08. Misteri tim futsal (2)
Update lebih awal, dikarenakan satu dan lain hal. Selamat membaca^^
(kok kayak dèjavu yak?)
**************************************************
Bel istirahat mengalun indah di telinga para murid, tak terkecuali Iriya yang sekarang malah sibuk celingukan mencari keberadaan Ujang yang mendadak tidak ada di kelas. Entah kemana perginya makhluk menyebalkan itu. Jika tidak dibutuhkan, dia selalu muncul. Tapi jika dibutuhkan, malah menghilang seperti ini.
"Ri, mau ke kantin?" tanya Anisa, membuat kegiatan celingukan-mencari-Ujang barusan terhenti.
"Nggak Nis, Kang Dadang nyuruh gue cari siswi yang mau gabung futsal. Katanya sekolah mau buat tim futsal putri."
Anisa manggut-manggut mendengar penjelasan Iriya, tapi kemudian rautnya berubah memelas. "Kayaknya nggak bakal ada deh Ri, tapi semangat ya!"
Iriya menerima tepukan semangat dari Anisa dengan ringisan. Tahu kalau usahanya tidak akan membawa hasil apapun, tapi mengingat ucapan Kang Dadang tadi pagi rasanya Iriya tidak bisa melawan perintah kepala sekolahnya itu. Setidaknya, Iriya akan mencoba dulu seperti apa yang dikatakan Kang Dadang.
"Riri!"
Panggilan Ujang seketika menghentikan kegiatan Iriya yang kembali celingukan mencari keberadaan cowok cungkring itu. Dengan cepat, Iriya menghampiri Ujang yang kini tengah menunggunya di ambang pintu bersama dua orang yang sepertinya tidak asing bagi Iriya.
Di hadapannya kini sudah berdiri tiga orang yang kurang lebih berpenampilan sama, atau tepatnya dengan cengiran yang sama. Ujang dengan seragam amburadul dan rambut kusutnya. Di sampingnya ada Kang Adit, kakak kelas Iriya sekaligus teman satu timnya yang sekarang sudah pensiun—karena paksaan Kang Dadang—sebab kelas dua belas sudah harus fokus pada ujian nasional dan tidak diwajibkan mengikuti ekskul manapun. Serta satu orang lagi, yang entah kenapa cengiran serta lesung pipi yang menghiasi wajahnya membuat Iriya tidak bisa melepaskan pandangannya dari wajah itu, sampai Kang Adit mengibaskan telapak tangannya di wajah Iriya.
"Woy!"
"Paan si, Kang?" Iriya mendengus kesal sembari menepis tangan Kang Adit dari depan wajahnya.
"Udah atuh." Ujang menengahi, tapi Kang Adit masih cengengesan menggoda Iriya. "Ri, cuma mereka dari perwakilan OSIS yang bersedia bantu kita. Jadi kamu sama Reja ke kelas sepuluh, saya sama Kang Adit ke kelas sebelas ya."
Semua mengangguk setuju, tapi tidak dengan Iriya. Dirinya tahu, Ujang sengaja memintanya mencari calon kandidat tim futsal putri SMA Nusantara dari murid kelas sepuluh, karena Iriya memang punya pengalaman buruk dengan para siswi dari angkatannya sendiri (baca: kasus menolak Fahri). Tapi kenapa Ujang harus memasangkannya dengan Reja? Bukan, Iriya bukannya membenci Reja. Hanya saja, entah kenapa perasaannya mendadak gugup kalau harus bersama cowok itu. Takut dikira pembantunya Reja, sebab penampilan Iriya yang lebih mirip gembel memang sangat kontras dengan Reja yang bersih, wangi dan rapi.
"Kang Adit sama gue lah," tawar Iriya yang seketika mendapat kernyitan dari Kang Adit.
"Kunaon eta budak Jang? Kesambet jin apa kamu, Ri?"
Ujang cengengesan tidak jelas, sebelum akhirnya merangkul pundak Kang Adit dan mengajaknya pergi. "Si Riri salting Kang, sama cowok ganteng." ucapnya dengan suara kencang yang kontan membuat Iriya melotot kearahnya.
"Ngomong naon sia?!"
Ujang mempercepat langkahnya sebelum mendapat amukan Iriya. Sedangkan cewek—yang masih—PMS itu, kini menghela napas sembari menatap Reja yang lagi-lagi malah tersenyum kearahnya. Rasanya Iriya ingin sekali menutupi wajah itu dengan kantung plastik, atau paling tidak menutup matanya saking tidak mau melihat senyum itu. Cewek kumal itu kemudian berdehem kencang, mencoba mengendalikan situasi yang mendadak canggung serta jantungnya yang mulai berdetak lebih cepat. Sepertinya efek PMS kali ini berdampak buruk untuk kesehatan jantungnya.
"Tunggu sebentar Ja, gue ambil buku sama pulpen dulu buat ngedata." ucap Iriya yang segera dapat anggukan dari Reja.
Tak perlu menunggu lama, Iriya sudah kembali dari dalam kelas dengan buku agenda kecil serta pulpen standar sejuta umat yang tutupnya sudah hilang entah kemana. "Ayo!" ujar cewek itu tanpa menoleh.
Reja tersenyum dalam diam. Entah kenapa, sikap Iriya yang terus-terusan menghindari kontak mata dengannya malah semakin terlihat manis. Menurutnya, Iriya terlalu apa adanya. Tidak kurang, tidak lebih. Cewek itu selalu menjadi dirinya sendiri.
Butuh waktu selama hampir lima belas menit bagi Iriya untuk mendatangi satu persatu kelas sepuluh, mulai dari IPA 1 sampai IPS 5. Dan sejauh perjalanannya dari kelas sepuluh IPA 1 sampai IPS 2, gadis itu belum juga mendapat satupun siswi yang mau bergabung dalam tim futsal putri bikinan Kang Dadang. Yah, benar kata Ujang. Mencari spesies betina yang setidaknya tertarik saja pada sepak bola, seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami apalagi mencari spesies betina yang benar-benar bisa dan senang main futsal.
Nunggu kecebong bisa terbang dulu mungikin? Pikir Iriya.
Sampai dirinya, beserta Reja tiba disebuah kelas yang ramainya menyerupai pasar. Iriya menghela napas panjang, dirinya diam sejenak untuk melihat penanda di kelas mana sekarang dirinya berada. X IPS 3.
Cewek slebor yang penampilannya makin acakadul itu membuka pintu, mengucapkan salam seperti sebelumnya yang tentusaja tidak di gubris oleh siapapun, tapi kelas seketika hening saat Reja masuk. Seluruh siswi seperti tersihir oleh ketampanan Reja. Dan seperti yang sudah-sudah, sebelum bicara Iriya mengetuk meja dengan penghapus kelas, mengembalikan fantasi-fantasi liar para adik kelas haus buaian cogan yang mungkin tengah memikirkan hal yang tidak-tidak dengan Reja sebagai objeknya. Iriya menatap Reja sekilas dengan tatapan seolah berkata 'gue capek, sumpah!' tapi justru dibalas kekehan oleh Reja yang kembali membuat mata cewek-cewek tadi silau.
"Jadi, kedatangan saya kemari mau mendata adik-adik sekalian yang bersedia bergabung dengan tim futsal putri SMA Nusantara." ucap Iriya setengah malas, tapi berusaha untuk terlihat tegas.
"Cewek doang kak?" Seorang cowok dengan rambut pelontos menyahut dari arah belakang.
"Iya, namanya juga tim futsal putri. Kalau yang cowok mau ikutan tinggal dateng aja, kita latihan tiap senin, jumat, sama Minggu jam 5 sore di lapangan."
Cowok tadi manggut-manggut, sedangkan tidak ada respon apapun dari murid perempuan. Membuat Iriya menghela napas lelah. "Jadi gimana? Ada yang tertarik?"
Sebagian besar menggeleng, beberapa menyeletuk bertanya apakah Reja bagian dari tim futsal juga yang tentu saja dapat gelengan kuat-kuat dari Iriya. Setelah dirasa tidak ada lagi yang perlu dilakukan di kelas asing itu, Iriya memutuskan untuk melanjutkan kunjungannya ke kelas berikutnya, sampai seorang gadis mungil berambut kuncir kuda mengejarnya sampai depan kelas.
"Tunggu, Kak!" panggil gadis itu, yang seketika menerbitkan senyum di wajah lecek Iriya.
"Mau daftar? Nama lo siapa?" tanya Iriya antusias. Entah mengapa dirinya merasa begitu bahagia hanya dengan kedatangan gadis mungil itu.
"Nama saya Endhita kak, panggil aja Dita. Tapi saya nggak mau daftar jadi anggota tim futsal putri." ucap gadis itu, membuat mood Iriya yang sedang baik mendadak hancur. "Saya mau mendaftar jadi manager tim futsal Kak."
Iriya mengernyit heran, cewek itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal kemudian menatap Reja. Cowok itu hanya mengangkat bahu, tapi kemudian ikut bicara juga.
"Gini aja deh, kita juga belum tau apa posisi manager itu di butuhkan sama tim futsal. Tapi sementara nama lo kita catat aja dulu untuk bahan pertimbangan ke Pak Dadang."
Ucapan Reja ternyata mampu menerbitkan senyum di wajah ayu Dita, meskipun Iriya masih menatapnya bingung, tapi gadis itu tetap mencatat nama Dita serta nomor kontaknya di buku agenda. Keduanya kemudian melanjutkan perjalanan menuju dua kelas terakhir, yang sialnya mendapat respon kurang lebih sama dengan kelas-kelas sebelumnya. Mereka hanya memperhatikan Reja, dan setelahnya hilang begitu saja seolah kegiatan Iriya serta tim futsal putri bikinan Kang Dadang hanya berupa angin lalu. Iriya tahu kalau upaya ini tidak akan mendapat hasil apapun. Setelah ini dirinya harus minta traktir es kelapa oleh Kang Dadang akibat kegiatan tidak berfaedah ini.
"Makasih ya Ja, harusnya kita nggak perlu ngerepotin kalian cuma untuk kegiatan nggak berhasil ini." ucap Iriya mewakili Ujang. Dirinya benar-benar merasa bersalah karena sampai melibatkan OSIS segala. Kalau Kang Adit, pasti dirinya tidak akan merasa seperti ini, sebab kakak kelasnya itu juga merupakan anggota tim futsal.
"Santai aja Ri, kebetulan emang gue sama Kang Adit itu humas, jadi ya emang udah tugas kami."
Iriya manggut-manggut, tapi kemudian mengajak Reja ke kantin. Setidaknya, dia harus berterimakasih. "Mang bewok, es kelapanya dua ya!"
Mang bewok, penjual es kelapa langganan Iriya itu hanya mengangguk, kemudian tak lama dua gelas es kelapa segar sudah tersaji di hadapan Iriya. "Diminum, Ja"
"Makasih."
Tidak ada percakapan lagi setelah itu. Iriya sibuk dengan es kelapa yang sudah hampir habis di hadapannya, sedang Reja malah bingung sendiri harus memulai pembicaraan dari mana. Entah kemana perginya rasa percaya dirinya saat ini, Reja hanya merasa kehabisan kata-kata tiap berada dekat dengan Iriya.
"Sekali lagi makasih ya Ja, udah mau gue repotin."
Lagi-lagi Reja hanya bisa mengangguk menerima ucapan terimakasih yang bertubi-tubi dari Iriya.
"Oh ya, Ri. Gue penasaran deh, kenapa lo sama anak-anak futsal selalu manggil kepala sekolah dengan sebutan Kang Dadang?"
Iriya tersenyum. Sudah banyak yang penasaran tentang hal itu, tapi baik Iriya, Ujang ataupun anggota tim futsal lainnya tidak pernah membahas ini dengan siapapun. Selain takut kena sanksi mengerikan dari Kang Dadang, juga untuk menjaga kewibawaan sang kepala sekolah itu sendiri—setidaknya begitu pesan Kang Dadang. Iriya tahu, kalau usia Kang Dadang yang terlalu muda untuk disebut kepala sekolah, membuat laki-laki berusia dua puluh delapan tahun itu harus berusaha mati-matian agar tidak di remehkan orang lain. Bahkan sampai bisa menjadi kepala sekolah termuda se-kota Bandung, Kang Dadang sudah melalui proses yang tidak bisa dibilang mudah. Meskipun profesi sampingannya sebagai pelatih tim futsal bukanlah hal yang buruk juga, tapi Iriya hanya tidak ingin dapat masalah. Jadi, Iriya hanya mengangkat bahu, sambil menjawab.
"Nggak tau, gue cuma ikut-ikutan."
Dan Reja dengan mudahnya percaya. Tanpa ada rasa curiga sedikitpun. Sepertinya hal ini masih akan terus menjadi misteri tim futsal, tapi ia tidak mau ambil pusing. Bisa bersama Iriya keliling kelas sepuluh dan minum es kelapa bersama saja sudah membuatnya senang. Sampai tak lama kemudian, duo Ujang bersama Kang Adit datang dan mengacaukan acara minum es kelapa antara Iriya dan Reja dengan tidak tahu diri minta dibelikan juga.
"Kang Adit aja."
"Kamu kok pilih kasih Ri? Saya kan juga haus!" protes Ujang yang hanya dibalas dengan kalimat pendek supermenyebalkan dari Iriya semacam "Bodo."
"Tega kamu, Ri " ucap Ujang hiperbolis.
Iriya hanya memutar bola matanya, kemudian terkekeh melihat kelakuan Ujang yang dengan tidak tahu malu malah memohon pada Kang Adit minta dibelikan ketoprak.
Yah, setidaknya di hari yang panjang plus melelahkan ini, Iriya masih dapat hiburan berupa tingkah absurd Ujang. Meskipun tidak ada dari mereka yang mendapat satupun calon anggota tim futsal putri SMA Nusantara. Begitu juga dengan Reja yang merasa dunianya kini sudah berputar pada gadis yang sekarang sedang melempari Ujang dengan es batu dari dalam gelas miliknya. Iriya Maharani.
************************************************
Catatan kaki
Kunaon : kenapa
Budak : anak
Sia : lo/elo (kasar) jangan gunakan kata ini pada yang lebih tua ya^^
____________________________________
Ceritanya memang sengaja kubuat se-ringan mungkin, jadi biar kalian nggak pusing dan bisa dijadikan selingan aja.
Moga kalian suka ya XD
Boleh juga beri kritik dan sarannya, jangan lupa klik bintangnya juga ya^^ (duh, banyak mau -__-)
Sampai ketemu tahun depan! Bakal ada kejutan dariku loh XD tunggu ya!
Salam, dari negeri yang jauh
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top