Chapter 01 : The Young Historian

Matahari terik tepat berada di atas kepala. Panas dan gerah di rasakan kebanyakan orang yang ada di luar maupun di dalam ruangan. Musim panas tahun ini pun ibu kota Edo di penuhi para pengembara yang datang dari berbagai tempat.

Suasana pusat kota sangatlah ramai. Fushiguro Megumi melintasi jalanan besar tersebut seraya mengedarkan pandangannya. Ia yang mengenakan baju kimono berwarna kecoklatan dengan jaket haori merah marun. Pria tersebut lahir di ibu kota dan menjalani kehidupannya yang membosankan di kota itu pula. Keramaian jalanan yang di lintasinya itu pun menjadi pemandangan yang sehari-hari di lihatnya dan justru akan sangat aneh kalau menemukan pusat kota malah sepi di siang bolong tak berawan ini.

Langkah pemuda itu berhenti di tengah jalan. Mendapati sesuatu yang seharusnya tak dilihatnya. Di depan salah satu gang ia menemukan sosok wanita bersurai sangat panjang sampai menutupi seluruh wajahnya, berkimono putih, dan entah mengapa dari tubuh wanita tersebut mengeluarkan bau tak sedap.

Megumi pun hanya melirik sebentar lalu tetap berjalan melewati tanpa melihat ke arah tersebut untuk kedua kalinya. Singkat cerita, pemuda tersebut hanya tidak ingin mencari gara-gara di tengah keramaian seperti ini.

Fushiguro Megumi terlahir dengan indera keenam yang membuatnya mampu melihat sosok supranatural. Maka karna itulah, dari kecil hidupnya selalu di persusah oleh keberadaan makhluk-makhluk tersebut. Namun setelah dewasa ia belajar bagaimana beradaptasi dengan kemampuannya. Kurang lebih dia cuma harus mengacuhkan keberadaan setiap sosok hantu/setan/iblis----atau kutukan yang ada di dekatnya. Berpura-pura bahwa dirinya tak tahu apa-apa mengenai keberadaan mereka.

Sayangnya. Terkadang cara tersebut tak berhasil-----Kini Megumi menoleh ke belakangnya, bergidik ngeri akan sosok kutukan wanita yang entah sejak kapan sudah berada di dekatnya. Wajah pemuda itu memucat. Setelah itu ia memutar arah tubuhnya dan berlari sekuat tenaganya untuk pulang ke rumahnya sekaligus kabur dari kejaran kutukan wanita tersebut.

Selain kamampuan indera keenamnya. Fushiguro Megumi pun mempunyai feromon yang menarik perhatian para kutukan. Selalu seperti itu. Megumi hanya bisa memakluminya. Setengah hidupnya ia habis kan untuk kabur dari kejaran para kutukan yang hendak melahapnya hidup-hidup dan dirinya yang sudah lama menjadi yatim piatu pun harus terbiasa akan nasib sialnya itu.

Akhirnya Megumi berhasil melarikan diri. Dengan nafas terengah-engah ia masuk ke kediamannya yang sederhana dan terletak di pinggiran pusat kota.

Padahal tadi dia dalam perjalanan ke restoran yang biasa ia datangi untuk makan siang. Sekarang ia pulang ke rumah yang tak memiliki bahan makanan apapun dengan perut kosong. Lagi-lagi kena sial. Megumi hanya bisa menghela nafas panjang seraya melepaskan alas kakinya sebelum masuk kedalam rumah.

Setidaknya ia ingat kemarin tetangganya memberinya beberapa buah apel. Sebagai pengganjal rasa lapar ia akan memakan buah terlebih dahulu dan setelah agak sore dia akan keluar lagi mencari makan---rencana yang bagus.

Selagi membawa satu buah apel merah. Megumi berjalan menuju ruang tengah yang merangkap sebagai ruang kerjanya. Tempat tersebut adalah ruangan paling luas yang ada di rumahnya, isinya penuh dengan rak yang terisi penuh buku-buku tebal, di tengah ruangan terletak sebuah meja panjang dan pendek, diatasnya terdapat tumpukan buku dan kertas yang nampaknya sangat berharga.

Dalam usianya yang masih tergolong muda, Megumi sudah mendapatkan gelar sebagai sejarahwan. Pencapaian tersebut bukan karena jenius atau karena terlalu ambisius terhadap bidangnya saat ini.

Dulu satu-satunya motivasi yang dimilikinya hanyalah segera keluar dari panti asuhan yang bagaikan neraka baginya, makanya waktu itu ia belajar mati-matian seperti orang gila agar segera mandiri dan keluar dari tempat tersebut.

Apalagi Megumi tidak pernah merasa kesusahan akan bidang yang di pilihnya terutama karena kondisi yang dimilikinya semenjak lahir. Percaya atau tidak, kemampuannya itu kadang bisa sangat berguna.

Dirinya mengambil bidang yang berhubungan dengan legenda kuno, cerita rakyat, bahkan barang-barang antik yang katanya mengandung kutukan. Bagi Megumi yang selalu terikat erat akan keberadaan makhluk-makhluk misterius tak kasat mata tersebut. Penelitian semacam itu sama saja seperti mengerjakan tugas pengamatan pertumbuhan bunga matahari.

Dan saat ini Megumi sedang di tengah mengerjakan sebuah proyek penelitian.

Pemuda bersurai hitam jabrik itu pun duduk di depan mejanya. Sambil mengigit apel di tangan kirinya, tangan kanannya berlahan membuka lembaran rapuh dari sejilid dokumen kuno yang kemarin malam baru saja di dapatkannya.

Dokumen tersebut di kirim dengan di sertai sebuah buntalan kecil. Dari bentuknya Megumi memahami bahwa buntalan tersebut adalah dililit oleh kertas segel bertuliskan mantra Shinto.

Namun entah apa gerangan yang tersegel, di dalam dokumen pun tak ada penjelasan. Dan sang sejarahwan yang tahu betul akan beratnya resiko membuka sembarangan segel kutukan, sama sekali tak berniat membukanya.

Megumi mengunyah apelnya seraya memejamkan matanya, seperti menimang-nimang banyak hal. Rasa asam dari buah yang di konsumsinya memecah menyebar dalam rongga mulutnya. Sensasi segar khas buah apel sedikit meringankan beban pikirannya saat ini----Walau sudah mendapatkan materi sampai sebanyak ini. Jujur saja dia sedikit enggan untuk melanjutkan proyeknya.

Biasanya Megumi bekerja sendiri dan berinisitif sendiri. Dalam kalangan para ilmuwan, terutama di lingkup Edo. Fushiguro Megumi dikenal sebagai seekor serigala kesepian. Pemuda pintar itu selalu hanya mengerjakan apa saja yang menarik minatnya dan sangat jarang menerima permintaan. Terlebih lagi dia juga menolak menerima murid ataupun asisten. Mungkin di mata orang lain ia terkesan garang dan berhati dingin.

Maka karna itulah. Megumi masih tak habis pikir. Dengan reputasinya yang sedemikian rupa, pihak pemerintah masih bersedia merepotkan diri untuk mendatangi rumahnya dan secara langsung membuat surat permintaan resmi---- Iya. Kalau tidak salah, kemarin lusa salah seorang pejabat dari Shinsengumi lah yang mendatanginya.

"Sebenarnya apa yang ingin mereka lakukan?" batin Megumi bertanya. Biasanya pemerintahan akan berinvestasi ke penelitian-penelitian yang berbau di bidang ekonomi dan lingkup hukum. Terutama di tengah era dimana Jepang tak lama ini baru saja membuka pintunya kepada dunia internasional. Sangat wajar, karena situasi di negara ini masih simpang siur tak terkendali.

Siapa yang menyangka kalau mereka akan menaruh perhatian pada cerita rakyat yang entah apakah benar asli keberadaannya? Seperti biasa, kali ini pun Megumi sama sekali tak menjamin hasil penelitiannya. Kekuatan supranatural maupun kekuatan gaib memang benar adanya. Namun terkadang apa yang di harapkan manusia sangatlah berbeda dengan kenyataannya.

"Ya sudahlah. Selama mereka mau membayarku......" Megumi lalu beranjak dan membuang sisa apelnya ke tempat sampah. Tak ada gunanya ia memikirkan alasan di balik permintaan khusus yang di dapatkannya saat ini. Terutama karena ia tak mungkin menolaknya, apalagi mengagalkannya.

*BRUUK!!!

Tiba-tiba ia di kejutkan oleh suara benturan yang cukup keras. Lantas Megumi berlari keluar ke terasnya yang menghadap ke halaman rumahnya. Pemuda itu tertegun sejenak di depan pintu seraya mengamati sumber benturan yang sebelumnya.

Seorang laki-laki bersurai merah muda yang sekujur tubuhnya di penuhi tato hitam yang membentuk beberapa pola, terutama di bagian punggungnya.

Dilihatnya lelaki itu dalam keadaan terluka parah terutama di bagian perut sampingnya, kalau di biarkan begitu saja mungkin akan mati kehabisan darah. Melihatnya, Megumi masih tak bergerak barang se-inci pun dari tempatnya. Dia hanya sedang ragu. "Bukan....manusia," komennya hanya dalam sekilas melihat dari kejauhan.

Tapi Fushiguro Megumi hanyalah seorang manusia. Dia juga punya perasaan dan belas kasihan. Walau awalnya ragu dan takut ia akhirnya memutuskan untuk menghampiri lelaki sekarat tersebut.

Megumi sedikit membungkuk untuk mengintip rupa makhluk yang sedang sekarat itu.

Makhluk asing yang entah kenapa bisa sampai ke halaman rumahnya itu bertubuh kekar dan tinggi. Paling tidak berat badan mereka bisa berbeda 8-10 kilogram. Hampir mustahil bagi Megumi untuk mengangkatnya masuk kedalam rumah. Wajahnya yang terhias tato pun menyerupai pria manusia pada umumnya dengan garis wajah maskulin.

Penampilannya membuat Megumi semakin iba. Mana mungkin ia bisa membiarkannya begitu saja. Setelah berpikir sejenak, akhirnya ia memutuskan untuk melipat kedua tangannya dan membuat isyarat simbol yang sebenarnya selalu enggan ia lakukan.

Memanggil Shikigami bayangan---Megumi juga di lahirkan dengan kemampuan tersebut. Ia memanggil Shikigami berwujud katak besar, satu-satunya yang paling cocok untuk membantunya membawa masuk pria sekarat ke dalam kamarnya.

Megumi masuk ke rumah duluan dan langsung menuju ke dapur untuk membuat air hangat, menumbuk tanaman obat dan mengambil perban. Barulah ia menyusul shikigami dengan barang-barang tersebut. Namun setelah melihat betapa fatalnya luka di perut pria asing tersebut, Megumi tak yakin akan persiapannya sendiri.

Perban saja tidak cukup. Luka sebesar itu harus segera di jahit. Megumi tak pernah berpengalaman dan hal tersebut---tentu saja. Dia tidak mempunyai latar belakang medik ataupun pernah menjadi prajurit. Melihat luka sefatal itu maupun mendapati orang yang sedang sekarat. Semuanya baru kali ini di alaminya.

Pemuda itu menegak paksa ludahnya. Lalu bersiap untuk menstrilkan jarum dan benang, tak lupa ia mengambil cairan alkohol yang di simpannya di lemari.

".......kalau dia bukan manusia. Seharusnya sedikit rasa sakit tak akan membunuhnya kan?" pikirnya seraya menstabilkan nafasnya dan berusaha menahan getaran tangannya. Pemuda itu berusaha menjahit secepat mungkin namun teliti dan awas. Selama operasi. Ia berusaha mengabaikan erangan kesakitan orang yang di rawatnya agar tak menjadi ragu dan malah berhenti di tengah jalan.

Satu jam atau mungkin dua jam. Megumi sudah tak tahu berapa lama waktu yang ia luangkan untuk pria asing itu. Tenaganya dan mentalnya terkuras habis.

Begitu menyelesaikan operasinya, Megumi baru menyadari keringat yang membasahi sekujur tubuhnya. Pemuda itu baru bisa bernafas lega sesaat ia selesai membalutkan perban pada luka tersebut.

Megumi merasa puas akan hasil kerasnya. Apalagi di lihatnya, sekarang nafas pria tersebut sudah mulai lebih stabil. Dan sisanya hanya tinggal menunggu pria itu siuman.

Perkara apakah orang itu akan menyerangnya atau tidak setelah siuman bisa di pikir belakangan. Saat ini yang penting dia merasa senang karena sudah berhasil membantu siapa yang sedang membutuhkan pertolongan.

OXO

Keesokannya makhluk itu masih belum bangun. Megumi memeriksa kondisinya sebentar lalu mengganti perbannya sambil tersenyum samar. Walau belum siuman namun warna wajah pria tersebut sudah jauh lebih mendingan, tidak ada tanda-tanda ia terserang demam ataupun mengalami kesakitan fisik lainnya.

Setelah selesai. Megumi kembali ke ruang kerjanya dan mengerjakan beberapa hal di sana. Membaca beberapa dokumen dan membuat janji dengan beberapa penulis artikel yang telah menerbitkan topik yang di rasa merupakan petunjuk baginya.

Di tengah kesibukannya perhatian Megumi jatuh kepada kotak kayu yang sedari semalam dibiarkannya saja di atas meja.

Buntalan kecil yang misterius ada di dalamnya. Megumi mengeluarkannya dan membolak-baliknya, mengamati benda tersebut dari berbagai sisi dan sesekali berdehem pelan untuk mengomentarinya.

".......Ryomen Sukuna," gumamnya pada benda tersebut. Itu adalah nama dari sang raja kutukan yang merupakan onjek penelitiannya saat ini. Walau di katakan sebagai raja kutukan yang di takuti oleh kaumnya sendiri maupun oleh umat manusia, khususnya para penyihir Jujutsu. Anehnya keberadaan makhluk tersebut tidak memiliki banyak petunjuk, seolah nama tersebut memang hanyalah sebuah rumor belaka.

"Apa yang mereka inginkan dari Ryomen Sukuna?" Megumi menaikan satu alisnya pada pertanyaannya sendiri.

Ryomen Sukuna terkenal bengis dan tak berperasaan, berkali-kali lipat lebih kejam daripada kutukan lainnya. Apa gunanya mempelajari kutukan yang seharusnya lebih baik selamanya tetap menjadi isapan jempol?

Megumi memasukan kembali buntalan tersebut ke dalam wadahnya. Lalu perhatiannya teralihkan ke sisi kanannya dan hal itu membuatnya tersenyum tipis.

"Selamat pagi Zashiki Warashi-san. Apakah kau membuatkan teh untukku? Terima kasih," ujarnya lembut kepada sosok anak perempuan berkimono merah.

Anak tersebut berkulit pucat, berambut pendek dengan model gaya rambut mangkok. Dia hanya mengangguk meng-iyakan ucapan Megumi lalu menyerahkan cangkir yang sedari tadi di bawanya.

Zashiki Warashi adalah setan penunggu rumah, biasanya berwujud menyerupai anak perempuan yang pendiam. Di setiap rumah biasanya ada satu atau bahkan lebih. Dia tidak bisa berbicara namun sepertinya memahami bahasa manusia, sesekali ia membantu pekerjaan rumah Megumi.

Megumi sudah lama menetap di rumah ini. Jadi dia sudah mengenal lama Zashiki Warashi di rumah tersebut. Mulanya Megumi sedikit ragu membiarkannya tetap di rumah dan berusaha membasminya. Namun Megumi adalah orang yang terlalu baik dan ia malah berakhir berteman dengannya.

"Laki-laki yang di kamarku sudah siuman?" tanya Megumi saat gadis kecil itu menunjuk ke arah pintu. Lantas ia bangkit berdiri dan mulai berjalan menuju ke kamarnya yang ada di sebelah.

Sebelum ia meraih pintu kamarnya. Tiba-tiba ia merasa kakinya di tarik kuat sampai membuatnya jatuh tersungkur menabrak lantai kayu. Megumi spontan membalik tubuhnya untuk melihat siapa pelakunya. Iris biru gelapnya membulat sempurna. Kini di atasnya adalah wujud kutukan wanita berambut panjang yang di temuinya kemarin. "Baumu enak sekali....." makhluk tersebut berbicara dengan nada serak dan kalimat yang terpatah-patah, mengucapnya berkali-kali sembari membuka lebar mulutnya yang hendak melahap kepala Megumi secara utuh.

"Tsk!" Megumi mendecih kesal lantaran posisinya yang sudah sangat tersudut. Entah sempat atau tidak, ia tetap melipatkan kedua tangannya dan membuat simbol anjing----memanggil dua Shikigami bayangan berwujud serigala berbulu putih dan hitam.

Kedua makhluk yang di panggilnya menyerah monster kutukan wanita bersurai panjang.

Namun Megumi gagal mempertahankan wujud Shikigaminya. Staminanya tidak mencukupi---karena dia tidak pernah berlatih untuk mempertahankan ataupun memperbaiki teknik pemanggilnya.

Megumi hanya bisa kabur, masuk kedalam kamarnya sendiri dan menutup pintunya dari dalam. Dia masih belum merencanakan gerakan selanjutnya. Satu-satunya pilihan, mungkin dia harus kabur begitu pintu kamarnya itu berhasil di bobol.

Dalam waktu yang sangat singkat. Megumi terburu-buru mencari sesuatu yang siapa tahu berguna di sekelilingnya, mengedarkan pandangannya ke satu ruangan yang tak begitu luas itu.

Sampai akhirnya ia terkesikap setelah menemukan futonnya kosong. Lelaki yang tadi pagi masih di rawatnya kini menghilang tanpa jejak. Megumi sempat lenggah karenanya.

*BRAAAAK!!!

Tubuh Megumi terpental. Pemuda itu kembali tersungkur ke lantai untuk kedua kalinya dan terjebak dalam situasi genting yang tak jauh berbeda dari sebelumnya.

Kali ini rambut kutukan wanita itu mengikat seluruh anggota tubuhnya, menahannya sampai ia tak berkutik. Rambut tersebut lalu mencekiknya----mencekiknya dan pada saat itulah Megumi sudah tak tahu bagaimana caranya agar bisa mempertahankan nyawanya.

Sebelum kesadarannya menghilang sepenuhnya. Indera pendengarnya samar-sama menangkap langkah kaki seseorang. Megumi dengan tenaganya yang tersisa melirik ke arah sumber suara.

Seorang pria berkimono putih, mengenakan syal hitam dan sepasang sepatu sewarna. Pada detik-detik terakhir Megumi hanya mampu menangkap sosok tersebut dan setelahnya ia memejamkan matanya, sama sekali tak mengetahui bagaimana nasibnya kemudian.

TO BE CONTINUE

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top