30

Tempat tinggal Dieter dan kawan-kawannya adalah sebuah rumah tidak bertingkat dengan pekarangan luas yang dipenuhi tanaman mati. Dinding-dinding pilarnya terkelupas, cat berubah hitam, lumut menempel di mana-mana, dan tanaman rambat bergembira melilitkan diri di sana. Teras rumah ditutupi debu tebal dan dedaunan kering. Meskipun terlihat tidak terurus, bagian dalamnya cukup bersih dan teratur.

Ketika Jane masuk, dia langsung diarahkan melewati ruang tengah tempat tiga laki-laki selain Dieter beristirahat. Tadi di jalan, Dieter bercerita bahwa kelompok mereka baru saja pulang setelah melakukan misi pencarian. Itu adalah agenda beberapa minggu sekali untuk melakukan perjalanan ke wilayah tetangga demi mencari kebutuhan. Dengan mempertimbangkan sisa bensin dan jarak, Dieter merencanakan perjalanan itu untuk memenuhi persediaan hidup dia dan kawan-kawannya.

“Kawasan kita sudah hampir mati, Jane. Kami sudah mengelilingi tempat ini, hampir tidak ada lagi yang tersisa di kota.” Dieter berkata sambil memutar setir, mobil bak terbukanya membelah jalanan sepi dan melewati beberapa lampu merah yang tak lagi menyala.

Jane yang memperhatikan keluar jendela melihat satu-dua orang memandangi mobil mereka dengan raut terheran-heran. Beberapa penduduk tampak tengah membongkar tempat sampah atau sekadar duduk di pinggir trotoar sambil mengisap rokok---mungkin. Deretan pertokoan di pinggir jalan utama yang dulunya dipadati kendaraan, sekarang tutup semua. Baik jendela maupun pintu sudah diberi penghalang berupa papan kayu yang dipaku melintang membentuk huruf X besar.

“Di saat yang sama, kita tetap harus bisa bertahan hidup. Suatu saat benda ini tidak akan berguna lagi karena kehabisan bensin, tetapi karena sekarang masih ada lebih baik digunakan untuk observasi tempat.” Tangan Dieter menepuk kemudi mobil. “Sekiranya ada lokasi yang cocok untuk dijadikan markas baru di luar sana.” Dia menatap Jane sebentar. “Observasi sekalian cari makan.”

Julian membantu James mengurusi luka-lukanya, terutama peluru di dalam bahu kanan pria itu. Kakak laki-laki Jane tersebut dibaringkan di atas sofa, sementara wanita dokter tadi bersimpuh di sisi kanannya dengan peralatan seadanya. Julian bilang itu alat-alat ketika dia masih bersekolah, dulu dia juga buka praktik. Namun, kebanyakan alat-alat kedokterannya sudah rusak. Wanita itu sudah merebus air dan merendam beberapa peralatan logam ringan yang dia punya.

Jane menatap James, James balas menatapnya. Dari tatapan di wajah pria itu, Jane bisa menebak bahwa James tidak mau melakukan 'operasi' dengan alat-alat mencurigakan yang menurutnya tidak higienis itu. Sementara James bisa melihat mimik Jane yang mengatakan, 'jangan banyak protes dan lakukan saja.'

Dieter kemudian membantu Jane mengurus lukanya, menjahit robek panjang yang ada di pahanya. Juga beberapa bekas tusukan dan luka sabet di lengan dan punggung.

“Tidak usah diobati semuanya, aku baik-baik saja.” Jane mencegah Dieter yang sudah membuka gulungan perban. Sekilas Jane bisa membayangkan wajah-wajah tak suka tiga laki-laki lain, dia mengernyit. “Ini sudah lebih dari cukup.”

Dieter menatap Jane, alisnya terangkat sedikit. Dia mengangguk kemudian menggulung sisa perban yang tidak jadi dia gunakan. “Dengar, aku tidak akan mengusirmu. Jangan dengarkan yang lain, mereka juga dulu begitu satu sama lain dan sekarang semuanya baik-baik saja.”

“Kau yakin bisa menampung dua orang lain?” Jane mengernyit skeptis.

Dia sudah sangat berterimakasih karena Dieter mau mengobati James saja, apalagi sekarang lukanya sudah dirawat dengan cukup baik. James bilang mereka akan baik-baik saja, Jane tentu saja percaya. Namun, kalau dipikir-pikir dia sudah berjanji untuk memberikan kepunyaannya pada Dieter sebagai ganti mengurus James.

“Kau dan James bisa membantu kami untuk melawan Eyeless-eyeless itu. Kami ... tidak terlalu sering berhadapan dengan mereka, hanya beberapa kali. Namun, tidak ada yang berhasil terbunuh. Beruntung, masih bisa melarikan diri.”

Jane mengangguk paham. Dia mengingat-ingat kembali caranya membuat monster-monster besar itu meregang nyawa, semuanya memang butuh usaha ekstra karena sedikit tembakan dan luka tusuk jelas tak mempan. “Baiklah.”

Entah apa yang akan James katakan nanti, tetapi Jane tidak mau menghadapi situasi semalam seorang diri lagi. Tidak akan mau. Dieter mengulurkan tangan, membuat Jane mendongak sedikit untuk melihat wajahnya. Mereka lantas berjabat tangan sebentar.

Tiba-tiba suara langkah kaki berat terdengar dari ruangan sebelah, tak lama pria berambut cokelat dan berkaus biru muncul dari dekat belokan menuju dapur tempat Dieter merawat Jane.

“Dieter, dua ekor Eyeless ada di halaman. Salah satunya berusaha merusak mobil kita.”

Dieter dan Jane langsung memasang posisi siaga, keduanya berjalan cepat menuju pintu depan. James muncul dari ruang tengah. Masih pucat, tetapi sudah lebih baik. Dia merangkul Jane dan bertukar posisi dengannya sehingga pria itu jadi berdiri berdampingan di sebelah Dieter.

Dieter menatap James sebentar, tetapi kemudian dia berjalan lebih cepat mendahului kedua bersaudara dan memberi arahan pada teman-temannya yang sudah memegangi senjata tajam.

“Sebaiknya kau istirahat saja, biar aku yang urus ini.” James berkata, menahan pundak Jane hingga keduanya berhenti berjalan.

Jane menatap kelima orang yang tengah berjalan menuju pintu keluar, dia menatap James dan memegangi tangan kakaknya yang bertengger pada bahu. “Kita akan baik-baik saja kali ini.” Gadis itu tersenyum yakin.

[End]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top