9
Gelembung-gelembung udara keluar dari mulut James yang terbuka. Tubuhnya menggeliat di bawah air, memukul-mukul makhluk besar yang menimpa badannya dari atas.
Pegangan pada pisau dieratkan, James lantas menusukkan bilah tajam benda itu ke badan penyerangnya beberapa kali. Dia menendang tubuh besar yang menghalangi jalan menuju permukaan tersebut dan berenang ke atas. Ketika kepalanya berhasil menyembul di permukaan, James langsung meraup udara sebanyak-banyaknya. Pria itu susah-payah berusaha meraih batu sungai dan langsung memeluknya, sementara Eyeless yang menjadi lawan berkelahinya tadi sudah dipenuhi luka dan tak mampu mempertahankan diri di dalam air.
Kendati demikian, ujung tangan sabit makhluk besar itu masih menggantung di belakang baju James. Mencegahnya naik ke batu sungai untuk menyelamatkan diri. Menyadari bahwa pergerakannya dibatasi oleh Eyeless sialan tersebut, James berbalik dan menusuk lengan panjang Eyeless kemudian merobek bagian belakang bajunya. Membiarkan makhluk tadi hanyut terbawa arus, sementara James berusaha menaiki batu sungai licin sebesar bantal kepala dengan satu tangan.
Tubuh James gemetar kedinginan, tangannya yang patah tak lagi terasa sakit malah mati rasa. Sama halnya dengan luka di kaki dan luka baru di punggungnya. Berhati-hati, James melangkah dari satu batu ke batu lain. Diam selama sekian detik untuk mempertahankan keseimbangan dan tidak kembali tercebur ke dalam air.
Derasnya arus sungai mengisi pendengaran pria tersebut, ketika dia berhasil mencapai sisi seberang sungai yang basah. Pandangannya dialihkan ke arah bentangan air panjang yang membelah hutan menjadi dua, mencari-cari tanda keberadaan sang adik.
Namun, nihil.
Tidak ada gejolak air ganjil atau apa pun, yang menjadi tanda bahwa Jane masih memperjuangkan hidupnya. Dingin merayapi sekujur tubuh James, matanya tak lekas mendapati keberadaan sang adik.
“JANE!” Hanya suara air yang membalas teriakannya. “JANE!” Gelisah dan resah menyergap James, rasanya seperti disiram air es.
Mengabaikan kondisi pribadi, James berjalan menyusuri pinggir sungai. Kemudian melompat ke bebatuan hitam licin satu per satu, mencari pijakan-pijakan besar tempatnya bisa mempertaruhkan hidup sambil mencari-cari Jane.
James terus berteriak sampai tenggorokannya sakit. Kelegaan menyelimuti sang kakak begitu melihat kepala sang adik muncul di permukaan. Pucat pasi seputih beras, tetapi masih hidup. Tubuh Jane tersangkut di sela-sela baru sungai tak jauh dari tempat James berdiri. Tali senapan yang dibawa gadis itu menyulitkan sekaligus menyelamatkan nyawanya.
“Jane! Aku segera ke sana,” ucap James cepat. Kedua kaki berusaha melangkah secepat, tetapi juga sehati-hati mungkin menuju tempat sang adik. James berjongkok begitu tiba di dua batu yang saling berhimpitan, tempat tali senapannya menahan separuh badan Jane di air.
Gadis malang itu kelihatan kacau sekali. Matanya tidak terbuka dan bibirnya yang putih bergetar pelan. James melihat bahwa adiknya sedikit mengintip, matanya yang berwarna kuning hampir jingga nyaris kehilangan warna hidupnya.
“Bertahanlah sebentar, Jane.” James berusaha memberi keyakinan. Dalam kondisi setengah panik, James berusaha menarik-narik tali senapannya. Dia tidak mungkin melepaskan benda itu dari Jane, karena adik perempuannya pasti akan langsung hanyut jika demikian. Mustahil juga menarik Jane ke atas batu sungai, ketika dia juga ada di atasnya seperti sekarang.
Jadi paling tidak, James berencana melepaskan jepitan batu pada tali senapan ini dan menarik sang adik menuju tepi. Namun, di tengah-tengah usahanya yang nyaris membuahkan hasil, sesuatu seperti menarik Jane ke bawah dan lagi-lagi gadis itu hilang, tepat di depan mata sang kakak.
James berteriak memanggil Jane. Kalung senapannya terlepas saat tubuh gadis itu tertarik ke bawah. Sekuat tenaga James menarik tali senapannya, nyaris terjungkal. Dia tak yakin benda itu akan berfungsi setelah kemasukkan air seperti tadi, tambah lagi isi pelurunya tinggal sebutir saja.
Napas Jane mulai memburuk, kepanikan mendera sampai ke ujung jari. “JANE!” Pandangannya mengarah ke arus sungai yang masih bergejolak liar.
Seolah menjawab teriakannya, kepala Jane muncul di permukaan sesaat. Lalu kembali tenggelam, disusul oleh badan makhluk besar yang seolah memanjat naik dan menjadikan Jane sebagai pijakan.
Melihat hal tersebut, James langsung berjalan cepat menuju pinggir sungai dengan sebelah tangan menggenggam senapan. Dia berlari mengikuti arus sungai, berusaha mencari posisi yang tepat untuk usaha menembak makhluk besar itu sekaligus menyusun rencana untuk menarik adiknya yang lemas ke daratan.
Langkah James terhenti dan dia seperti kehilangan separuh nyawa saat menyadari bahwa, tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang dan lokasi Jane hanyut di dalam air, sebuah air terjun besar menjadi ujung dari sungai tersebut.
[]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top