09. Yang terlupakan
Seperti yang kujanjikan, bakal ada kejutan tahun baru. Kejutannya adalah.... Nona Ranting update lagi yeeeeaaayyy \^○^/
Ada yang senang nggak??
Hmmm yasudah, selamat tahun baru dan selamat membaca^^
**************************************************
Harusnya hari ini jadi hari paling membahagiakan sepanjang sejarah, sebab guru yang menyabet status paling galak sekaligus paling menakutkan se-Nusantara tidak hadir. Padahal tadi Iriya yang bersorak paling keras saat Nanda, ketua kelasnya memberitahu perihal ketidakhadiran Bu Sukma. Tapi sekarang, entah mengapa dirinya malah jadi sangat bosan. Diliriknya Anisa yang kini tengah asyik menonton sesuatu yang Iriya tidak mengerti dari laptopnya, sampai membuat gadis berambut kepang satu itu cekikikan sendiri.
Murid-murid lain sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Beberapa ada yang sengaja mengerjakan tugas dari Bu Sukma supaya tidak kena omel seperti Ujang tempo hari, beberapa juga ada yang sibuk bergosip ria. Mereka membicarakan berbagai macam hal random, mulai dari gosip para artis sampai berita kucing tetangga yang kawin di sembarang tempat. Sisanya, Ujang dan teman-teman futsalnya malah asyik main bola di kelas. Sebenarnya Iriya juga mau bergabung, hanya saja pengalaman buruk dihukum karena memecahkan jendela kelas sudah cukup menjadi pelajaran berharga untuknya. Iriya menghembuskan napas kasar, sebelum akhirnya bangkit dari tempat duduknya.
"Mau kemana?" tanya Anisa yang entah sejak kapan sudah tidak lagi fokus pada layar laptopnya.
"Keluar aja, mau ikut?" tawar Iriya yang jelas mendapat gelengan dari Anisa. Jam kosong begini, paling Iriya akan tidur di pohon keramatnya. Dan sampai kapanpun, Anisa tidak akan mau ikut.
Iriya melenggang begitu saja saat mendapat penolakan dari Anisa. Meninggalkan kelas yang ramainya sudah menyaingi stadion sepak bola, Iriya berjalan lurus menuju kantin, membeli beberapa camilan dan bergegas menyambangi tempat keramatnya. Namun langkahnya terhenti beberapa meter dari pohon mangga yang biasa menjadi saksi rasa bosannya selama ini.
Untuk beberapa detik Iriya terpaku. Entah apakah ini yang dinamakan terkesima atau terpesona, sebab pemandangan di hadapannya bukanlah pemandangan biasa. Bagaimana tidak? Dari tempat Iriya berdiri sekarang, ia dapat melihat dengan jelas seorang cowok yang tengah duduk selonjoran sambil bersandar pada pohon mangga kesayangannya. Sebelah tangannya sibuk membolak-balikkan halaman sebuah buku di pangkuannya, dan yang satunya lagi sibuk meletakkan sebatang rokok ke bibir sambil sesekali mengetuk abunya. Iriya tidak tahu, bagaimana bisa rokok, novel dan Reja menjadi perpaduan yang sangat apik di tengah hari bolong macam begini. Entah apa yang ada di pikiran gadis itu, bukannya kembali ke kelas seperti apa yang diperintahkan otaknya, kakinya justru berjalan mendekat kearah cowok yang kini makin asyik memainkan puntung rokok.
Iriya berdehem kencang, sebelum mendaratkan bokongnya ke tanah persis disamping cowok yang kini tengah menatapnya dengan mata membulat. "Gue nggak ganggu, kan?"
Reja masih diam, cowok itu hanya mengerjap pelan, namun sedetik kemudian buru-buru mematikan rokoknya dan menutup buku yang sejak tadi menemaninya mengusir rasa bosan.
"Santai aja kali." Iriya bicara lagi, sembari membuka bungkusan permen loli rasa anggur kesukaannya dan memasukannya kedalam mulut. Iriya melirik Reja yang masih menatapnya dengan tatapan terkejut, kemudian terkekeh pelan.
"Nih!"
"Thanks."
Reja meraih permen pemberian Iriya dengan perasaan campur aduk, antara malu dan senang. Entah bagaimana ceritanya Iriya bisa datang kemari di saat jam pelajaran seperti sekarang ini. Yang Reja tahu, meskipun cuek dan kadang suka seenaknya, Iriya tidak pernah bolos pelajaran.
"Kok bisa kesini?" tanya Reja akhirnya.
"Jam kosong, di kelas berisik. Lo sendiri?" Iriya bertanya tapi sebelum Reja sempat menjawab, cewek itu sudah menambahkan, "Bolos terus nyebat?"
Tampang Reja yang terkejut, entah kenapa terlihat sangat lucu sampai tanpa sadar, Iriya malah tertawa dan hal itu tidak disia-siakan oleh Reja. Menatap tawa Iriya dari jarak sedekat ini adalah anugrah terindah.
"Gue bercanda kok." ucap Iriya kemudian, sambil sesekali mengendalikan tawanya.
"Kelas gue juga lagi jam kosong, tapi nggak nyangka malah ketemu lo di sini."
Iriya mengangguk santai, "Santai aja, gue bukan tukang ngadu."
Cewek itu kemudian mengalihkan pandangannya pada sebuah buku yang sejak tadi menyita atensi cowok ganteng yang kini tengah duduk selonjoran di sampingnya. "Lo baca Kahlil Gibran? Nggak nyangka gue."
Ucapan Iriya sukses membuat Reja mengernyit heran. "Kenapa gitu?"
"Nggak tau, cuma gue pikir biasanya cowok lebih suka sama bacaan science-fiction atau fantasi ketimbang puisi atau romance."
Reja tersenyum, tidak disangka ternyata Iriya tahu banyak tentang genre novel. Sebelumnya, Reja hanya berfikir kalau dunia Iriya paling-paling hanya berputar di sekitar futsal dan hobi malas-malasan yang dimiliki cewek itu, tapi ternyata dirinya salah besar. Iriya punya banyak bahasan ketika bicara dengan orang lain, meskipun tidak punya banyak teman, tapi kemampuan berkomunikasi Iriya sangat baik. Bisa dibilang, Iriya adalah teman ngobrol yang asyik, meskipun tidak banyak yang tahu akan hal itu. Termasuk Reja.
"Nggak semua cowok suka dengan genre itu, gue lebih suka puisi. Lebih bernilai seni." ucap Reja yang kembali melahirkan senyum di wajah Iriya.
"Iya, gue cuma survei dari 'kebanyakan' cowok. Dan mungkin itu belum termasuk elo."
Keduanya tertawa santai, sembari menikmati suasana siang menjelang sore yang syahdu itu. Setelahnya, mereka banyak membicarakan beberapa hal random, dan tanpa terasa bel pulang sudah berbunyi. Iriya pamit terlebih dahulu, meninggalkan Reja yang sepertinya masih mau melanjutkan sesi merokoknya yang sempat tertunda karena kehadirannya tadi.
Iriya benar-benar tidak menyangka, kalu mengobrol dengan seorang cowok bisa se-menyenangkan ini. Dari pergaulannya dengan laki-laki yang hanya sebatas Ujang dan anak-anak futsal, Iriya belum pernah merasa se-nyambung ini saat ngobrol dengan mereka. Dan memang obrolan mereka itu kebanyakan sampahnya, keseringan membahas sparring dengan sekolah lain, dan sisanya tentang kebiasaan cowok yang Iriya sendiri mau muntah mendengarnya. Mereka selalu membicarakan jadwal masturbasi dalam sehari dan siapa saja objeknya yang jujur saja, mendengarnya membuat Iriya mau mencelupkan wajah mereka satu persatu ke air kobokan warteg.
Tapi kali ini berbeda. Reja ternyata bisa jadi teman ngobrol yang asyik, dan Iriya akan memasukkan Reja kedalam daftar orang yang bersedia menjadi temannya.
***
Padahal sudah jam lima sore, tapi matahari ternyata belum juga lelah memancarkan cahaya beserta udara panas yang membuat Iriya dan kawan-kawan satu timnya banjir keringat. Iriya duduk di pinggir lapangan sembari menengguk sebotol air mineral yang dibawanya dari rumah. Seusai pemanasan dan latihan tadi, rasanya energinya seperti terserap habis. Beberapa temannya kini juga tengah asyik tiduran di pinggir lapangan sembari membicarakan obrolan yang sama sekali tidak ingin Iriya dengar. Cewek kumal penuh keringat itu menggeser posisi duduknya supaya menjauh dari kumpulan jantan dengan obrolan menggelikan di sore hari begini, sampai pandangannya bersitatap dengan seorang cewek mungil yang berdiri tak jauh dari lapangan.
Iriya menepuk jidatnya, dirinya benar-benar lupa kalau kemarin ada adik kelasnya yang mendaftar jadi manager tim futsal Nusantara. Buru-buru Iriya menghampiri Ujang yang kebetulan sedang minum tak jauh dari posisinya.
"Jang!"
Yang di panggil segera menoleh ke arah sumber suara cempreng tadi. Ujang hanya mengangkat alisnya, menunggu Iriya mengucapkan maksud dan tujuannya.
"Gue lupa bilang, kalo kemaren ada anak kelas sepuluh yang mau jadi manager kita. Kira-kira kita butuh manager nggak?"
Ujang djam sejenak, berlagak seperti orang yang tengah berfikir keras. Tapi detik berikutnya, cowok bau ketek itu malah balik bertanya pada anggota lain, yang justru dapat respon menyebalkan.
"Buat apaan?"
"Manager? Belagu amat lo, Jang!"
"Boleh tuh, kayaknya kita memang butuh manager buat ngatur kegiatan kita. Buat ngurusin kita kalau ada turnamen, dan beliin kita minum kalau lagi latihan begini." Jelas Aryo.
Beberapa mengangguk setuju. Memang selama ini, mereka selalu mengatur kegiatannya sendiri. Sebab Iriya tidak akan pernah mau mendaftarkan teman-temannya apabila ada turnamen, apalagi disuruh-suruh beli minum. Iriya malah lebih cocok jadi tukang suruhnya. Tapi sedetik kemudian, Ujang mengernyit lalu kembali menatap Iriya yang masih mengangguk menyetujui ucapan Aryo.
"Emangnya siapa orangnya, Ri?"
Mendengar pertanyaan Ujang, kontan Iriya menoleh ke arah seorang cewek yang ternyata masih berdiri disana. "Dita!"
Mendengar namanya dipanggil, Dita buru-buru berlari kecil ke arah Iriya. Cewek mungil berparas ayu itu tersenyum singkat, seraya berkata 'Halo' yang bikin semua cowok jomblo di sana menganga lebar.
Iriya memutar bola matanya menghadapi sikap norak teman-temannya barusan. "Awas lalet masuk!"
"Kenalin, Imam." ucap Imam sembari menjulurkan sebelah tangannya. "Kalau kamu siap, aku juga siap jadi imam buat kamu dan anak-anak kita nanti." cowok jangkung playboy cap kodok itu malah memulai aksinya sambil mengedipkan sebelah mata.
Sontak, semua anggota tim futsal bersorak gaduh. Dengan cepat, Iriya menghentikan aksi menggelikan Imam sebelum bocah menyebalkan itu bertindak lebih jauh.
"Ini Dita teman-teman," ucap Iriya memperkenalkan.
Kemudian cewek itu sibuk memperkenalkan satu persatu anggota tim futsal Nusantara, beserta posisinya dalam tim. Dita dengan tanggap mulai mencatat seluruh informasi yang Iriya berikan.
"Nah, kalo yang paling buluk itu Amar. Panggil aja Ujang, dia kapten tim futsal Nusantara." ucap Iriya sembari menarik Ujang yang malah pergi ke sudut lapangan dan sibuk menelpon seseorang. "Sini napa Jang!"
"Saya udah lapor ke Kang Dadang, beliau bilang nggak masalah kita rekrut manager. Persyaratannya sama Ri."
Iriya mengangguk mengiyakan, sementara Ujang kembali melanjutkan latihan bersama anak-anak yang lain. Sepeninggal Ujang dan kawan-kawannya, Iriya meminta Dita duduk bersamanya di pinggir lapangan.
"Jadi gini Dit, sebelum jadi manager lo pasti udah tau kan apa aja yang harus dikerjakan manager?"
"Saya tahu Kak." jawab Dita antusias sambil mengangguk mantap.
"Oke. Tapi kita punya syarat, dan ini berlaku juga sama semua anggota tim futsal." Iriya menatap Dita yang kini malah menelan ludah.
"Sayarat apa Kak?"
"Nggak susah kok, Cuma harus jaga rahasia. Lo nggak boleh bilang ke siapapun kalau Kang Dadang alias kepala sekolah kita adalah pembina sekaligus pelatih tim futsal Nusantara. "
Dita mengangguk paham, bahkan tanpa bertanya apa alasannya. "Janji. Kak!" ucap cewek itu sambil mengangguk kuat, membuat poninya bergerak lucu.
"Oke, gue balik latihan kalau gitu."
Dengan cepat, Iriya kembali ke lapangan dan bergabung bersama kawanannya yang lain, meninggalkan Dita yang semakin fokus memandang sosok cungkring banjir keringat yang kini tengah menggiring bola. Pemandangan yang selalu bikin Iriya sakit mata, tapi tidak dengan Dita. Gadis ayu itu malah tersenyum, sembari memegangi pipinya yang mulai merona.
***
Iriya sampai di rumah pukul tujuh malam, dan seperti biasa Ibunya sudah sibuk di dapur menyiapkan sesuatu untuk dimakan.
"Assalamualaikum, Bu."
"Waalaikumsalam. Makan dulu Nak."
"Riri mandi dulu sebentar Bu."
Dengan cepat, Iriya melesat menuju kamar mandi. Penampilannya sekarang bahkan sudah lebih parah dari gelandangan. Jersey tim futsal yang berwarna kuning terang itu, bahkan sudah berubah warna menjadi kecoklatan akibat bersentuhan dengan tanah. Entah ini ide siapa, tapi menurut mereka--anggota tim futsal--main futsal tanpa guling-gulingan itu tidak seru.
Iriya baru saja menyambar handuknya, sebelum kegiatannya terhenti akibat suara notifikasi norak yang berasal dari ponsel abal-abalnya.
Cewek kumal penuh keringat itu tersenyum singkat, saat membaca sebuah pesan dari seseorang. Mendadak Iriya jadi teringat lagi pertemuannya tadi siang dengan Reja, dan fakta kalau ternyata Reja itu adalah singkatan dari nama panjang Rengga Januari. Harusnya ia sadar itu dari awal, tapi bukan Iriya namanya kalau otaknya cepat mengoneksi sesuatu.
Sebelum suara Ibunya terdengar lagi, jarinya dengan cepat memberi balasan pada Reja yang entah dapat ilham dari mana karena tiba-tiba mengirim pesan dengan menanyakan apakah Iriya sudah sampai di rumah atau belum.
Riri : Udah, nih bentar lagi mau ritual
Reja: Ritual apaan?
Riri: Mandi malam
Reja: Kirain apaan. Yaudah sana mandi, bau lo udah nyampe kesini tau
Riri: Bisa aja lo, Malih. Udah, gue mandi dulu
Reja: Sip!
Masih dengan cengiran di wajahnya, Iriya kini benar-benar bergegas ke kamar mandi.
***
Di lain tempat, Reja masih belum juga menghilangkan senyuman dari wajahnya. Tak disangka, berbalas pesan singkat dengan Iriya rasanya akan membahagiakan seperti ini.
Riuh sorak sorai para pemuda yang kini ikut menyaksikan atraksi skate board dan inline skate yang masih beraksi dengan keren di arena skate terkenal kota Bandung yang juga dijadikan tempat nongkrong masa kini, tak membuat Reja sekalipun mengalihkan pandangannya dari ponsel. Sampai sebuah notifikasi mampu melenyapkan senyum menawan yang sejak tadi terpatri di wajah tampannya.
Hanya satu nama. Dan hanya dengan membaca nama itu, momen yang paling menyenangkanpun seketika hancur. Ternyata semesta masih punya rencana lain, dengan memunculkan sosok yang telah dilupakannya. Membuat Reja mengingat seseorang itu, bahkan sampai hal terkecil sekalipun.
************************************************
Nyebat (baca :ngerokok)
____________________________________
Terimakasih untuk yang sudah bersedia baca cerita ini :)
Boleh vote dan komentarnya yaaaa XD
Sekali lagi semalat tahun baru 2019 semoga yang terbaik bisa kita dapatkan^^
Jangan main petasan yaw!! Sampai ketemu senin depan :D
Salam olahraga!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top