kearah Vision, "dan aku melihat kehancuran."

"Coba kau lihat sekali lagi."

"Jika wanita itu setuju, maka kita benar," Clint mendekat dan menatap kearah Vision juga Wanda. 

"Kekuatan mereka, kekuatan dalam kepala kita, Ultron itu sendiri. Itu berasal dari mind stone," Thor menjelaskan kenapa Wanda bisa mendapatkan penglihatan itu, "itu tak sebanding dengan kekuatan yang bisa dilepaskan batu ini. Tapi dengan dirimu di sisi kami..."

"Benarkah? Apa itu benar? Apakah kau ada di pihak kami?"

"Kurasa tak semudah itu," Vision tampak menatap Steve yang memastikan itu, "jika singkat ceritanya, aku di sisi kehidupan. Ultron tidak. Dia akan memusnahkan kehidupan."

"Apa yang Ultron tunggu?"

"Kalian," Vision melihat semua orang disana.

"Dimana?"

"Sokovia," Vision menoleh sekeliling dan tampak terdiam sejenak, "bersama dengan anak laki-laki itu."

...

"Fri, dimana Peter?"

"Ia sedang berada di kamarnya dan tertidur boss."

"Tidak, aku yakin anak itu tidak ada disini," Vision tampak bergumam dan Steve serta Tony tampak saling bertatapan sebelum bergegas menuju kearah kamar Peter. Yang mereka lihat dan buka saat itu, hanya terdapat kamar kosong dan juga jendela yang terbuka.

Dan mereka tahu, apa yang dikatakan oleh Vision benar adanya.

.
.

"Kau yakin ingin melakukannya?"

Nick menoleh kearah Peter yang mengenakan seragamnya. Peter mengangguk sebelum ia menurunkan topengnya menutupi wajahnya. Ia menghubungi Nick, mencoba untuk memintanya mengantarkan ke Sokovia setelah ia berhasil melacak Ultron dan mengetahui jika Natasha diculik oleh Ultron.

Ia tidak bisa tenang di markas karena ia sama sekali tidak bisa istirahat dan juga tidak bisa merasa sendirian. Ia bisa saja hanya berpatroli, namun ia juga mencemaskan Natasha hingga menghubungi Nick karena ia tidak akan bisa pergi ke Sokovia sendirian.

"Ya, aku akan melakukannya," Peter akan menuruni pesawat Quinjet saat Nick menghentikannya dan memegang lengan atasnya, "ada apa Paman Fury?"

"Kau tidak dalam keadaan yang baik. Kutanya sekali lagi, kau yakin akan melakukan ini?"

.
.

"Au--Miss Black Widow!" 

Setelah meyakinkan Nick jika ia akan baik-baik saja, ia segera menuju kearah dimana ia meyakini Natasha ada disana. Tentu ia mengetahuinya setelah menyadap sandi morse yang dikirimkan Natasha pada Clint. 

"Spiderman?"

"Nick Fury memintaku untuk menyelamatkanmu. Kita harus pergi sebelum," Peter tampak akan menghancurkan penjara itu saat Spider sensenya bekerja dan ia menghindar dari serangan di belakang. Ia menoleh dan menemukan Ultron yang menembakinya tadi.

"Ah, Spiderman. Kau tidak berpikir jika aku akan membiarkanmu membawanya pergi bukan?"

"Aku tahu, tetapi tidak ada susahnya mencoba daripada aku harus menunggu mereka bertikai saja," jawab Peter mengangkat bahunya. Natasha tampak bingung dengan perkataan Peter. Namun, Peter yang berada di kostum Spiderman tampak segera menembakkan jaring kearah Ultron.

"Berhati-hatilah Spiderman, ia mengendalikan seluruh tubuh disini. Kau tidak akan bisa melawannya sendirian."

.
.

Memang benar, Peter kewalahan dengan semua tubuh buatan Ultron yang menyerangnya bergantian ataupun bersamaan. Memang ia berhasil menghancurkan beberapa, namun benda-benda itu berdatangan dan semakin banyak. 

"Kau tidak akan menang Spiderman. Terutama, dengan trauma yang kau rasakan saat Wanda memasuki pikiranmu," Peter tampak membulatkan matanya, menatap kearah Ultron yang tampak mendengus, "ya, aku tahu siapa kau. Dan apa yang diperlihatkan gadis itu padamu."

Ia sedikit kehilangan keseimbangan dan akan terjatuh terduduk. 

BANG!

Satu tembakan menggema, tidak ada yang terluka. Ultron menggunakan salah satu senjata yang ada disana dan menembak kearah udara. Ia tidak bodoh untuk melukai Peter lebih daripada beberapa pukulan. Peter akan menjadi tahanan yang menguntungkan untuknya.

Ia hanya ingin menakutinya.

"T-tidak," Peter tampak menutup kedua telinganya, mendengar semua teriakan dan juga perintah yang diberikan di ingatannya saat mendengar tembakan itu.

BANG! BANG!

"H-Hentikan!"

"Apakah ini mengingatkanmu akan sesuatu, Spiderman?" nada mencemooh saat menyebut nama itu tidak digubris oleh Peter. Ia hanya menutup matanya dan terduduk. Dan itu menjadi kesempatan Ultron untuk menendangnya hingga ia terlempar ke samping Natasha.

"Kau tidak apa?"

"Menunggulah dengan tenang disini," Ultron tampak mengunci jeruji itu lagi dan menatap keduanya, "mungkin kau bisa menunjukkan identitasmu padanya."

Peter sama sekali tidak merespon cemoohan itu ataupun pertanyaan Natasha, ia hanya menutup telinganya dan meringkuk. Ultron tampak berbalik meninggalkan tempat itu, Natasha hanya bisa menatap kearah Spiderman yang tampak hanya bergumam sesuatu yang tidak bisa ia dengar.

"Maafkan aku..."

Hanya itu yang bisa ia dengar, dan melihat bagaimana napas pemuda itu memburu, Natasha segera mendekat dan mencoba untuk mengecek keadaannya.

"Hei, bernapaslah. Kau dengar aku? Kau harus bernapas, kau mengalami serangan panik, jika kau tidak tenang kau akan pingsan," Natasha tampak bergumam dan menepuk pundak pemuda itu. Namun percuma, tubuh pemuda itu menegang dan menjauh sedikit.

"Maaf, aku harus melepaskan topengmu atau kau akan dalam bahaya," Natasha tampak menybakkan hoodie milik Peter dan akan melepaskan topengnya namun Peter segera menahan tangannya.

"Aku tidak akan memberitahukannya pada siapapun..."

"Berjanjilah."

"Aku berjanji," Natasha sedikit bingung apa yang membuat pemuda itu tampak sangat tidak ingin mereka mengetahui tentang identitas sebenarnya sang Vigilante. Natasha perlahan menyentuh topeng itu, menampakkan sedikit demi sedikit wajah pemuda itu.

Dan saat semua bagian topeng terlepas, topeng itu terlepas dari tangan Natasha begitu saja. Ia terlalu shock dengan siapa yang ada di balik topeng itu.

...

"...Peter?"

To be Continue

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top