3. Kapitel

Di tengah pertarungan laser dan api, satu sosok besar mengendap-endap di balik bayangan pepohonan. Makhluk itu melompat ke depan dan menerkam punggung Jddan, membuat laser dari matanya berpencaran acak ke segala arah, lalu padam. Cakaran makhluk itu mengoyak punggung si pria, dan melemparnya hingga terhempas beberapa meter. Baju Jddan sobek, artefak di balik bajunya jatuh ke tanah dan langsung disambar pergi. Kejadiannya begitu cepat sehingga Yusveelis yang masih berada agak jauh terlambat bereaksi. Ketika tongkat sihirnya kembali menembakkan api, sosok sang makhluk terlihat. Pria besar dengan tubuh separuh macan. Sang koki di kedai yang didatangi Jexe dan Jddan beberapa hari yang lalu. Chef Dazai.

Dazai membentuk sebuah selubung perisai yang menghalangi serangan Yusveelis. Dalam kesempatan yang singkat, Dazai meletakkan artefak di tanah, lalu menancapkan kuku ke perutnya sendiri. Darah tersembur membasahi artefak. Artefak itu mendadak melayang dan mengeluarkan aura hitam, menembakkan satu garis tipis ke atas yang membelah langit. Selubung perisai Dazai menyatu dengan ledakan yang menghempaskan gelombang energi hingga memadamkan api-api yang dibuat Yusveelis.

Di dalam pijar selubung yang memisahkan dirinya dengan dunia luar, Dazai berseru pada entitas yang tengah menjalin telepati dengannya.

"Aku sudah melakukan perintahmu, kini penuhi janjimu, Tuan Azhi Dahaka!"

Sebuah tawa yang lebih mirip dengan geraman terdengar. Kerjamu bagus. Kini aku bisa menghancurkan Alterium semauku.

"Tapi, Tuan bilang—!"

Kau minta aku mengampunimu dan Fe yang kau cintai. Tapi lihat dirimu! Kau sekarat karena energimu diserap artefak yang membuka portal langsung ke duniaku. Perjanjian batal, Dazai.

Di langit, sebuah lubang raksasa perlahan membuka, memperlihatkan galaksi dan kegelapan dimensi lain di baliknya. Sebuah mata kuning yang maha besar mengintip dari celah tersebut.

Azhi Dahaka, dewa naga iblis berkepala tiga yang dulu meninggalkan Ghrunklesombe dalam kehancuran, kini hampir kembali. Jam-jam terakhir yang kritis bagi dunia Ghrunklesombe sudah di depan mata.

Kontak batin Dazai terputus. Sepertinya sang dewa sudah tidak berminat padanya. Portal di langit belum ada separuh terbuka. Dengan mengerahkan sisa tenaga, Dazai melenyapkan selubung perisai.

Tak jauh dari tempatnya berlutut di depan artefak, Yusveelis dan Morstan tengah berdiri bersisian, berdebat dengan Jexe tentang apa yang baru saja terjadi. Jddan masih terbaring di tanah, sadar tapi terlalu lemah untuk bergerak.

Sambil menahan sakit, Dazai menjangkau pikiran Yusvee dan Jexe. Jexe terkesiap merasakan ada benak lain menyentuh pikirannya, sedangkan Yusvee langsung tampak waspada.

Tutup portalnya sebelum Azhi Dahaka berpindah ke sini. Itu satu-satunya kesempatan kalian. Kita harus bekerja sama... Demi negeri ini.

Jexe bertukar pandang dengan Yusveelis. Gadis itu mengangguk. Keduanya tahu, tak ada waktu untuk ragu. Yusvee memberi instruksi singkat pada Morstan, sementara Jexe menjelaskan pada adiknya.

"Morstan, jaga kami sementara aku dan Jexe mengakses artefak. Kontak kami tidak boleh terputus. Sekalian jaga agar buronan yang satu ini tidak lari." Yusvee menunjuk Jddan. Jddan tersenyum meremehkan. Senyumnya langsung hilang ketika Jexe dengan cepat melepas gelang tembaga miliknya.

"Demi keselamatanmu," sahut Jexe pendek. Jddan memaki pelan.

Jexe dan Yusvee berlari menghampiri Dazai, sementara Morstan mengeluarkan semua senapannya dan berjaga. Tiang cahaya dari artefak masih bersinar, membuka lubang di langit. Yusvee mengangkat tongkatnya dan menggumamkan sederet mantra rumit. Jexe meletakkan kedua tangannya di sisi artefak pipih itu dan mengikuti. Sementara itu, sang koki masih berlutut, darah berceceran di sekelilingnya, energinya terus tersedot sebagai konversi darah ke energi untuk membuka portal.

Di langit, celah semakin terkuak. Azhi Dahaka tampaknya menyadari apa yang akan dilakukan oleh keempat musuhnya. Raungan kemarahan menggelegar membelah langit. Sebuah cakar hitam meraih sisi-sisi portal yang belum terbuka sempurna, mencoba memperlebar. Upaya sang dewa menembus ruang dan waktu membuat langit seakan terbakar oleh petir.

"Terus berusaha!" teriak Jexe pada Yusvee.

Yusvee semakin memusatkan konsentrasi. Di langit, lubang membuka semakin lebar. Dazai muntah darah, lalu roboh ke tanah. Tiga kepala ular raksasa mulai melewati portal. Tepat ketika satu kaki Azhi Dahaka menembus langit, portal menutup diiringi satu lecutan keras, memerangkap sebagian tubuh sang dewa di antara dua dimensi. Efeknya, tubuh Azhi Dahaka terjepit, lalu terputus. Sebagian tubuhnya meledak bersama portal, mengirimkan energi yang luar biasa masif ke seluruh penjuru Alterium.

Ketika tanah mulai diguncang gempa, Jexe memutus akses ke artefak, dan setelah semua cahaya menghilang, menyelipkan kembali artefak itu ke balik bajunya. Jexe berlari ke arah Jddan yang tertatih menghampiri kakaknya. Begitu lengan Jexe menyentuh bahu Jddan, keduanya menghilang dalam sekejap mata. Kabur ke semesta lain, entah yang mana.

Yusveelis kelelahan setelah memakai sihir yang demikian besar. Partnernya, Morstan, mati-matian berusaha menguatkan gadis itu.

"Aku tak sanggup. Larilah, Morstan."

"Bodoh, mana mungkin aku meninggalkanmu! Kerahkan tenaga terakhirmu! Kita takkan berakhir di sini!"

Terengah, Yusveelis memusatkan energinya sekali lagi, dan ia serta Morstan berteleportasi sejauh mungkin dari sana.

Gempa semakin hebat. Benua Alterium dan Laut Terra bergetar. Tidak hanya portal yang baru mereka tutup, tujuh anak portal lainnya turut berguncang dan menyebabkan ketidakstabilan di Ghrunklesombe. Ledakan demi ledakan di langit susul-menyusul. Ketika semua gempa mereda dan pagi tiba, seperempat benua Alterium telah terendam lautan.

Kehancuran yang demikian besar tersebut akhirnya menyebabkan kekuatan tertinggi harus turun tangan. Pagi itu, terjadi gerhana matahari total. Di tengah kegelapan, dari korona matahari turunlah sulur-sulur cahaya yang merupakan perpanjangan tangan dari Sirenius, Dewi Bulan. Sulur-sulur cahaya itu menyentuh tanah dan setiap portal, menancapkan akar-akar arkana yang mengembalikan keseimbangan. Serpihan tubuh Azhi Dahaka yang mengotori langit pun pudar. Pelan tapi pasti, alam mulai memulihkan diri.

Entah berapa lama waktu telah berlalu. Suatu pagi, Chef Dazai terbangun bermandikan cahaya hutan, selamat tanpa luka sedikit pun. Sirenius telah memberinya kesempatan untuk hidup kembali. Dengan penuh sukacita, Dazai menangkupkan tangan penuh syukur, lalu melangkah pergi. Kembali pada kehidupannya semula, kali ini tanpa campur tangan Azhi Dahaka.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top