06. Analogi yang tidak biasa


Hari ini cerah, tidak seperti kemarin saat langit bahkan tidak bersahabat. Ketika semua siswa sudah wara-wiri ke luar kelas menuju parkiran atau gerbang depan sekolah, berbeda dengan Reja yang malah melangkahkan kakinya menuju lapangan. Suasana hatinya sedang bagus setelah melihat senyum Iriya. Senyum yang belum pernah dia lihat dari gadis manapun yang mendekatinya. Senyum tulus yang benar-benar dari hati, dan itu terpancar jelas dari wajah cewek kumal super cuek itu. Entah kenapa, Reja merasa bahagia sekali. Dia merasa kalau Iriya sudah mulai terbuka padanya, bahkan tadi cewek itu menangis. Catat baik-baik, me-na-ngis. Mungkin hal itu bisa jadi keajaiban dunia abad ini, saat cewek slebor macam Iriya ternyata bisa menangis juga.

Reja ingat betul, kalau dulu sahabatnya sejak kecil, yaitu Fahri sampai tergila-gila pada cewek cuek, tengil dan slebor macam Iriya. Bahkan dulu dirinya sempat mengatai Fahri sudah buta karena suka dengan makhluk kumal dan acak-acakan yang lebih senang nongkrong di depan sekolah sambil makan somay bareng anak-anak futsal atau tidur di atas pohon ketimbang pergi ke salon atau mall. Tapi sekarang dirinya tahu, kalau cewek acakadul itu ternyata punya sisi lain yang tak kalah manis dari cewek manapun. Katakanlah Reja kena karma, tapi dirinya justru bersyukur. Karena ini mungkin adalah karma terindah yang tuhan berikan padanya.

Reja terkekeh pelan, ketika mengingat betapa sedihnya Fahri saat harus pindah ke London.

"Biar lo bisa move on sekalian, Ri," ucapnya kala itu.

"Move on apanya? Separuh jiwa gue ada sama Riri, gimana bisa gue ninggalin belahan jiwa gue di sini," Jawab Fahri hiperbolis.

"Kok gue jijik ya dengernya?" Reja bergidig geli, sedang Fahri malah semakin menunjukkan tampang sedihnya. "Dengerin ya, lo itu udah ditolak. Dan catet omongan gue, dua minggu lo di London, lo udah kecantol sama cewek lain."

Dan ucapan Reja memang terbukti adanya. Tak lama setelah kepindahan Fahri, temannya itu sudah dapat pacar seorang gadis bule asal Austria yang satu sekolah dengannya. Saat Reja kembali meledeknya dengan mengatakan 'Kemana perginya belahan jiwa lo?' Fahri hanya tertawa dan bilang itu cuma cinta monyet. Memang dasar laki-laki!

Sore ini jadwalnya tim futsal SMA Nusantara latihan. Tapi dari kumpulan cowok-cowok penuh keringat yang sekarang sedang pemanasan lari keliling lapangan futsal, Reja tidak menemukan satu-satunya cewek yang seharusnya ikutan latihan disana. Cowok yang sejak tadi senyum-senyum sendiri itu mendadak celingukan dengan memasang tampang cengo.

"Naha ari celingukan wae? Cari siapa maneh?" tanya seseorang tiba-tiba dari arah belakangnya.

Reja tersenyum singkat, memamerkan lesung pipinya yang dalam, sedangkan Ujang malah menatapnya penuh selidik. 'Jangan-jangan dia naksir urang?' Ujang bermonolog dalam hati, melihat Reja yang tersenyum manis padanya.

"Ulah seuseurian kitu ih, urang masih normal!" Ujang bergidig, entah kenapa mendadak dirinya geli sendiri membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang ada di kepalanya.

"Lo temannya Riri, kan? Gue cari Riri."

Ucapan Reja sukses membuat Ujang mendesah lega. Cowok berambut acak-acakan yang kini sudah lengkap dengan setelan kaus futsal SMA Nusantara berwarna kuning terang yang bikin sakit mata itu malah mengusap dada. Ujang mengangguk, kemudian menunjuk ke arah gerbang sekolah.

"Udah pulang. Riri nggak latihan hari ini, biar sangar begitu, dia itu cewek. Dan sekarang dia lagi kedatangan tamu bulanan," jawab Ujang enteng.

Di sisi lain, Reja sudah memasang tampang terkejutnya. Bagaimana bisa Ujang mengucapkan kalimat tadi dengan wajah selengean begitu? Sambil cengar-cengir pula! Reja hanya tidak habis pikir saja, masa iya Iriya memberitahu Ujang sendiri?

"Daripada bengong, mending kamu gantiin Riri aja latihan futsal." Tanpa menunggu jawaban Reja, lengan Ujang sudah merangkul bahu Reja dan menggiringnya ke lapangan. Dan terpaksa, Reja malah ikutan main futsal di sekolah sampai malam. Mungkin tuhan memang hanya menakdirkan dirinya untuk bertemu sekali saja hari ini dengan Iriya.

***

Malam kian larut, tapi sayangnya malam ini Iriya tidak bisa tidur lebih awal. Sejak sore tadi, Anisa terus saja mengikutinya bahkan sampai menginap di rumahnya. Bukan tanpa alasan memang, sebab kedua orang tua Anisa harus pergi ke rumah kakak laki-lakinya di Bogor. Anisa adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakak pertamanya, sudah menikah dan sering kali menjadikan anaknya yang demam sebagai alasan agar kedua orang tuanya bisa menginap di rumahnya.

Dan sebab tidak mau di rumah sendirian, dengan seenaknya Anisa malah menginap di rumah Iriya plus pakai acara marathon film segala.

"Nis, bisa nggak sih lo jangan nonton film menggelikan begitu di rumah gue!" komentar Iriya.

"Jangan berisik! Gue nggak konsen."

Bukannya mendengarkan, Anisa malah asyik sendiri tenggelam dalam adegan romantis dalam film yang jujur saja, membuat Iriya mendadak mual.

"Bisa rusak laptop gue kalau dipake buat nonton adegan mesum begitu." Lagi-lagi Iriya berkomentar.

Anisa yang kesal mendengar komentar receh tidak membangun dari Iriya barusan buru-buru menoleh dengan tatapan kesal ke arah cewek kumal yang sekarang hanya memakai kaus tanpa lengan plus celana tiga perempat itu.

"Apa liat-liat?" tanya Iriya membalas tatapan Anisa dengan tampang datar yang seratus persen membuat Anisa ingin menaboknya.

"Tadi Rengga ngomong apa aja?"tanya anisa mengalihkan pembicaraan, sekaligus mengalihkan kekesalannya.

Iriya menghela napas pelan, kemudian malah nyengir tanpa dosa. "Mau tau banget?"

"Sumpah Ri, eta beungeud minta di tabok pisan!"

Iriya tertawa keras, membuat Anisa yang sudah setengah mati menahan kesal sukses mendaratkan kepalan tangannya di dahi Iriya. "Gue serius, Ri!"

Sambil mengusap dahinya yang terasa nyeri akibat kena jitak Anisa, Iriya menghembuskan napas pelan. "Cuma tanya, kenapa gue nolak Fahri."

"Yah, wajar sih. Gue udah duga kalau dia bakal nanya itu."

Iriya terlonjak kaget mendengar ucapan Anisa barusan. "Maksud lo? Kok lo bisa menduga begitu?"

"Rengga sahabatan sama Fahri. Satu sekolah juga tau kali, Ri," ucap Anisa yang gemas setengah mati dengan sikap cuek Iriya yang luar biasa itu. "Terus lo jawab apa?"

"Jangan tanya deh Nis, tadi itu adalah adegan paling menggelikan sepanjang hidup gue." jawab Iriya sambil pasang tampang putus asa.

"Lah, kenapa emang?"

"Berkat PMS sialan ini, gue Iriya, nangis di depan Reja kayak orang bego! Gue malu banget, Nisa!"

Anisa diam sejenak, kemudian tawanya pecah begitu saja. Iriya yang melihat Anisa tertawa sampai hampir terjungkal, buru-buru mengambil alih laptopnya dan mematikan benda keramat miliknya itu kalau tidak mau rusak karena tertimpa badan Anisa.

"Eh, jangan dimatiin dong!"

"Berisik, udah malem!" tekas Iriya sambil menaruh laptopnya di tempat aman.

"Duh, ngambek," ledek Anisa. Cewek kepang itu kemudian membenarkan posisi duduknya lalu menatap Iriya lurus, "Lo nggak bilang ke Rengga kalau lo anti jatuh cinta kan?"

"Nggak tau, gue lupa."

Iriya merebahkan tubuhnya di kasur, entah kenapa rasanya hari ini dia lelah sekali. Ditambah mendengar ocehan Anisa, membuatnya dua kali lipat lebih capek daripada lari keliling lapangan futsal. Sampai tiba-tiba suara cempreng Anisa kembali mengejutkannya.

"Duh! Lo tuh ya! Lagian kenapa sih, lo pake punya prinsip aneh begitu? Dari dulu gue nggak pernah tau kenapa lo segitu bencinya sama yang namanya cinta. Emang apa salahnya Ri? Mumpung masih muda!" ucap Anisa setengah teriak, dan setelahnya cewek ceriwis itu malah capek sendiri.

"Gue nggak benci Nis, Cuma nggak percaya aja," jawab Iriya pelan.

"Iya, kenapa nggak percaya?"

"Musryik."

Ucapan Iriya yang terakhir berhasil membuat emosi Anisa yang sejak tadi setengah mati ditahan, meluap begitu saja. Cewek kepang bermulut mercon itu mengamuk dan memukuli Iriya dengan bantal secara membabi buta. "GUE SERIUS, RIRI!"

"Oke-oke, ampun!" Iriya mengusap telinganya yang mendadak sakit mendengar teriakan Anisa barusan.

"Buat gue, cinta itu omong kosong. Kebohongan yang tragis," jawab Iriya lempeng. "Udah kan, gue ngantuk."

Anisa melongo mendengar analogi tidak biasa barusan. "Otak gue nggak bisa nyerna kata-kata lo, jadi tolong jelasin!"

Lagi-lagi Iriya mendengus pelan, kemudian berbalik menatap Anisa lurus.

"Gini ya Nis, Romeo dan juliet mati gara-gara cinta, Jack juga harus mati tenggelam demi Rose gara-gara cinta, Ken Arok sampai harus bunuh suaminya Ken Dedes demi cinta, yang pada akhirnya, cinta itu juga yang bunuh dia. Demi cinta yang mereka agung-agungkan itu, hidup mereka dipertaruhkan. Demi cinta yang lo bilang indah itu, mereka semua harus berakhir di pemakaman. Terus buat apa gue buang-buang masa muda gue Cuma buat cinta-cintaan?"

Anisa diam, cewek kepang itu melongo lagi. Rahangnya jatuh begitu mendengar penjelasan panjang dari mulut Iriya. Tidak habis pikir, bagaimana bisa Iriya berpikir sejauh itu. "Kesimpulan lo terlalu krusial, Ri."

Iriya mendelik, tatapannya kembali menelisik manik hitam Anisa. Cewek itu terlalu penasaran, dan kalau tidak dijelaskan sampai ke akarnya, Anisa tidak akan berhenti.

"Kalau mau jawaban simpelnya, Bapak gue bilang dia cinta sama Ibu. Tapi Bapak malah menyerah sama penyakitnya dan memilih pergi. Terus sekarang, Ibu bahkan udah punya pengganti Bapak, tragis, kan?"

Anisa menatap nanar pada sahabatnya yang kini malah membuang pandangan ke sembarang arah. Masalah cinta yang selama ini dihadapi Iriya memang tidak serumit kisah-kisah yang disebutkannya tadi, tapi tidak juga lebih sederhana. Iriya tersenyum tipis, dan tanpa disadari setetes air mata malah meluncur ke pipinya membuat Anisa reflek memeluknya.

"Ini efek PMS, Nis," ucap Iriya yang malah dapat kekehan dari Anisa.

Anisa mengerti sekarang, bagaimana gadis sederhana macam Iriya punya analogi yang tidak biasa tentang cinta. Satu hal yang dapat ia pelajari, bahwa salah satu dampak terbesar dari cinta adalah kehilangan. Dan dampak dari rasa kehilangan itu sendiri adalah, lahirnya rasa kecewa.

**************************************************

Catatan kaki:

Urang : saya
Maneh : kamu
Beungeud : tampang/muka (bahasa kasar)
Ulah : jangan
Seuseurian : senyum-senyum

____________________________________

Maafkan ya, kalau terlalu sedikit ^^

Aku masih fakir ilmu, jadi kalau ada yang mau berbaik hati... boleh kasih kritik dan sarannya yaw :)

Selamat membaca :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top