Chapter 08: Open Your Heart

Megumi meletakan kuasnya, berhenti menulis di atas kertas gulungan putih. Pemuda itu kemudian menoleh ke luar dan mengadahkan kepalanya. Malam ini, bulan purnama terlihat begitu indah dan juga terang, menyinari langit gelap di atas sana bersama dengan bintang-bintang.

Anak manusia itu melihat bulan sambil tersenyum kecil, lalu kembali meneruskan kegiatannya. Entah akan sampai berapa lama ia akan terus melanjutkannya, karena pemuda itu telah terjaga selama semalaman, maka mungkin ia akan melanjutkan kegiatan tersebut sampai matahari terbit.

Sukuna tak mampu memahami tingkahnya, yang ingin di lakukannya sekarang hanyalah memperhatikan anak manusia itu dari kejauhan. Mengira apabila dengan melakukannya maka suatu hari ia akan memahami pemuda tersebut.

Sang raja kutukan sedang duduk di atas pohon di halaman belakang rumah tersebut, sambil bersandar pada batang kokoh pohon tersebut. Sepasang mata merah darahnya tak pernah kehilangan fokus dari targetnya, Sukuna tak mampu melepaskan pandangannya dari setiap gerak-gerik Megumi.

Angin malam bertiup, melambaikan pakaian maupun surai merah muda sang raja kutukan. Udara malam semakin dingin, bertanda musim sebentar lagi akan berganti. Musim panas pun akan bergenti dengan musim gugur.

Biasanya, makhluk abadi semacam dirinya tak akan pernah terpengaruh oleh pergantian musim. Namun kali ini, sepertinya hati Ryomen Sukuna tergerak untuk menghitung hari-harinya selama berada di dunia manusia.

Sudah sebulan lebih Sukuna meninggalkan sisi Megumi, pergi secara tiba-tiba, tanpa alasan dan tanpa pamit. Tidak ada alasan khusus ia melakukannya, Sang raja kutukan pergi hanya karena menginginkan ruang pribadi yang lebih luas.

Semenjak hari itu Sukuna lebih memilih mengawasi Megumi dari kejauhan, menjadikan kegiatan sehari-hari sang anak manusia sebagai tontonan pribadinya.

Megumi tak pernah mencarinya namun sesekali memutar pandangannya untuk memperhatikan sekelilingnya. Sangatlah terlihat jelas apabila ia berharap akan bisa bertemu kembali dengan Ryomen Sukuna secara kebetulan.

Selain itu. Tentu saja Megumi cuma menghabiskan hari-harinya sebagaimana saat ia masih belum pernah bertemu dengan Sang raja kutukan, kegiatannya yang monotone.

Dia adalah seorang peneliti muda yang di berikan tugas berat oleh Bakufu (Pemerintahan Edo), namun ia sendiri juga memiliki minat berlebih pada objek penelitiannya. Oleh sebab itu, hampir setiap saat ia terlihat berlama-lama duduk di depan meja kerjanya, selalu menyibukan diri dengan tumpukan buku-buku ataupun barang-barang antik yang seolah tak pernah ada habisnya.

"Sukuna-sama......"

Panggilan tersebut lantas membuyarkan lamunan Sukuna. Sekali dalam malam ini akhirnya perhatiannya teralihkan ke tempat lain. Ryomen Sukuna menundukan kepalanya, melihat ke bawah pohon yang merupakan sumber dari panggilan tersebut.

"Apa mau mu Uraume?"

Berbeda dari saat ia masih asyik menonton sang anak manusia, sekarang tatapan Ryomen Sukuna begitu tajam dan dingin, sorot mata mengerikan yang terkesan jelas menunjukan tanpa belas kasihan, sebagaimana sang raja kutukan di ceritakan dalam legendanya.

"Waktu kita tidaklah banyak," jawab seorang yang di panggil Uraume. Penampilannya, cara berpakaiannya mirip dengan seorang pendeta kuil, seorang anak muda bersurai seputih salju dengan tanda unggu di belakang kepalanya.

Ryomen Sukuna menjadi terdiam, memperdalam tekukan bibirnya. Walaupun Uraume tak datang memberitahunya sekalipun, dia tidak sebodoh itu sampai-sampai tak mampu berhitung hari.

"Tunggu sampai Fushiguro Megumi sendiri yang memberikannya padaku," titah Sukuna yang terdengar sejelas-jelasnya bahwa dirinya tidak menerima adanya pembantah di dekatnya. Dia akan selalu memastikan, bahwa di dunia ini tidak ada yang boleh, apalagi berhak menganggu kesenangannya.

"Apakah ada alasan untuk menunggunya?"

Sementara Uraume. Sebagai pelayan setia dari sang raja kutukan, sekalipun kepalanya sendiri menjadi taruhan dia akan tetap menyampaikan pendapatnya.

"Jimat dan mantra yang terpasang pada kotak kayu itu sudah lama melemah, bahkan sudah tak bisa di bilang lagi sebagai segel. Anak manusia di rumah ini pun, kekuatannya sangat tak sebanding dengan Sukuna-sama. Saya rasa sudah tak ada alasan lain untuk tetap menunggu."

Sukuna kemudian di buatnya tersenyum malas, enggan membenahi sikap Uraume.

Sukuna sudah terbiasa akan sikap Uraume yang suka membangkang. Sampai kapanpun, dia yang dengan seenaknya menganggap dirinya sendiri sebagai pelayan sang raja kutukan, akan terus mengekang Sukuna dengan pendapatnya yang rasional.

"Heh. Jangan salah sangka. Aku cuma meminjamkannya saja," jawab Sukuna lalu meloncat turun dari atas pohon. Dengan adanya Uraume, bisa-bisa nanti Megumi menyadari keberadaan mereka berdua.

Sebelum Sukuna melangkah pergi, sekali lagi dia memutuskan untuk menoleh sebentar ke arah rumah sederhana kediaman Fushiguro. Sementara Uraume yang berdiri di sebelahnya pun mulanya hanya memperhatikan sang raja kutukan dalam diam.

"Kelihatannya.........untuk suatu alasan Sukuna-sama tertarik pada anak manusia itu?"

Dimakan rasa penasarannya, tanpa pikir panjang Uraume malah terang-terangan menanyakannya.

Sukuna tidak langsung menjawabnya. Ketimbang marah ataupun tersingung, sang raja kutukan lebih memilih untuk mempertimbangkan pertanyaan tersebut.

"Yaah........"

Dia membuka mulutnya namun otaknya belum selesai merangkai kalimat. Sukuna mengosok dagunya, mencoba berpikir lebih keras. Pertanyaan itu sebenarnya berada di luar logikanya. Dia yang terkenal bengis dan tanpa ampun telah di sangka menyukai seorang anak manusia? Para kutukan lain mungkin akan tertawa setelah mendengarnya.

"Kuakui Fushiguro Megumi memang menarik perhatianku. Kurasa, dalam 100 tahun ini kau tidak mungkin bisa bertemu lagi dengan orang seaneh dirinya. Keberadaannya bagaikan hewan langka," terang Sukuna setelah beberapa saat terdiam.


OXO

Fushiguro Megumi. Dia mungkin adalah satu-satunya manusia yang berani memaksakan kehendaknya di depan Ryomen Sukuna, membuat janji sepihak dengan sang raja kutukan. Tanpa kontrak ataupun tanpa persembahan.

Pada dasarnya, manusia hanyalah makhluk lemah yang tak berdaya dalam menghadapi berbagai hal. Fushiguro Megumi pun juga termasuk salah satunya.

Namun, pemuda tersebut memiliki bakat yang tak di miliki oleh manusia-manusia lainnya. Selain kemampuannya yang membuatnya mampu melihat kehadiran para makhluk halus. Dia pun juga memiliki teknik kutukan 10 bayangan, kemampuan yang di wariskan dari garis keturunan klan Zen'in.

"Di mataku. Fushiguro Megumi hanyalah makhuk aneh yang menyia-nyiakan potensinya dan lebih memilih untuk berpura-pura menjadi manusia biasa yang lemah dan tak berdaya. "

Semenjak manusia di ciptakan, mereka terlahir dengan sifat serakah yang membuat mereka selalu merasa kelaparan. Namun mereka di takdirkan lemah secara fisik dan untuk menutupi kecacatan mereka, akhrnya mereka di berikan kecerdasan dan kebajikan yang berlebih.

Karena lemah. Sifat pengecut pun menjadi mendarah daging pada keturunan anak-anak manusia. Dengan kecerdasan dan sifat pengecut mereka, umat manusia yang lemah pun berhasil membuat diri mereka menjadi puncak dari rantai makanan.

Keserakahan mereka pun tidak pernah mereda. Demi melindungi diri mereka sendiri, mereka pun harus mencari cara untuk memanfaatkan apa saja yang sekiranya berguna.

"Namun tidak Fushiguro Megumi. Dia yang dari lahir sudah di suguhkan kekuatan yang luar biasa kuat memilih untuk memendamnya dan menyia-nyiakannya. Padahal. Jangankan manusia, makhluk mistis pun pasti akan iri pada kemampuannya."

Sukuna sama sekali tak memahaminya. Apa serunya duduk di depan meja dan berkutat dengan dokumen-dokumen lama? Apalagi menghabiskan waktu untuk kabur dari setiap makhluk halus yang berusaha memakannya?

Semakin lama ia berada di dekat Megumi. Sang raja kutukan akan di lahap oleh rasa penasarannya sendiri. Karena itulah Sukuna memutuskan untuk membuat jarak di antara mereka berdua, memutuskan hanya akan mengamati anak manusia itu dari kejauhan.

"Uraume. Kita pergi," titah Sukuna yang sudah tak ingin berlama-lama menetap di area perumahan tersebut. Fushiguro Megumi mempunyai indera keenam yang kuat, cepat atau lambat pemuda tersebut akan menyadari keberadaannya di sana.

Uraume lantas menurutinya, mengikuti tuannya dari belakang. Sebelum mereka berdua semakin menjauh, tak berpikir panjang dia kembali menoleh ke belakang, dimana pintu teras Megumi yang sedang terbuka lebar.

Kebetulan, sebelum mereka berdua pergi terlalu jauh. Fushiguro Megumi keluar dari rumah, dan berdiri di depan teras rumahnya seraya menoleh kesana-kemari dengan tampang kebingungan, terlihat sedang mencari sesuatu.

Sekilas, tak sampai satu detik. Tatapan Uraume dan Megumi saling bertemu. Anak yang berpakaian pendeta kuil itu pun di buatnya tersenyum samar lalu diam-diam melambaikan tangannya, berharap apabila Megumi menyadari bahwa itu adalah dirinya yang sedang berusaha menyapanya dari kejauhan.

"Sukuna? Kau ada di sana?..." bisik Megumi yang hanya sekedar menerka hawa keberadaan familiar yang masih tersisa di halaman belakang rumahnya. Sudah lama dirinya tidak melihat sosok sang raja kutukan, membuatnya bertanya-tanya, seperti: apa gerangan yang sedang di lakukan Sukuna sekarang?




OXO

Pada pertengahan musim gugur Megumi akhirnya berhasil menyelesaikan tugasnya. Kabar mengenai dirinya yang akan mendapatkan penghargaan dari Shogun-sama pun pasti sudah menyebar ke se-entero Edo.

Megumi yang namanya sudah cukup terkenal, membuat keberhasilannya kali ini di anggap para penduduk sebagai keberhasilan batu permata------------orang-orang itu terlalu berlebihan, terlalu menganggapnya tinggi.

Menyelidiki dan mengamati makhluk-makhuk halus sudah menjadi hobinya. Mendapatkan pekerjaan satu atau dua bukanlah perkara yang pantas untuk di besar-besarkan.

Fushiguro Megumi bukanlah tipe orang yang suka mencari perhatian, yang diinginkannya hanyalah sekedar kehidupan damai, dimana ia tidak perlu lagi merasakan kesepian.

Megumi tidak begitu peduli akan penghargaan seperti apa yang di berikan Shogun padanya lantaran ada yang lebih penting yang harus ia lakukan, yang masih berhubungan dengan Yang Mulia raja kutukan sendiri.

"Para tuan sekalian bisa memeriksanya terlebih dahulu. Saya juga akan mengembalikan dokumen asli yang dulunya di titipkan Shogun-sama kepada saya," ujar Fushiguro Megumi seraya tersenyum kalem dan tak lupa menyerahkan semua gulungan hasil pekerjaannya, beserta dokumen referensinya pada para perwakilan dari Shinsengumi.

Mereka yang datang berjumlah lima orang, mengenakan pakaian samurai sebagaimana kelompok Shinsengumi menjabat di ibukota Edo yang luas.

Salah satu dari mereka bertingkah sebagai pemimpin, orang itulah yang memerika seluruh barang yang baru saja di serahkan Megumi.

"Dimana kotak yang menyimpan jari Sukuna?"


Bahkan setelah pertanyaan tersebut terlontarkan dari mulut salah satu prajurit. Senyuman kalem Megumi masih belum luntur. Sang peneliti muda memasang wajah polosnya, bermain bodoh. "Benarkah? Sayangnya saya tidak mengingat telah mendapatkan kotak seperti itu," ujarnya santai.

"Jangan main-main!! Kau tahu betapa pentingnya barang pusaka tersebut!!!"

Pemimpin mereka pun akhirnya habis kesabaran. Pria separuh baya itu menarik kerah baju Megumi, dengan satu tangan sudah terletak di atas gagang pedangnya. Tatapan pria itu mengancam, seolah mengatakan kapanpun siap memenggal kepala Megumi.

"Senior saya mengatakan apabila jari tersebut memancing kehadiran kutukan-kutukan lain. Mungkin saja kotak yang anda maksud sudah di curi dan pelakunya sudah mencuci otak saya," terang Megumi yang tak gentar akan ancaman tersebut.

"Jangan banyak beralasan!! Apapun yang terjadi kenyataan bahwa kau telah menghilangkan barang pusaka tersebut tak akan pernah bisa terbantahkan!!!!" hardik pria tersebut. Cengramannya semakin kuat, wajahnya orang itu memerah padam karena termakan kemurkaannya sendiri.

"Cepat seret dia ke hadapan Shogun-sama!!! Biarkan beliau yang memutuskan nasib anak kurang ajar ini!!!"

Waktu masih di panti asuhan. Megumi sudah sering mendapati wajah orang dewasa yang marah. Sudah lama dia tidak melihat kemarahan orang-orang yang menganggap ucapan mereka lebih penting ketimbang bocah sepertinya.

Hal tersebut membuatnya bernostalgia. Masa kecilnya bukanlah masa-masa yang menyenangkan baginya. Tentu saja hal-hal mengerikan semacam inilah yang selalu membuatnya kembali mengenang masa lalunya.

Tidak seperti para makhluk halus yang berumur hampir abadi, para manusia tidak akan pernah terlepas dari kenangan-kenangan yang mereka miliki, mau itu kenangan buruk ataupun kenangan indah.

"Tanpa kalian memaksapun. Saya bersedia pergi menjelaskan di hadapan Shogun-sama," Megumi berkata dengan nada tenang sekaligus berwibawa khasnya. Walau kedua tangannya sudah di kekang oleh kedua pria dewasa bertubuh kekar.

Sang pemimpin terdiam sejenak lalu kembali menaikan suaranya. "Jangan kau kira kau bisa membodohi kami ataupun Shogun-sama!!" serunya lantang tepat di depan wajah Megumi yang sedikit terkejut di buatnya.

"Identitas aslimu. Fushiguro Megumi yang punya nama asli Zen'in Megumi sudah lama beredar luas di area kerajaan."

Megumi mendengus pelan karena mendengarkan tuduhan tak masuk akal tersebut. Dia sama sekali tak pernah berniat menyamarkan namanya. Dirinya lahir sebagai Fushiguro, sebagaimana mendiang ayahnya berkehendak. Marga mendiang ibunya adalah kebanggaannya dan bukan hanya sekedar samaran.

"Kau yang merupakan pengguna teknik kutukan legendaris, teknik 10 bayangan pasti hendak mencuri jari Sukuna dan memanfaatkannya untuk keuntungan mu sendiri!!!"

Sekali lagi, tuduhan tak masuk akal terlontarkan dari mulut lancang pria tersebut. Megumi pun sudah mulai muak mendengarnya.

Para orang dewasa selalu mempunyai kehendak mereka sendiri, memaksakan kehendak mereka. Apakah yang di katakan mereka semuanya selalu benar?

"Apabila yang kau katakan memang benar. Mungkin Ryomen Sukuna masih ada di sini, di rumah ini. Tetap berada di sisiku............" keluh Megumi seraya menghelakan nafas panjang. Dia bahkan tak begitu berharap apabila orang-orang itu akan memahami ucapannya.

"Aku tidak bermaksud mencurinya. Aku hanya mau mengembalikan barang itu ke pemilik aslinya. Barang seperti itu tidak lah pantas berada di tangan kotor orang-orang seperti kalian."

Megumi tersenyum meremehkan seraya mencemooh orang-orang itu. Sudah lama ia tak mengutarakan uneg-unegnya, terakhir kali ia merasa sepuas ini adalah saat ia berbicara dengan Sukuna. Anehnya, hanya di depan sang raja kutukan saja ia bisa menjadi lebih jujur pada dirinya sendiri.

Tak perlu di tanya lagi, apabila ucapan pedasnya langsung membawa murka dari orang-orang Shinsengumi.

Sebelum mereka memperlakukan Megumi lebih kasar lagi. Dalam sekejap kedua orang laki-laki yang menahan tangannya langsung mendapatkan serangan dari kedua Shikigami serigalanya, kedua Shikigami anjing iblisnya menubruk kedua pria tersebut, mencakar dan menggigit.

Megumi tidak mengeluarkan ijinnya untuk membiarkan kedua Shikigami nya memakan kedua pria tersebut.

Lebih baik dia tidak membunuh manusia atau masalah akan semakin runyam.

Rumah itu menjadi begitu gaduh. Selagi kedua Shikigaminya sibuk menyerang prajurit-prajurit Shinsengumi. Megumi langsung memanfaatkan kesempatan tersebut untuk kabur dari rumah, tak lupa ia mengambil kembali gulungan yang sudah susah payah ia kerjakan, bersama dengan kotak kayu kecil yang sedari tadi di sembunyikannya di balik lengan kimono.

Ia berlari secepat yang ia bisa.

Megumi memilih jalan yang sepi, jalan yang menuju jauh masuk ke dalam hutan.

Dirinya tidak pernah menyangka bahwa suatu hari nanti ia harus kabur dari keramaian pemukiman perabadan manusia. Apalagi, dari semua alasan yang ada. Megumi malah rela melakukannya demi Sang raja kutukan Ryomen Sukuna

Berlarian tanpa arahpun juga sama sekali tak ada artinya. Megumi berhenti di bawah pohon rindang nan besar, memutuskan untuk beristirahat di bawahnya.

Mengabaikan kemungkinan kimononya akan kotor, Megumi lantas duduk di atas tanah yang tertutup oleh daun-daun kering. Pemuda itu bersandar dan mengambil nafas dalam-dalam, merasa begitu lelah.

Megumi yang kelelahan mulai mengantuk.

Di saat dirinya kehilangan kesadaran, mantra Shikigaminya akan di batalkan. Begitu tertidur, pemuda itu pun tak memiliki penjagaan lagi. Dia menjadi buta akan sekelilingnya.

TO BE COTINUE 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top