2. Mysterious Ghost

Peter Andrew Rogers Stark sama sekali tidak menyangka jika usianya akan berakhir secepat ini. Ia memang hidup di lingkungan yang berbahaya dengan kedua orang tuanya yang merupakan superhero terkenal, begitu juga dengan paman dan bibinya. Tetapi mereka selalu bisa menjaga dan juga melindunginya.

Ia memang sangat sering terancam bahaya, dan pernah beberapa kali diculik untuk dijadikan ancaman. Mulai dari penculikan pertamanya di usia 4 tahun beberapa bulan setelah ia terkena gigitan laba-laba radioaktif hingga beberapa saat sebelum ia memutuskan menjadi seorang Superhero seperti keluarganya. Dengan nama Spiderman.

Oke, ia memang menjadi seorang Vigilante yang menegakkan hukum tanpa ada organisasi layaknya polisi ataupun Avengers. Dan ia hanya bertugas disekitar Manhattan dan juga Queens.

Tetapi itu sudah cukup untuknya...

...tidak. Ia tahu ia hanya ingin membohongi dirinya dengan mengatakan hal seperti itu. Ia ingin ikut berjuang dengan keluarganya. Seperti saat Loki--adik dari salah satu pamannya tampak mengambil sebuah batu yang dulu dilindungi oleh ayahnya.

Tesseract lebih tepatnya.

Saat itu usianya 12 tahun, dan itulah kali pertama ia ingin membantu kedua ayahnya dan keluarganya. Tetapi mengingat mereka terlalu protektif padanya, ia tidak bisa meyakinkan mereka jika ia bisa menjadi Superhero seperti mereka.

Ironi, saat pada akhirnya ia bisa berjuang bersama dengan keluarganya adalah saat ia kehilangan nyawanya.

'Kurasa paman Clint akan menyalahkan dirinya karena ini...' ia menggerutu pelan ketika memikirkan itu. Dan ia hanya bisa menatap kearah kedua orang tuanya di tempat tidur mereka. Lebih tepatnya hanya Steve karena Tony tertidur didepan meja kerjanya.

"Dad... kau pasti memaksakan diri lagi untuk bekerja. Kau membuat Pops khawatir kau tahu," ia mendekati Tony dan akan menyentuhnya sebelum sentuhan itu tidak pernah sampai karena tubuhnya menembus tubuh ayahnya begitu saja.

...

Ia hanya menatap tangannya, memikirkan apa yang terjadi hingga sekarang.

.
.

Pertama kali ia membuka matanya setelah kejadian di markas Hydra adalah dirinya berada di kamar. Sesuatu yang tidak wajar. Karena ia yakin jika ia sudah tewas. Spider sensenya mengatakan jika ia sudah mati saat itu, namun kenyataannya bagaimanapun juga disekitarnya adalah kamar yang ia tempati selama 18 tahun lamanya.

"Pops? Dad...?"

Ia menoleh sekeliling, tampak melihat pintu yang terbuka dan berjalan keluar dari kamarnya. Ia berjalan keluar, mendengar dua orang berbicara dan menemukan kedua ayahnya yang tampak duduk di bar yang ada di ruang tengah.

"Tony, kurasa sudah cukup..."

"Tidak Steve," Peter mengerutkan dahinya. Selama 18 tahun ia berada disini, ia sudah tidak pernah lagi mendengar ayahnya semabuk itu, "hanya malam ini... kumohon biarkan aku mabuk..."

...

"Dad, kau tahu kalau pops tidak akan membiarkannya bukan? Itu tidak baik untuk kesehatanmu," ia menghela napas dan mendekati keduanya. Namun, Steve bukannya menghentikan Tony, hanya mengambil salah satu whisky yang ada di dekatnya dan membukanya.

"Kau berjanji... hanya untuk hari ini," Peter tidak pernah sama sekali melihat ayahnya--Steve--meminum alkohol. Steve adalah orang yang bergaya hidup sehat. Dan... apakah mereka tidak mendengarnya?

"Dad? Pops?" Ia kembali mendekat hingga hanya berjarak kurang dari 1 meter dibelakang mereka. Anak itu hendak menepuk pundak keduanya saat ia sadar jika ia tidak bisa menyentuh keduanya. Ini bukan lelucon, tubuhnya terasa transparan dan kedua ayahnya tidak bisa melihatnya.

"Tidak..."

Ia memang sudah mati. Tetapi jiwanya masih tetap disana.

.
.

Suasana diantara mereka tampak canggung. Kalimat yang diucapkan pemuda itu tampaknya membuat anak didepannya tampak terdiam. Bukan rasa takut yang anak itu rasakan, namun hanya ekspresi bingung yang diberikan sambil anak itu tidak melepaskan pandangan dari Peter.

"Apakah seharusnya aku tidak melihatmu?"

Tentu saja! Seharusnya anak ini bisa melihat tubuhku transparan bukan?! Kenapa ia tenang-tenang saja?

Malah Peter yang saat itu tampak ingin berteriak kearah anak itu. Namun ia hanya menghela napas--oke, entah apakah hantu penasaran sepertinya masih bisa mengeluarkan napas atau tidak.

"Tentu saja seharusnya tidak. Aku juga seharusnya sudah mati saat ini," Peter mengacak rambutnya dan tampak mendekati anak itu, "kau siapa? Aku tidak pernah tahu ada anak kecil di tempat ini selama 18 tahun lamanya..."

"Aku dibawa oleh mereka dari markas Hydra. Kurasa, orang bernama Nick meminta orang-orang disini untuk menjagaku sebagai misi mereka," jawab anak itu mengangkat bahunya. Peter mengerutkan dahinya, tampak menatap kearah anak itu yang mengatakan dengan nada biasa seolah itu bukanlah hal yang aneh.

"Hydra? Maksudmu, dari markas yang dihancurkan beberapa hari yang lalu?" Yang sukses menewaskannya. Namun ia tidak ingin mengatakan itu pada anak didepannya yang hanya mengangguk, "lalu siapa namamu?"

"Kenapa semua orang menanyakan itu? Kurasa mereka bahkan tidak jarang memanggilku sl*t, b*tch, b*st*rd, dan yang lainnya," bahasa beraneka ragam yang ia yakin bisa membuat ayahnya serangan jantung mendadak tampak keluar begitu saja dari mulut anak yang lebih muda darinya itu, "dan untuk menjawab pertanyaanmu, mereka memanggilku eksperimen Gamma. Aku tidak punya nama."

...

"Baik...lah? Namaku Andrew. Kau bisa memanggilku begitu," ia tersenyum, dan anak itu hanya mengangguk. Ia berjalan, duduk di sofa yang ada disana, "ini masih jam 2 pagi. Apakah tidak sebaiknya kau tidur?"

"Aku tidak mengantuk lagi," ia tidak ingin melihat mimpi buruk itu lagi, "aku sudah terbiasa bangun terlalu pagi."

...

"Oh, apakah kau takut di kamarmu sendirian?" Anak itu tampak membulatkan matanya dan menatap Peter yang menatapnya jahil.

"Tidak, untuk apa," wajahnya memerah. Entah kenapa perkataan pemuda itu membuatnya sedikit malu, "lagipula aku sudah biasa berada di tempat yang gelap. Sudahlah, aku tidak ingin menghabiskan waktu berbicara dengan hantu aneh yang bergentayangan disini. Aku seperti orang gila."

"Selamat malam..."

Anak itu menatap kearah Peter yang hanya tersenyum dan menghela napas sebelum ia menutup pintu menuju kamar itu perlahan.

.
.

'Percuma saja, aku tidak bisa tidur,' ia tidak bohong saat ia mengatakan ia biasa terbangun seperti ini. Lagipula, setiap memejamkan mata ia selalu melihat mimpi itu. Setidaknya, ia hanya tidak ingin melihatnya selama disini. Setidaknya sampai kenyataan membawanya kembali ke tempat gelap dan terasingkan itu.

Ia menoleh kearah jam digital disana, kali ini pukul 5 pagi.

Turun dari kasurnya, diletakkannya buku kegemarannya disamping kasur sebelum beranjak dan menuju ke ruang tengah. Ia membuka pintu kamar itu perlahan, dan keadaan diluar masih sangat gelap meski tidak segelap tadi malam.

Suara pintu terbuka, ia melihat seorang berambut pirang pendek berotot keluar dari sana. Dan saat ia berjalan kearah ruang tengah, ia juga memperhatikan Andrew yang muncul dan mengikuti pria itu. Setelah berpikir beberapa lama, anak itu memutuskan untuk keluar kamar dan mengikuti mereka.

.
.

Ia melihat pria berambut pirang itu tampak mengenakan t-shirt putih dengan handuk mengalung di lehernya. Ia berlari ringan, keluar dari menara Stark yang menjadi markas Avengers.

"Kenapa kau tidak mengikutinya saja?" Anak itu tampak melompat kaget saat mendengar suara dari belakangnya. Ia sensitif pada suara apapun, namun masalahnya Andrew tidak menimbulkan suara apapun saat berjalan--atau ia bisa menyebutnya melayang, "jam segini memang waktunya untuk berolahraga. Kurasa ia tidak akan keberatan jika kau ikut bersamanya."

"-Nya? Siapa dia?"

"Siapa lagi kalau bukan Steve Rogers, sang kapten Amerika bukan?" Andrew tertawa pelan seolah pertanyaan dari anak itu. Maksudnya, siapa yang tidak mengenal ayahnya? Keduanya lebih tepatnya. Iron Man Tony Stark dan Captain Amerika Steve Rogers. Tetapi melihat ekspresi dari anak itu yang hanya memiringkan kepalanya tampak membuatnya speechless, "kau benar-benar tidak tahu?"

"Kalau kau menanyakan tentang aljabar dan juga perhitungan sinar Gamma yang dilakukan dr. Banner aku akan menjawabnya," jawab anak itu tampak semakin membuat Peter speechless dibuatnya.

"Hm? Kenapa kau ada diluar menara kiddo?" Anak itu melompat dan menoleh pada Steve yang entah sejak kapan sudah berada di belakangnya setelah menyelesaikan satu putaran, "seharusnya kau tidak keluar bukan?"

"Aku hanya... tidak bisa tidur, aku melihatmu keluar. Maaf, aku tidak sadar sudah keluar dari menara," anak itu menunduk dengan wajah datar namun terlihat bersalah. Steve hanya diam, menghela napas dan tersenyum.

"Setidaknya kau mengikutiku," Steve mengacak rambut anak itu, "bagaimana jika satu putaran denganku?" Karena ia memang keluar untuk mengikuti Steve (dan Andrew), ia hanya mengangguk dan Steve segera berlari lebih perlahan agar anak itu bisa mengikutinya.

.
.

Pada akhirnya satu, hingga dua putaran mereka lakukan sebelum anak itu terduduk dan berhenti berlari. Steve ikut berhenti, ia berjongkok dan tampak menatap anak itu.

"Kurasa aku terlalu memaksakanmu. Kau tidak apa?" Steve menoleh pada anak itu yang tampak kesulitan bernapas, "...hei."

"Jangan berpura-pura!"

"Tidak akan ada yang mengasihanimu."

"Kau hanya akan dibuang jika tidak berguna. Setidaknya jangan menunjukkan kelemahanmu."

"Hei, kau tidak apa?!" Ia mendengar suara dari Andrew yang memanggilnya berulang kali begitu juga dengan Steve. Ia sering merasakan hal ini, sesak--seolah ia tercekik.

"Aku tidak--UHUK! Aku tidak apa," ia tampak menutup erat matanya dan mencoba menarik napasnya dalam-dalam. Namun percuma saat paru-parunya seolah gagal untuk mengembang.

Steve yang seolah menyadari sesuatu tampak mengeluarkan sesuatu dan perlahan memasukkannya kedalam mulut anak itu.

Sebuah inhaler.

"Hisap perlahan. Kau bisa melakukannya? Kau akan baik-baik saja," anak itu tampak tanpa sadar menuruti perkataan dari Steve dan mencoba menarik napas dalam. Perlahan, inhaler itu berpengaruh padanya saat napasnya tampak menjadi teratur meski masih cepat, "kau tidak apa? Kau seharusnya mengatakan padaku jika kau tidak kuat berlari lama..."

"Aku tidak... aku tidak akan mengulangi lagi," ia tampak menggeleng dan hanya menunduk, "apa itu... tadi?"

Ia menatap Inhaler yang ada di tangan Steve.

"Aku dan juga anakku memiliki penyakit asma. Dulu," Steve tampak tersenyum pada anak itu, "makanya aku tahu tanda-tanda dan cara mengatasinya. Karena sudah terbiasa mengajak Peter untuk lari pagi dan membawa obatnya aku tidak sadar sudah membawa obatnya..."

...

Anak itu tahu ada yang tidak dikatakan oleh Steve, namun ia hanya menatap pria itu dan juga Andrew yang menoleh pada Steve juga. Ia memutuskan untuk tidak mengatakan apapun untuk sekarang.

"Kau pasti lelah karena sesak dan juga berolah raga tadi. Kurasa mereka di menara Avengers sudah panik karena kau menghilang," Steve membuka handphonenya untuk melihat beberapa pesan dan juga panggilan tak terjawab dari anggota lainnya, "ayo..."

.
.

"Oh My God, kau hampir membuatku jantungan. Kau tahu jika kau menghilang kami harus melacakmu secepatnya?" Bruce yang pertama kali tampak mendekat dan memeriksa anak itu yang dibawa oleh Steve.

"Maaf Bruce, aku membawanya sedikit berolah raga. Aku lupa memberitahu kalian," Steve menutupi kesalahan anak itu dengan alasan itu membuat anak itu menoleh pada Steve yang mengedipkan sebelah matanya dan menaruh telunjuknya di depan bibir.

"Yah, selama ia baik-baik saja..."

"Oh, dan kalau kau membuat data tentangnya, kuharap kau menambahkan riwayat asma untuk kesehatannya. Ia hampir membuatku serangan jantung tadi," Steve tampak hanya tertawa pelan dan menghela napas, "baiklah, karena kemarin kau belum berkenalan dengan siapapun selain Bruce dan juga Clint, kurasa sebaiknya aku memperkenalkan mereka? Pertama dariku, namaku Steve Rogers atau orang memanggilku Kapten Amerika. Lalu ada Natasha atau Black Widow, Clint atau Hawkeyes dan Bruce atau Hulk yang sudah memperkenalkan diri padamu. Ada Thor tetapi ia tidak sedang berada disini setelah misi."

Steve menoleh kearah sekeliling.

"Dimana Tony?"

"Ia berada di labnya lagi," Bruce menjelaskan, "kurasa ia mengurung diri lagi..."

.
.

"Beristirahatlah sejenak Tony, kumohon..."

"Aku masih sibuk Steve, aku akan istirahat jika semua ini selesai."

"Kau bekerja terus menerus selama beberapa hari ini. Hanya menunggu waktu hingga kau tumbang."

"Dan waktu itu belum tiba. Jadi jangan menggangguku Steve..."

Anak itu baru saja akan kembali ke kamarnya saat mendengar suara dari salah satu tangga menuju ke bawah. Dari atas, ia bisa melihat Andrew kembali muncul dan tampak memperhatikan dua orang yang berbincang satu sama lainnya.

Ia turun perlahan mencoba tidak menimbulkan suara dan menatap Andrew.

"Apa yang sedang kau lihat?" Ia berucap dengan nada pelan, membuat Andrew menoleh padanya sebelum menggunakan dagunya untuk menunjuk pada dua orang yang berargumen itu.

"Steve... dan kurasa yang bersamanya itu yang bernama Tony?" Andrew mengangguk dan tampak menatap anak itu sebelum berbalik, berjalan meninggalkan tempat itu diikuti anak itu yang tampak berbalik keluar juga.

"Hei, aku bosan di kamarku sendirian. Dan tidak ada yang bisa melihatku selain kau. Mau mampir?"

"Baiklah," lagipula ia menghindari tidur. Dan tidak mengantuk sama sekali. Ia baru saja akan berjalan kearah kamar Andrew saat matanya menangkap sesuatu di atas lantai. Ia mengambilnya, sesuatu yang mirip seperti jam tangan itu.

"Ada apa?"

"Apa ini?" Ia menunjukkan benda itu pada Andrew yang segera membulatkan matanya.

"Web-shooter milikku. Kurasa pops menjatuhkannya saat akan kebawah menemui dad."

"Haruskah kukembalikan?"

"Kurasa untuk sekarang jangan. Mereka sedang berargumen. Itu akan membutuhkan waktu yang agak lama," ia mengangguk, kembali berjalan mengikuti Andrew dan masuk kedalam kamar itu, "duduklah dimana saja kau mau."

"Baiklah," ia memutuskan ubtuk duduk di sofa yang ada disana. Matanya kembali mengarah pada alat yang ada di tangannya, memperhatikannya sambil memiringkan kepalanya, "ini rusak?"

"Ah, mungkin karena jatuh. Atau karena misi waktu itu."

"Boleh aku memperbaikinya?" Anak itu tampak menatap Andrew yang memiringkan kepalanya sebelum mengangguk.

"Tentu, aku punya beberapa alat yang biasa kupakai untuk memperbaikinya. Kalau tidak salah ada di rak lemari itu," anak itu berjalan dan tampak membuka rak yang dimaksud. Menemukan kotak perkakas kecil berwarna merah dengan motif topeng Iron Man.

...

"Itu kotak perkakasku sejak kecil, terlihat seperti mainan ya? Hei, jangan memandangiku seperti itu," anak itu memandang dengan pandangan aneh pada Andrew. Tidak mengatakan apapun lagi, ia tampak membuka perkakas itu dan mulai mengutak-atik benda yang ada di tangannya saat itu, "oh? Kau cukup pintar dalam hal seperti ini?"

"Hanya belajar dari melihat. Lagipula hal seperti ini cukup mudah dimengerti," ia membuka penutup web-shooter itu dan melihat jaring laba-laba sintetis disana, "kenapa kau meletakkan jaring laba-laba seperti ini disini?"

"Ah kau tahu, itu seperti senjataku," Andrew mencoba menjelaskannya dan menunjuk pada kostum merah yang tergantung disana, "seperti orang-orang disini, aku adalah superhero. Yah walau bukan seperti mereka yang mengurusi urusan dunia, aku hanya bekerja di wilayah tertentu saja. Dan jaring laba-laba ini adalah senjataku."

"Kau membuatnya sendiri?"

"Tidak, aku membelinya di perusahaan Oscorp dengan bantuan sahabatku dulu," ia tampak menatap Andrew, kemudian menyentuh jaring laba-laba itu. Ia kembali mencoba memperbaikinya, "bagaimana menurutmu mereka?"

"Siapa?"

"Avengers," anak itu menghentikan pekerjaannya dan menatap kearah Andrew dengan tatapan bingung. Ia tidak pernah mendengar nama itu karena selama belasan tahun ia bahkan tidak pernah keluar dari penjara itu, "orang-orang yang tinggal di tempat ini."

Ah...

"Mr. Clint dan juga Mr. Banner orang yang baik. Mereka selalu menyapaku dan sesekali mengajakku bermain dan membaca buku-buku. Lalu Miss. Natasha terkadang membuatkanku sarapan tetapi ia tidak banyak menyapaku," ia menerangkan satu per satu orang-orang yang ia temui.

"Lalu tiga lagi?" Ia mengatakan tentang pamannya Thor dan kedua orang tuanya.

"Aku belum pernah bertemu dengan Mr. Thor. Dan Mr. Rogers dan Mr. Stark," ia terdiam, begitu juga dengan tangannya yang sedang bekerja, "kurasa... mereka membenciku?"

...

"Kenapa kau beranggapa begitu? Tentu saja mereka tidak membencimu."

"Mr. Rogers selalu mencoba menghindariku, meski setiap kali bertemu dengannya ia mencoba untuk tersenyum, tetapi aku mengerti ia mencoba untuk menghindar dariku," dahinya berkerut saat menemukan jalan buntu ketika mengutak-atik benda di tangannya, "aku bahkan belum pernah melihat Mr. Stark secara langsung apalagi menyapanya."

Andrew menyadari perilaku kedua orang tuanya, namun ia tidak menyangka jika anak itu akan menyadarinya.

"Mereka hanya membutuhkan waktu."

"Mungkin, atau menunggu sampai mereka bosan padaku," anak itu menghela napas dan kembali fokus pada apa yang ada di tangannya. Ia ataupun Andrew bahkan tidak menyadari jika seseorang membuka perlahan pintu kamar itu.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Dan saat keduanya menoleh, mereka hanya menemukan Tony yang tampak menatap dengan dahi berkerut kearah anak itu.

To Be Continue

Mungkin aku akan double publish malam ini. Kalau sempat....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top