Nostagila
[Jean]
"Payah!"
Jean menatap kesal ke arah layar ponsel. Ia mengutuk jaringan yang sedari tadi seolah mempermainkan dirinya. Setelah menunggu selama beberapa jam hanya untuk menunggu proses unduhan yang pada akhirnya gagal. Padahal hanya tinggal tiga persen lagi saja unduhannya selesai.
Ia lantas menyimpan ponselnya ke dalam saku kemeja. Kini ia beralih menatap langit, masih dengan posisi badan berbaring pada bangku taman. Fokusnya hanya pada langit dan awan yang berarak tertiup angin. Suara riuh dari anak-anak yang bermain di sekitar taman itu pun tak ia hiraukan.
•••••
[Marline]
"Ihhh, kamu tuh ya Jean. Orang liburan malah main ponsel," protes Mar yg sedang mempersiapkan perapian untuk acara barbeque pada hari itu.
"Woy! Dari pada bengong mending bantu aku!" Seorang pria bertubuh tegap tiba-tiba menjitak Jean dengan kerasnya, meski suaranya terkesan marah, tapi mukanya tetap saja datar seperti biasa.
"Sudahlah, mas Anggara nggak usah ngurusin orang kayak Jean. Kemaren semangat banget, hari ini malas, dasar abg labil!" umpat Mar yg mulai geram dengan Jean yang sejak tadi terlihat galau.
"Cih, banyak omong!" Jean pun beranjak meninggalkan zona nyamannya, diekorinya Anggara menuju mobil untuk menurunkan perlengkapan piknik yg masih belum disiapkan.
"Citra, betah banget di mobil, ayo turun!" Ajak anggara yg masih kewalahan dengan pekerjaannya.
"Iya mas."
•••••
[Citra]
Citra segera turun dan membantu temannya itu menuruni perlengkapan piknik.
"Tugasku sudah kelar ya?" Tanya Citra, lalu langsung lari menuju pohon besar yang ada di pojok taman.
"CITRA!! KEMBALI! BUKANNYA BANTUIN!" Teriak Jean marah.
Bukannya menjawab, Citra hanya terus ngibrit sampai tiba di depan pohon besar itu.
Duduk dan menyenderkan kepalanya pada batang pohon yang rindang itu. Angin-angin yang berhembus. Membuat Citra mengantuk dan akhirnya tertidur.
•••••
[Anggara]
Pandangan Anggara mengitari seluruh taman, mencari sosok mungil yang diperhatikannya sedari tadi. Namun dia tetap tidak menemukannya.
"Je..." panggilnya, "Liat Citra gak?"
Jeje yang sedang sibuk dengan arang dan korek api ditangannya menoleh menatap Anggara yang berdiri tegak di hadapannya. Mendengus kesal dan kembali sibuk dengan kegiatannya.
"Nggak tau. Mati mungkin," jawab Jeje acuh tak acuh.
Menutup mata dan menarik napas panjang, Anggara berusaha menenangkan diri. Sikap Jean yang berubah-ubah membuatnya sedikit kehilangan kesabaran.
Melangkah menjauh dari sana, Dia berjalan menghampiri Mar yang sedang membuat sate bakso. Duduk di sebelah Mar sambil menepuk pelan kepalanya.
Mar mendongak dan tersenyum. "Ada apa mas?" tanyanya lembut.
"Liat Citra?"
Mar mengangguk dan tertawa, jari telunjuknya menunjuk sebuah tempat yang kurang terjamah di taman ini, membuat Anggara mengerutkan keningnya. Mengikuti arah yang ditunjuk Mar.
"Tuh dia lagi pingsan," ujar Mar sambil terkekeh.
"Ya udah, Mas ke sana dulu," Anggara berdiri, "kalau kamu butuh apa-apa panggil aja."
Mar mengangguk dan kembali fokus dengan kegiatannya, sementara anggara mulai beranjak meningalkannya.
Anggara berjalan menyusuri jalan setapak di taman ini, matanya menatap lurus ke depan menuju sosok yang di carinya sedari tadi. Sesosok gadis mungil yang sedang tertidur pulas di bawah pohon yang berdampingan dengan semak belukar.
Berjongkok di hadapan Citra yang masih tertidur, Anggara memperhatikan wajah mungil itu. Mata yang sangat indah jika terbuka, hidung mungilnya. Dia meneguk salive ketika matanya menatap bibir Citra.
"Maaf..." lirihnya.
Perlahan kepalanya menunduk dan membunuh jarak diantara mereka, semakin dekat membuatnya memejamkan mata.
Saat bibirnya menyentuh benda kenyal dan hangat itu, Anggara membatu. Dia mencium Citra. 'Apakah ini benar?' batinnya bertanya.
•••••
[Jean]
Jean tidak mengindahkan panggilam Anggara. Ia masih sibuk membuat bara api untuk memanggang bahan yang sudah mereka siapkan. Ia tidak habis pikir harus berakhir pekan dengan orang-orang ini. Terlebih pikirannya kacau. Parah.
"Markoneng," ucapnya sambil melirik ke arah Mar. "Baranya sudah siap kau mau memanggangnya sekarang atau--Astaga! Mar!!!" Jean memekik kemudian membanting besi yang digunakannya untuk membolak-balikan arang. Matanya membulat menyaksikan aksi yang luar biasa dari pembina kelompok mereka. Bahaya! Ini pelanggaran luar biasa!
"Jangan teriak gitu! Apa? Kamu kenapa?" Mar kali ini melirik heran Jean yang bertingkah aneh.
"Itu!" Jean menunjuk ke arah Citra dan Anggara. "Kak Anggara! Citra! Anu!"
"Anu?" Mar bingung. Kemudian ia melempar pandangan ke arah yang ditunjuk oleh Jean.
Sedetik kemudian Mar tidak mampu berucap. Hina sekali, pikirnya.
•••••
[Marline]
Dalam sekejap dialihkan pandangan itu ke tempat lain, wajahnya agak memerah sedikit lantaran kejadian tak senonoh itu tak pernah dilihatnya secara langsung.
Paska menenangkan diri, diliriknya Jean yang masih saja melongo.
"Hoi Jelek! Jangan diliat lama2, nanti matamu rusak." Diangkatnya sepiring penuh sate yang sudah siap bakar tadi dan membawanya ke pemanggangan, meninggalkan Jean yg masih saja membatu.
•••••
[Citra]
Citra merasakan ada sesuatu yang menganggunya di saat tidur dengan nikmat. Rasanya aneh dan tidak mengenakan, sekaligus nyaman? Oh! Citra membuka matanya perlahan. Mata Citra membulat sempurna. Karena Anggara sedang menciumnya.
'Aku sedang tidur, kenapa kau memperlakukan aku seenaknya?!' batin Citra kesal.
Citra dengan cepat mendorong tubuh Anggara. Melakukan tendangan spontan ke arah om-om mesum itu. Anggara terkejut dan masih membatu. Tidak berkutik apapun. Satu tendangan segera mendarat di tubuh Anggara. Dan... ma-masa ke-kena itunya, lho. Anggara langsung kesakitan karena tendangan Citra yang super kejam itu.
"Ah maaf mas, a-aku nggak mau ke situ, ta-tapi malah ke situ." Citra memandangi Anggara yang masih memegangi itu. Sekarang siapa yang kejam?
Dari arah utara terdengarlah suara tawa yang membahana keseluruh taman. Yap! Jean dan Mar sedang terbahak sambil membakar sate. Saat mengetahui kejadian malang yang menimpa Anggara.
•••••
[Anggara]
Anggara meringis tanpa suara, jika dia berteriak bisa jatuh harga dirinya. Masih kesakitan dia berdiri tegak dan menatap tidak percaya pada Citra.
Kenapa dia melakukan hal sekejam ini, batinnya.
Bukannya Citra merasakan hal yang sama dengannya? Citra selalu menatapnya dengan pandangan yang diartikan sebagai perasaan cinta? Anggara tidak berhenti berpikir sampai suara tawa dua setan kecil di belakangnya semakin terdengar.
Berdehem pelan, Anggara berusaha mengembalikan suaranya yang mendadak hilang. "Maaf," ucapnya penuh penyesalan, "Mas tadi nggak sengaja."
Citra mengerjapkan matanya beberapa kali. Kaget. Dia tidak percaya seorang Anggara yang tidak pernah mau berucap maaf, sekarang mengucapkannya dengan begitu enteng.
"Mas bilang kalau mas minta maaf, Citra." Citra tersadar dari lamunannya dan refleks mengangguk.
"Tadi sebenarnya salah kamu, kenapa kamu tidur dalam posisi menggoda hah?" protes Anggara, "kan masih untung aku yang nyium. Kalau cowok lain kamu rela?"
Mata Citra membulat sempurna. Sudah kuduga, batinnya. Pasti om mesum satu ini tidak akan rela mengucapkan maaf secara cuma-cuma. "Mas apaan sih?" bentaknya.
"Sudahlah Citra, bersyukur pada Tuhan bahwa akulah yang menciummu," dia berbalik dan berjalan meninggalkan citra yang sudah mulai emosi, "kapan lagi di cium sama seorang CEO tampan?"
"Mas... Angga!" teriak Citra kesal.
•••••
[Jean & Mar]
Dari jauh Mar melambai-lambaikan tangannya, cewek itu berteriak2 memangil 2 orang yg baru saja selesai bersitegang.
Angga membalas lambaian itu sambil menoleh ke belakang seraya berkata kepata Citra, "Sepertinya makan siang sudah siap, yuk!"
Disodorkannya tangan kanan yang agak kekar itu kepada Citra, wanita itu mendekat dan seperti mau menyambutnya tapi naas, Citra masih agak kesal dengan perkataan terakhir Angga, ditepisnya tangan itu dan berjalan melewati lelaki itu.
"Mas jangan terlalu pede ya ...," perkataannya terhenti sejenak, Citra lalu berbalik badan dengan kaki kanan sebagai poros putarannya. "Takkan mudah untuk mendapatkanku loh!" lanjutnya sambil sedikit menjulurkan lidah tanda mengejek.
Citra lalu berlari ke arah Jean dan Mar yang sudah siap menyantap makanannya, sedangkan Angga masih terpana.
"Hey, apakah itu tantangan? HEY!" teriaknya dengan wajah berseri2 sambil berlari mengejar Citra yang hanya cekikikan kecil setelah mendengar perkataan Anggora.
•••••
[Citra]
Citra merasa perasaan aneh mampir di hatiinya. 'Apa aku menyukai mahluk aneh super gak jelas itu?' batin Citra. Citra mencoba kembali fokus menatap Jean dan Mar yang memanggang sate.
"Kau yakin mau makan sate gosong gitu?" kata Citra sambil berkacak pinggang. Sontak Jean dan Mar itu menatap sate yang mereka berdua bakar. Kini sudah menghitam dan hancur kayak apaan tau.
"Lho kok bisa gosong sih?! Kamu sih Jean pake ketawa segala," kata Mar menyalahkan Jean. Jean tidak terima dengan hal itu.
"Dih! Kamu kan juga ketawa gimana sih?! nyalahin gue gitu ajah?!" keluh Jean.
"Itu berarti kalian semua kualat sama aku?" seru Anggara sambil menaikan satu alisnya. Membuat tiga mahluk itu menatap anggara dengan tatapan tak terbaca.
•••••
[Anggara]
"Apa?" tanya Anggara tak acuh dan berlalu dari hadapan mereka.
Dengan langkah besar dia berjalan menuju mobil. Meraih sebuah rantang piknik cukup besar berwarna merah marun. Sedetik kemudian dia berbalik dan kembali menuju dua setan kecil dan satu malaikat, ralat jika saja dia tidak menendang selangkangannya.
"Mas itu apa?" tanya mereka serempak.
"Racun."
Jean mendengus kesal, Mar menunduk lesu sedangkan Citra menatapnya penuh minat.
"Gila," ucap Jean yang di setujui dengan anggukkan kepala Mar. Anggara tidak memperdulikan mereka, tangannya dengan sigap bergerak membereskan kekacauan dan menggantinya dengan makanan baru.
Di atas karpet kecil itu terdapat bermacam makanan, egg roll, takoyaki, sushi dan juga kimbab. Tak lupa sebuah termos kecil dan potongan buah terletak di sana.
"Sushi!" pekik Citra penuh semangat.
Anggara tertawa dan memanggil Jean serta Mar untuk duduk di dekatnya. Mereka segera merapat bersamanya dan Citra.
Setelah mendapat jatah masing-masing dengan perseteruan antara Jean dan Mar dan mulai mengobrol di sela acara makan.
"Mas tadi kenapa nyium Citra?" tanya Mar tanpa aada rasa bersalah.
Mata Citra membulat dan wajahnya memerah. Jean mendecih mendengarnya. "Dia itu udah kebelet nikah, Mar. Kenapa pake ditanya sih?" jawab Jean ketus.
"Kok tahu?" tanya Anggara.
"Mukamu mupeng, mas." sahut Jean pelan.
Mar tertawa keras sedangkan wajah citra semakin memerah. Kenapa jadi begini sih, batinnya.
"Citra..." panggil Anggara dengan suara seraknya, Citra menoleh dan menatapnya dengan penasaran, "mau gak nikah sama mas?"
Hening
krikk ... krikk ...
Kenapa ada suara jangkrik siang bolong begini, batinnya lagi. Dia tidak percaya dengan apa yang diucapkan Anggara. Dia pasti menipu lagi.
"Mas serius." Tambah Anggara meyakinkan
Citra tersenyum dan mengangguk. Ingin mengucapkan sesuatu namun suara Anggara segera mengiterupsinya.
"Tapi bohog!" ujar Anggara.
Jean dan Mar tertawa bersama dengan Anggara. Membiarkan Citra terpuruk dan wajahnya memerah karena malu.
======T H E E N D======
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top