NORMA(n)
⊱•───────※※※───────•⊰
Saat akhir musim panas, barier antara alam fana dan baka kian melemah. Suku Celtic pun melakukan sebuah tradisi Samhain; mereka memakai topeng agar terlindung dari kerasukan, kemudian mengitari api unggun, untuk mengusir roh jahat.
Sementara roh baik, ditugaskan untuk melindungi alam fana dari para hantu. Sang pelindung itu, disebut gnome. Mereka berupa orang-orang kecil, yang memiliki kekuatan elemental air, api, angin, tanah dan eter. Eter didefinisikan sebagai sebuah elemen klasik, yang mencakup pola di semesta.
[Gnome]
Seiring berkembang zaman, tradisi Samhain diubah menjadi Halloween oleh manusia modern. Tiap-tiap individu akan mengenakan kostum seram, sebagai wujud festival budaya. Sementara hikayat gnome--sang pelindung manusia dari hantu, dianggap sebagai dongeng kanak-kanak semata.
Di masa modern, hanya segelintir orang yang percaya dengan hikayat tersebut. Namun, Aether justru suka dengan hal-hal berunsur fiksi. Ketertarikannya ada, sejak Aether mengenal sosok dari media sosial. Nama akunnya, adalah 'Abnormal'. Aether selalu optimis, dan merasa ada makna yang indah, di balik keanehan nama tersebut. Sebagai panggilan khusus, nama Abnormal diplesetkan menjadi Norman.
Uniknya, Aether menyukai Norman tanpa mengetahui nama, wajah dan suara aslinya. Yang Aether tahu, Norman menyukai segala unsur fantasi--horor, kemudian dibungkus dengan hal-hal romantis. Bahkan, Aether kerap hanyut dengan berbagai cerita yang Norman bawakan, serta teori liar yang disampaikan.
Hingga tiba saat di mana Norman, ingin menguak identitas aslinya. Ia merencanakan sebuah kencan saat malam Halloween. Setelah mengirim pesan tentang undangan itu, Norman langsung menutup seluruh akun sosial media.
Alih-alih merasa sedih, Aether menjadi antusias. Ia berjingkrak kegirangan, sembari berseru, "Seperti yang diduga, Norman sosok yang penuh misteri!" Ia beralih merebahkan tubuh di kasur, seraya memeluk gawainya. "Norman pasti sengaja menutup semua akunnya, agar aku tidak bertanya secara mendetail tentang kencan ini."
Aether jadi tak sabar untuk bertemu dengannya, sebab sudah pasti di balik kejanggalan ini, ada kejutan romantis yang Norman sematkan. Akan tetapi, ketika sampai di tujuan, Gravity Falls terlihat sangat sunyi. Hanya ada lampu-lampu jalan, yang menerangi penjuru kota.
Tiba-tiba, tanah berguncang hebat, hingga menciptakan sebuah ceruk. Aether merosot jatuh ke dalam relung menjorok itu, disertai tubuhnya yang seketika mengecil. Orang-orang bertopeng pun, dengan sigap menangkap Aether.
Setelah Aether membenarkan posisi, sosok yang berada di meja partisi, menyapa ramah dari balik topengnya, "Selamat datang di ceruk kita."
Aether menyapu pandangan ke sekitar ceruk. Bau tanah begitu mendominasi, akar-akar pohon pun mencuat di balik dinding tanah itu. Aether merasa tempat ini aneh, tetapi insting fantasinya merasa ini cukup unik untuk ditinggali. Hanya saja, ia kebingungan dengan sosok-sosok asing tersebut.
Aether berpaling ke arah mereka, seraya bertanya bertubi-tubi, "Siapa kalian? Dan di mana Abnor--maksudku, Norman?"
Pria yang berada di meja partisi beringsut. Ia menghampiri Aether, kemudian mengarahkannya ke salah satu bangku. "Duduklah, dan kamu akan tahu jawabannya."
Aether sempat ragu untuk menerima jamuan tersebut, karena semua yang berada di sini adalah sosok asing bertopeng. Namun, Aether berusaha berpikir optimis, dan berspekulasi bahwa ini adalah kejutan yang sudah dipersiapkan oleh Norman.
Aether pun duduk di sana, seraya mengetuk-ngetuk jemarinya di meja. Ia sempat terkesima, ketika memperhatikan ukiran-ukiran rumit pada kayu jati tersebut, terkesan begitu antik untuk sekadar ditempati.
Tak lama kemudian, pria itu duduk berhadapan denganya. "Pertama-tama, ini adalah sebuah 'kencan buta'," ujarnya dengan suara yang tenang. Bahkan, membuat Aether penasaran dengan wajah di balik topeng tersebut. Terlebih Aether tidak pernah menduga, bahwa undangan ini akan menjadi kencan buta, bukan pertemuan secara langsung.
Pria itu melambai ke arah balakang, kemudian tiga sosok bertopeng lainnya datang menghampiri. Aura kedatangan mereka tampak begitu kuat, tetapi secara serentak bertolak belakang. Sosok pertama tampak begitu dingin, sosok kedua tampak begitu sinis, dan sosok ketiga tampak begitu lembut. Mereka pun duduk di samping pria itu.
Pria itu melanjutkan ucapannya yang sempat terjeda, "Perkenalkan, aku Solum." Ia berpaling ke arah teman-temannya, kemudian memperkenalkan mulai dari kanan secara berurutan. "Ini Aqua, Ignis dan Ventus. Norman ada di antara kita. Jika kamu bisa menebak dengan benar, maka Norman akan membuka topengnya, dan menguak identitas aslinya."
Ketika mendengar itu, Aether yang semula merasa bosan, kini menjadi antusias. Tebak-tebakan seperti ini, kembali mengingatkannya saat tengah berkomunikasi dengan Norman. Aether pun mulai mengamati cara bersikap, dan pergerakan-pergerakan kecil keempatnya.
Akan tetapi, Aether tak kunjung menemukan titik terang. Sebab Aqua yang acuh tak acuh, persis seperti Norman. Ignis yang serampangan, Ventus yang begitu kaku, serta Solum yang penuh teka-teki juga tampak seperti Norman.
"Ini membuatku pusing." Aether mengacak rambut frustasi. "Bagaimanapun juga, aku tidak bisa mengenal dengan cukup baik, sosok yang baru kutemui." Aether menerawang, saat-saat berkomunikasi dengan Norman. "Terlebih, aku tidak bisa membandingkan kepribadian kalian, dengan sosok yang hanya kukenal melalui pesan semata."
Ignis lantas berbicara dengan gamblang, "Kalau begitu, segera akhiri kencan buta ini." Ignis cukup kecewa dengan anggapannya selama ini. Kabar tentang Aether yang menyukai teka-teki, sangat tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Melihat Aether yang tertohok dengan pernyataan Ignis, Ventus mencoba meluruskan, "Jangan berkata seperti itu. Sangat disayangkan jika ia pulang, tanpa mengetahui apa-apa."
Aqua yang sedari tadi hanya menyimak, kini menyela, "Ventus, jangan terlalu tidak enakan. Lagi pula, apa yang dikatakan oleh Ignis itu benar." Ia beralih menatap jam dinding, yang menunjukkan waktu kian berlarut malam. "Waktu kita, bukan hanya untuknya."
"Itu karena kalian, menutup jati diri kalian dengan sebuah topeng," sahut Aether membela diri. Setidaknya, jika tanpa sebuah topeng, Aether memiliki gambaran wajah Norman dalam imajinasinya. Walau mungkin, perbandingannya cukup berkisar jauh.
Ignis menggertakan rahang. Gemuruh apinya kian berkobar. "Lalu, bagaimana denganmu yang memakai 'topeng' setiap hari?!" ujarnya secara mengejutkan, sembari menghentakkan meja dengan keras.
Seketika, Aether tertegun. Bibirnya keluh untuk berbicara sepatah kata pun. Ia dibuat tersadar bahwa selama ini, dirinya menggunakan topeng semi transparan. 'Topeng' yang menyamarkan identitas, sebagai teman dari keempatnya.
Saat itu pula, Solum mengulum senyum. "Kurasa, sekarang kamu sudah tahu siapa itu Norman."
Aether mengangguk. "Norman adalah kita yang 'abnormal', kemudian menjadi normal," jelasnya. Sebab mereka adalah sosok gnome, yang merupakan orang-orang kecil.
Aqua adalah pemilik elemen air, Ignis pemilik elemen api, Ventus pemilik elemen angin, dan Solum pemilik elemen tanah. Hanya elemen Aether yang berbeda, dan menjadi ruang untuk alam semesta. Dirinya hidup dalam bayang-bayang, dan sudah sangat lama dilupakan di mata dunia.
Jauh ketika para gnome belum berpisah, mereka menciptakan sebuah karakter fiksi yang diberi nama 'NORMA(n)'. Ia tercipta dari sekumpulan tubuh gnome, yang tampak abnormal. Mereka bergabung satu sama lain, hingga tampaklah seperti orang yang 'normal'. Bukan orang-orang kecil lagi.
Sejatinya, Norman tidak pernah ada. Oleh karena itu, Aether tidak mengetahui nama, wajah dan suara aslinya. Hanya saja, Norman yang terikat dengan jiwa kelimanya, membawa Aether untuk bertemu dengan gnome yang lain. Mereka akan berkumpul, untuk menjaga bumi dari para hantu yang berkeliaran saat malam Halloween tiba.
"Kalian sudah siap?" suara Solum memecah keheningan.
Aqua, Ignis dan Ventus menjawab serempak, "Ya!"
Sementara Aether, mengangguk dengan pelan. Sebagai sosok semu yang sudah lama menghilang, tentu saja ia merasa canggung dengan gnome yang lain. Namun, keberadaan Solum di sini, meredam kecanggungan di antara mereka.
Para gnome pun, menyatukan tangan-tangan mungilnya. Bergabung, menciptakan sosok NORMA(n). Pendar kebiruan dari elemen air, merah dari api, kelabu dari angin, hijau dari tanah, dan putih dari eter melingkupi tubuh Norman.
Sekarang, para gnome sudah menjalankan tugasnya--bersatu, dan menyalurkan kekuatan untuk memperkokoh barier. Para hantu pun tidak menganggu manusia lagi saat perayaan Halloween. Lalu, tepat pada pukul 00.00, Norman berseru, "Selamat hari Halloween ...!"
[Norman]
⊱•───────※※※───────•⊰
NORMA(n)--Selesai
@shima_alqie
Jum'at, 18 November 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top