Bab 1 - Jubah Kemuliaan

First of all, thanks to mbak diah022 yang sudah dengan sangat sabar mengajariku dan membantuku, love you Mbak :*

Dan untuk semua pembaca NAL yang setia menunggu cerita ini dilanjut, semoga suka dengan versi barunya.^^

Happy reading!

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

1

~Jubah Kemuliaan~

"...Dan kedua orangtuanya akan dipakaikan jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia..."

~***~

Tepat pukul sepuluh lewat lima belas menit, dering bel terdengar. Jam istirahat pertama tiba, anak-anak berhamburan keluar dari dalam kelas begitu guru mereka sudah berjalan menuju ruang guru.

Dalam waktu sekian detik, koridor panjang SMAN 101 sudah riuh oleh siswa-siswa yang tengah bercengkerama dengan kawan sebaya, mengejek teman lain yang mereka anggap tidak menarik. Ada juga beberapa yang diam berkutat dengan buku di tangan, hanya duduk di kursi depan kelas; mempersiapkan diri untuk ulangan mendadak di jam pelajaran selanjutnya.

Tak hanya itu, murid-murid penjaga kesehatan, memilih menghabiskan waktu istirahat yang hanya lima belas menit untuk bermain basket di lapangan, memamerkan keahlian mereka dan mempertontonkan pada siswi yang menjerit histeris begitu otot-otot bisep mencuat keluar dari balik kemeja yang lepas dari celana dan bulir keringat menetes membasahi seragam putih itu.

Begitu pun dengan Ainayya, siswi kelas XI IPS yang menjadi minoritas di sekolah lantaran baju lengan panjang, rok panjang, dan khimar lebar yang menutup tubunya itu memlih menikmati waktu istirahat dengan caranya sendiri. Ketika semua orang lebih suka berkutat dengan hal duniawi, maka dia dan sang sahabatㅡsekaligus teman sebangkunya, justru mengarahkan kaki mereka menuju tempat ibadah, mengikuti sunnah Rasul. Hal yang sudah menjadi rutinitas mereka setiap hari senin dan kamis.

"Eh, Nay, itu Arkan, bukan?" Safira menghentikan Nayya yang sedang asyik berceloteh.

Nayya pun menoleh ke arah pandang sahabatnya. Dan memang benar kalau orang itu adalah Arkan, sahabatnya sejak ia kecil. "Eh iya, gue samperin, ah!" ucapnya lalu berlari kecil mendahului Safira untuk menyusul Arkan yangㅡsepertinya jugaㅡsedang menuju mushola.

Ketika sampai di belakang Arkan, dengan usilnya, Nayya menepuk bahu sebelah kanan Arkan hingga ia pun menoleh. Namun Arkan tak mendapati siapa-siapa, karena Nayya, gadis itu sudah berjalan di sebelah kirinya.

"Tsk!" Arkan berdecak saat mendapati Nayya tengah berjalan dengan anteng di samping kirinya.

Nayya cekikian. "Masih aja ketipu lo, Kan! Hahaha."

Arkan hanya memutar bola mata malas. Lalu tiba-tiba Nayya menyenggol lengan Arkan.

"Apaan, sih?"

"Itu tuu ... Ada pujaan hati lo, sapa gih." Nayya masih betah menyenggol lengan Arkan dengan pandangan tertuju pada seorang gadis cantik dan anggun dengan seragam sama persis yang dikenakan Nayya.

"Nggak. Jangan macem-macem ya lo, Nay." Arkan sudah wanti-wanti kalau saja Nayya meneriakinya seperti kemarin-kemarin.

"Reㅡhmpt!"

Arkan membekap mulut Nayya dengan cepat, menghentikan aksi sang sahabat yang berniat memanggil gadis yang ia maksud. Nayya megap-megap lantaran hidungnya ikut tertutupi dan membuatnya susah bernapas. Namun Arkan tak peduli, ia fokus memperhatikan gadis tersebut, menunggu gadis itu berjalan cukup jauh hingga tidak berada dalam jarak pandangnya. Setelah memastikan hal itu, barulah Arkan melepaskan bekapan tangannya di mulut Nayya.

Nayya terbatuk, mencoba menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Lalu memukul lengan Arkan dengan keras.

"Awh!" Arkan mengusap lengannya yang kena geplak Nayya barusan. Ia bukan lebay, tapi pukulannya memang selalu menyakitkan.

"Lo mau bunuh gue, ya!?" sungut Nayya setelah berhasil bernapas dengan normal.

Arkan berdecak dengan sebelah sudut bibir tersungging ke atas. "Kalau bisa, udah dari dulu kali, Nay." Lalu ia melengos pergi sebelum Nayya lebih geram. "Gue duluan!" serunya mengangkat satu tangan ke atas tanpa menoleh ke arah Nayya lagi.

Sementara Nayya geram di tempat. Menggerutu tidak jelas. Hingga Safira menyusul dan terkekeh menertawakan aksi kedua temannya tadi. "Udah udah ... ayo, ke mushola, entar waktu kita kebuang lagi."

Nayya menghela napas sejenak, meredam emosi, lalu kembali meneruskan perjalanan menuju mushola. Letaknya berada di bagian barat paling belakang sekolah, tidak terlalu besar, hanya berukuran 10x15 meter. Hanya segelintir siswa yang berada di sana, orang-orang yang bahkan sudah Nayya hapal karena ia sering melihat mereka. Kebanyakan dari mereka adalah adik kelasnya, ia pun menyapa mereka dan saling bertegur sapa saat sama-sama memasuki mushola.

"Udah pada ambil wudhu?" Nayya bertanya pada mereka.

"Udah, Kak," jawab salah satu dari mereka.

Nayya tersenyum sebagai respon. "Satunya lagi mana? Tumben nggak ikut bareng kalian? Itu lho yang pipinya chubby kayak bakpau, siapa namanya? Nina? Nana? Nona?" canda Nayya membuat adik-adik kelasnya tertawa.

"Ih, Kak Nayya. Dia lagi halangan, dan namanya Noni. Aku bilangin lho, ntar."

"Ah, aduan." Nayya pura-pura merenggut dan mereka tertawa, saling bercengkerama sejenak sebelum melaksanakan sholat dhuha. Dengan sifatnya yang suple dan easy going, ia mudah bergaul dan akrab siapa pun, dan orang-orang pun menyukainya.

Mereka masuk ke bagian putri yang diberi sekat dinding, lalu melaksanakan sholat dhuha. Setelahnya, mereka berpamitan pada Nayya dan Safira, sementara mereka berdua melanjutkan dengan bermuraja'ah di sudut yang berbedaㅡsaling berhadapan.

Nayya menatap Safira yang nampak khusyuk dengan mata terpejam, bibirnya komat-kamit melafalkan ayat-ayat suci, lalu ia tersenyum. Safira selalu menjadi pecut untuk ia terus mengafal al-qur'an. Membuatnya seperti sedang berlomba. Meskipun ia sudah memulainya sejak dulu, berkat teman masa kecilnya.

Ingatannya melambung pada saat ia duduk di bangku SD kelas enam, saat itu ia tengah bermain di rumah Ilham, teman papanya. Ihsanㅡanak dari Ilham dan Inayahㅡyang berumur dua tahun lebih muda darinya, saat itu tengah bermuroja'ah sendirian. Ia telah menyelesaikan hafalan qur'annya saat berumur delapan tahun.

"Ihsan," panggil Nayya.

Ihsan menghentikan aktifitasnya lalu menoleh pada Nayya. "Kenapa, Kak?

Nayya duduk di sampingnya. "Mau tanya dong, boleh?"

Ihsan mengangguk tanpa banyak kata.

"Kamu kenapa menghafal al-quran? Ehm ... emang sih, itu hal yang baik dan berfaedah, tapi Kakak penasaran alasan kamu menghafal quran itu apa?"

Ihsan diam cukup lama, lalu menjawab, "aku ingin memberikan jubah kemuliaan untuk kedua orangtuaku."

"Jubah kemuliaan?" tanya Nayya tak mengerti.

Ihsan menutup al-quran yang digenggamnya sejak tadi, lalu menatap Nayya."Rasulullah saw., bersabda, 'Siapa yang membaca al-quran, mempelajarinya dan mengamalkannya, maka akan dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat yang mana cahayanya seperti cahaya matahari. Dan kedua orangtuanya akan dipakaikan jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, "Mengapa kami dipakaikan ini (jubah)?" Dijawab, "Karena kalian telah memerintahkan anak kalian mempelajari al-quran." Ihsan diam sejenak, lalu melanjutkan. "Setidaknya ada yang ingin bisa aku berikan pada mereka."

Nayya terdiam. Malu, tentu saja. Dia diajari oleh anak yang lebih muda dua tahun darinya. Lantas, ia tersenyum. "Do'ain semoga Kakak bisa kayak kamu, ya."

Ihsan tersenyum. "Aamiin."

Mengingat hal itu, ia tersenyum, membuatnya merindukan teman masa kecilnya yang sekarang sedang mondok di Pesantren Gontor. Nayya berniat melanjutkan muroja'ahnya namun teralihkan oleh sosok yang ia lihat lewat jendela mushola. Sosok pria yang sedang bercengkerama dan sesekali tertawa, melihatnya tersenyum membuat bibirnya ikut melengkung manis. Hingga seseorang memukul kepalanya dari balik kain penghalang dan menyadarkan ia dari keterpanaan.

"Awh!" Nayya mengusap-usap kepala.

"Mata tuh mata! Awas copot."

Nayya mendelik, tahu pasti siapa orang yang mengatainya. Siapa lagi kalau bukan sahabatnya sejak ia kecil. "Diem deh."

Arkan berdecak. "Gimana mau hafal, kalo pandangannya nggak dijaga gitu," sindirnya sarkas. Rupanya, tadi ia melihat Nayya yang sedang memperhatikan seseorang di luar sana. "Inget gadhul bashar, Nay!"

Nayya memajukan bibirnya kesal. Tapi yang dibilang Arkan memang benar, tiap kali dia menghafal lalu melihat wajah laki-laki itu, hafalannya mesti buyar, seperti sekarang. Nayya lantas berdiri, menyingkap kain penghalang dan menghadap Arkan sambil bersedekap, menatapnya sinis.

"Ngaca deh. Lo juga tuh, masih suka mandangin si adik kelas itu. Sok-sokan nasehatin gue." Nayya memeletkan lidah.

Arkan mengangkat sebelah alis, "Gue? Kapan? Enggak tuh."

"Iya!" Nayya keukeuh. Tak mau jadi satu-satunya yang salah.

Safira yang menyaksikan perdebatan itu menghela napas, kemudian ia bangkit. "Berantem terus, udah ke kelas yuk, bentar lagi masuk."

Arkan berdecak. "Udah salah, nggak mau disalahin," gumamnya pelan. Sangat pelan.

"Ngomong apa, lo?"

"Kagak," jawab Arkan lalu melengos dari hadapan Nayya. "Kalau dibilangin tuh dengerin, jangan banyakan ngeyel," tukasnya sambil lalu.

Nayya hanya bisa diam dengan emosi tertahan, lalu berjalan dengan langkah cepat, mendahului Safira dan menyenggol bahu Arkan, sedikit. Kemudian pergi tanpa peduli.

***

Tbc.

Gimana versi barunya?
Boleh dong, vommentnya :D

See you next bab :)

Wassalam.

Subang,
06 Agustus 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top