Chapter 14: Out of Character
Entah sudah berapa lama Megumi menangis dan mengerang sampai suaranya serak, dengan sangat pasrah pemuda itu menempel pada tubuh kekar sang raja kutukan, berpegangan erat pada Sukuna seolah hidupnya di pertaruhkan.
"He-hentikan Sukuna!" pinta Megumi tanpa membuka matanya. Mukanya merah padam, tak kuasa menahan malunya. Sedari tadi dia memejamkan matanya, menolak telak untuk melihat dimana tangan Sukuna menyentuhnya.
Namun memejamkan matanya berarti meningkatkan tolak ukur kesensitifannya. Reaksinya yang bergeliat di pangkuan Sukuna membuatnya hampir jatuh, kalau saja Sukuna tidak menahan punggungnya.
"Su-sudah kubilang hentikan!!" protes Megumi seraya berusaha melarikan pantatnya dari telapak tangan Sukuna yang sedari tadi menjilati lubangnya-----inilah yang sedari tadi membuat Megumi memejamkan matanya. Dia sudah tahu pasangannya saat ini bukan manusia namun tetap saja ini sedikit menakutinya. Lagipula seharusnya bukan cuma dia seorang yang akan bereaksi demikian. Semua orang di dunia ini pasti panik dan ketakutan ketika melihat sebuah tangan memiliki mulut, lidah dan bahkan gigi.
"Uknggh!!"
Erangan tertahan itu teredam saat Megumi membenamkan wajahnya pada pundak Sukuna. Pemuda itu sudah tak berhasil kabur lagi, alhasil dia hanya bisa memeluk erat lengan besar Sukuna, menahan kesadarannya agar tak pingsan, dan menerima senasi apapun yang dihasilkan dari perlakukan pria raksasa itu kepadanya.
Lidah Sukuna masuk kedalam, bergerak dan menggeliat di dalam sana. Besar dan tebal, juga licin. Entah bagaimana Megumi harus mendiskripsikannya. Dia ingin Sukuna berhenti namun badannya sepertinya cukup menikmatinya.
Tidak hanya di sana. Sukuna pun sedari tadi menjilati telinganya, memainkan lidahnya di dalam lubang telinganya. Megumi merasa sekujur tubuhnya telah basah. Kejantanannya pun sudah tegang dan membengkak. Namun sedari tadi Sukuna terlihat sengaja menghindarinya, sama sekali tak menyentuh bagian tersebut. Dan itu membuat Megumi semakin frustasi karenanya.
Tanpa menyentuh bagian tersebut, Megumi pun tidak akan pernah mencapai klimaksnya. Mau tak mau dia harus melakukannya sendiri. Lantas diam-diam dia hendak menjangkau selangkangannya. Namun dirinya malah di kejutkan oleh tangan besar Sukuna yang tiba-tiba menariknya, mencegahnya untuk menyentuh dirinya sendiri.
"Siapa yang memperbolehkan mu bermain sendiri?"
Sukuna berbisik dengan nada menggoda. Suara dalam tersebut bisa membuat Megumi menggila. Sayangnya masih belum cukup untuk membuatnya mencapai klimaks.
Jujur saja semua ini masih belum cukup, belum cukup dan lama kelamaan makin menyakiti Megumi. Dia ingin cepat mengeluarkan sesuatu yang sedari terasa penuh di tengah selangkangannya. Andai Sukuna mengijinkannya. Ukh bagaimana caranya dia memohon? Apa yang seharusnya dia lakukan?
Dimakan ketidak sabarannya. Tanpa pikir panjang Megumi spontan menjangkau selangkangan Sukuna yang masih tersembunyi di balik Kimononya.
Mereka berdua sama-sama bereaksi atas tindakannya, sama-sama terkejut. Sukuna kaget, mungkin karena tak menyangka Megumi akan berbuat sampai sejauh itu. Sedangkan Megumi, dia tertegun di tempatnya, seketika wajahnya memucat.
"...tidak mungkin...." gumam pemuda itu seraya mendorong Sukuna dengan kedua tangan kecilnya. "Satu milimeter pun tidak akan bisa masuk!! MUSTAHIL!!" protesnya tiba-tiba.
"Ha?"
Menyadari bahwa yang sedang di permasalahkan Megumi tak lain dan tak bukan adalah ukuran milik Sukuna-----sebenarnya apa yang diharapkan si bocah manusia itu dari kutukan berukuran raksasa? Seharusnya sekali lihat sudah tahu bukan?
"Hah. Kau akan baik-baik saja," ujar Sukuna seenaknya sendiri. Pria raksasa itu pun nampak tak peduli akan pemberontakan kecil yang dilakukan Megumi. Lagipula Sukuna bisa menahan tubuh pemuda mungil itu dengan satu tangannya saja.
"Apalagi. Kurasa kau punya bakat dalam hal ini," pujiannya tersebut terdengar tolol dan tak penting bagi Megumi. Apa maksudnya pula? Bakat menjadi mesum? Geram. Ingin rasanya Megumi menampar bahkan mencakar wajah sang raja kutukan, andai kalau dia mampu.
"Kau ingat? itulah mengapa daritadi aku repot-repot melonggarkan mu di sini kan?" tanya Sukuna santai seraya memasukan jarinya kedalam lubang pantat kecil yang dimaksudnya. Mulanya Megumi ingin memakinya karena lagi-lagi melakukan sesuatu dengan tiba-tiba namun kini pemuda tersebut terdiam.
Di luar dugaannya. Dua jari Sukuna yang begitu besar dan tebal bisa masuk kesana begitu saja. Megumi jadi mendadak diam karena perasaanya yang campur aduk. Entah Megumi harus kagum atau takut karenanya.
"Sedikit lagi kau pasti bisa," komen Sukuna sebelum tanpa aba-aba menusukan jarinya kedalam sana. Megumi yang lengah langsung berteriak nyaring karenanya, teriakan yang kemudian diikuti desahan dan erangan bertubi-tubi
"Ganbare ganbare....."
Sukuna menyeringai lebar sambil menyorakinya. Nampak jelas apabila sang raja kutukan sangat terhibur oleh reaksi Megumi. Dia menikmatinya, bagaimana kacaunya kondisi pemuda itu sekarang. Bukan setiap harinya dia bisa melihat sosok Fushiguro Megumi yang dikalahkan oleh hasrat kotor dari seksualitas.
"...ti-tidak su--sukuna!!...ah! Ah!!"
Megumi berpegangan pada tangan Sukuna yang jarinya sedang menyetubuhinya itu, ini sudah bagaikan seks yang sesungguhnya. Padahal Sukuna masih belum memasukan barang miliknya. Tapi ini sudah terlalu berlebihan bagi tubuh kecilnya.
"Pelan...pelan....a-aku aku tidak bisa bernafas," ujarnya memohon dengan nafasnya yang tersenggal-senggal. Megumi terus membuka mulutnya, tanpa menyadari air liurnya yang terus berjatuhan, bercampur dengan air mata yang tak kunjung berhenti.
Sukuna memandangnya sesaat, sebelum meraup bibir mungil yang sudah membengkak itu. Ciuman tersebut berhasil meredam semua keluhan Megumi.
Setelah beberapa saat. Barulah Sukuna mengeluarkan dua jarinya dan melepaskan tautan bibir mereka. Sang raja kutukan cukup sabar dengan memberikan sebuah jeda untuk Megumi bernafas sejenak. Patut diacungi jempol memang. Namun Megumi masih nampak kesal.
"Ka-kau gila..." olok Megumi dengan sisa tenaganya. "Kau bisa meremukanku," keluhnya.
"Hmm? Padahal aku sudah cukup berbaik hati," balas Sukuna yang sombong, tak ada perasaan bersalah dari seringai jenakanya itu. "Kelihatannya kau tidak puas dengan caraku. Kalau begitu. Bagaimana kalau kali ini kau sendiri yang melakukannya?"
Belum sempat Megumi mengambil nafas panjang. Telinganya sudah menangkap tawaran gila tersebut. Namun bukan berarti tawaran tersebut buruk. Setidaknya Megumi mempertimbangkannya sebentar sebelum mengangguk kecil.
Sukuna ingin Megumi sendiri yang menungganginya. Dari awal permainan Sukuna selalu melakukan segalanya dengan kasar dan mendadak. Jadi walaupun sangat memalukan, Megumi pun enggan melakukannya. Tapi setidaknya dengan menyetujui tawaran tersebut berarti akan sedikit meringankan bebannya.
Sekali lagi. Melihat betapa besarnya barang milik Sukuna. Dia lantas dibuat gugup juga takut. Tanpa sadar dia pun menelan paksa ludahnya sendiri. Jantung Megumi berdebar semakin kencang ketika tangannya menyentuh kejantananya yang keras dan panas tersebut.
"Berjanjilah untuk tidak bergerak tiba-tiba," pinta Megumi sebagai jaminannya.
"Iya ya. Percayalah padaku," balas Sukuna santai.
Meskipun Megumi agak dibuat sanksi namun sebaiknya dia tetap memakan ucapan/ janji Sukuna. Kalau tidak hal ini tidak akan pernah selesai.
Berlahan Megumi bergerak, berhati-hati ketika memasukan benda tersebut kedalam lubangnya. Sesuai dugaannya, mustahil untuk memaksanya masuk. Walaupun ujungnya berhasil masuk di bagian luarnya namun sisanya masih terlalu banyak.
Apa yang harus dilakukannya? Apakah dia harus langsung duduk di atasnya? Memakai berat badannya sendiri untuk memaksa masuk barang tersebut, tentu saja cara tersebut terdengar mengerikan bagi Megumi.
"Kau bisa duduk berlahan," ujar Sukuna seraya menggunakan kedua tangannya untuk membimbing pinggul Megumi. Kalau tidak ada tangan Sukuna yang memeganginya, kemungkinam besar dia akan terus terdiam di tempatnya.
"Ukh....."
Berkat bantuannya. Megumi pun memberanikan diri untuk memasukannya berlahan. Dan di luar dugaan Sukuna cukup sabar membantunya, pria itu menepati janjinya. Tidak butuh waktu lama. Perutnya sudah terasa sangat penuh namun ketika di lihat kembali, masih banyak yang tersisa.
Sukuna masih nampak sabar. Dia hanya menggerakan tangannya, mengelus tonjolan di perut Megumi. Senyuman tipisnya begitu aneh namun juga nampak lembut. Sepertinya Sukuna cukup puas dengan usaha pemuda tersebut. "Apa sesak? Atau sakit? Kalau kau mau kita bisa berhenti sekarang," ujarnya.
"Setelah kau melakukan ini itu pada badanku....." Megumi malah mengomel karenanya. "Sejak kapan Ryomen Sukuna sesabar ini?" tanyanya seraya tersenyum menggoda. Dia cuma merasa lucu saja lantaran mendapati Sukuna yang bertindak di luar karakternya.
Mendapati Megumi yang menangis dan mendesah untuknya adalah sesuatu yang memuaskan. Namun mendapati anak manusia itu tersenyum memiliki efek yang berbeda. Tapi yang pasti, itu bukanlah efek yang di benci Sukuna.
"Hahaha....," lantas dia pun ikut tertawa. Tangannya yang besar mengusap pelan daun telinga Megumi. "Aku cuma ingin mencoba mengatakannya sekali saja" bisiknya di sisi telinga tersebut.
Wajah Megumi merona karenanya. Tentu saja Ryomen Sukuna tidak akan pernah menepati janjinya sepenuhnya. Namun setelah dia mengetahui, pria semacam itu rupanya ada keinginan untuk sekali saja mencoba sesuatu di luar karakternya. Mungkin dari sanalah dia bisa dengan anehnya mempercayakan tubuhnya pada Sukuna.
TO BE CONTINUE
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top