Bab 1

Sarah terbangun di ruangan serba putih. Tak ada jendela, tak ada pintu. Warna putih terang dengan cahaya yang tak diketahui darimana sumbernya. Gadis kecil ini menoleh kiri dan kanan kebingungan. Dia tak ingat pernah masuk ke tempat ini.

"Kau sudah bangun?" terdengar suara yang sangat dekat. Sarah terkejut saat melihat ada seorang laki-laki dengan pakaian serba hitam dan rambut seperti ranting pohon berdiri di belakangnya. Meskipun Sarah bisa melihat senyuman lelaki itu, tetapi wajahnya tak bisa dia deskripsikan.

"Kau siapa?" tanya Sarah. 

"Namaku Krad," jawab Krad.

"Aku ada dimana?" tanya Sarah.

"Kau sudah mati. Aku baru saja diutus untuk mencabut nyawamu, Sarah Kamilia," jawab Krad, "kau punya waktu tujuh hari melakukan apapun yang kau inginkan sebelum aku mengantarkanmu ke langit."

"Aku sudah mati?"

Krad tersenyum. "Iya."

"Aku tak merasa sakit. Kata mereka kematian itu menyakitkan," ucap Sarah.

"Sebagian merasakan sakit, tetapi kau spesial."

Sarah tak mengerti. Dia melihat kedua tangannya masih utuh, kedua kakinya juga utuh, bahkan bajunya juga masih seperti baju yang dia pakai terakhir kali. Tiba-tiba ia ketakutan saat mengingat sesuatu.

"Aku ingat bagaimana aku mati," ucap Sarah, "napasku sesak, tenggorokanku tercekat. Aku tak bisa bernapas. Dia menyakitiku. Monster itu menyakitiku. Kenapa dia melakukan ini kepadaku?"

"Kau tak perlu khawatir. Setiap yang hidup pasti akan mati. Dia akan dapatkan ganjarannya cepat atau lambat. Sekarang apa kau merasakan sakit?" tanya Krad.

Sarah menggeleng. "Tidak sama sekali."

"Bagus, kau pikirkan saja pikiran-pikiran bahagia. Kau masih kecil saat meninggal, artinya kau belum punya dosa. Ikut aku!" ajak Krad sambil mengulurkan tangannya.

Sarah memperhatikan tangan Krad. Tangannya aneh. Jemari Krad sangat kurus dan panjang, tetapi lembut saat Sarah menggenggam tangannya. Ruangan putih tempat mereka berada tiba-tiba saja menghilang berganti dengan suatu tempat yang sangat dikenali oleh Sarah, yaitu taman bermain tempat ia dan kedua orang tuanya sering menghabiskan waktu. Gadis kecil itu terbelalak menyaksikannya. Langsung saja ia melepaskan genggaman tangan Krad, lalu berlari menuju ke salah satu prosotan.

Sarah sangat bahagia. Kaki kecilnya menaiki tangga prosotan, kemudian setelah sampai di puncak ia meluncur ke bawah. Setelah prosotan, ia menuju ke permainan ayunan.

"Tuan Krad, katanya aku punya waktu tujuh hari bukan?" tanya Sarah.

"Iya, kau punya waktu tujuh hari," jawab Krad.

"Boleh aku bermain sepuas-puasnya? Aku jarang sekali bermain karena terlalu sibuk dengan urusan sekolah," ujar Sarah sambil cemberut.

"Kau boleh bermain sepuasnya," kata Krad. Lelaki ini berjalan menghampiri Sarah, kemudian mendorong ayunan.

Sarah tertawa riang, "Yang kencang! Yang kencang!"

Krad mendorongnya lebih kencang dari sebelumnya. Sarah tertawa riang. Seluruh beban hidupnya hilang. Dia senang sekali bermain atau barangkali ia senang, karena dia sekarang sudah mati. Sarah kecil melihat penjual permen kapas dari kejauhan.

"Tuan Krad, aku ingin sekali permen kapas. Apa aku boleh makan permen kapas?" tanya Sarah.

"Kau sudah mati, Sarah. Kau tak bisa makan permen kapas. Setidaknya tidak di sini," jawab Krad.

Tampak kesedihan di wajah Sarah. Dia memberi aba-aba agar Krad menghentikan dorongan ayunannya. Gadis kecil itu kemudian berlari-lari kecil menuju ke penjual permen kapas. Matanya menatap jenaka ke mesin pembuat gula-gula kapas. Sejak dulu rasa takjubnya tak pernah bisa dilukiskan dengan kata-kata terhadap mesin tersebut. Bagaimana bisa gula-gula kecil tersebut menjadi kapas?

"Tuan Krad! Tuan Krad! Lihat, aku makan permen kapas," ucap Sarah. Mulutnya berusaha mengunyah permen kapas yang sudah dibungkus oleh si penjual. Tentu saja si penjual tak bisa melihat Sarah, karena gadis kecil tersebut berupa ruh.

Krad tak berkata apa-apa, hanya menunjukkan senyuman ramah. Perlahan-lahan Krad berjalan mendekati Sarah. Gadis kecil itu tak sadar kalau sekarang tubuhnya bisa melayang sambil memasukkan kepalanya ke dalam plastik permen kapas. Dia juga tak sadar kalau dirinya bisa menembus apapun.

Sarah menatap ke penjual permen kapas tersebut. Wajah bapak penjual permen kapas terlihat murung. Sarah merasa kasihan kepadanya.

"Tuan Krad! Tuan Krad! Bapak penjualnya murung, apa kau bisa membuatnya bahagia?" tanya Sarah.

"Itu bukan tugasku, Sarah. Aku hanya bertugas untuk kematian," jawab Krad.

"Ah, sayang sekali," ucap Sarah dengan wajah murung, "padahal aku ingin melihat bapak ini bahagia."

"Dia sudah sejak pagi di taman ini, tapi tidak ada satupun yang membeli barang dagangannya. Wajar saja dia murung. Namun, kau jangan khawatir. Setiap rezeki sudah ada yang mengatur. Mungkin sekarang ia tidak mendapatkan pelanggan, nanti atau besok juga ia akan mendapatkannya," terang Krad.

Sarah tersenyum. "Sungguh?"

Krad mengangguk, "Sungguh. Semut yang ada di kegelapan bumi saja mendapatkan makanannya, kenapa manusia yang ada di atas bumi tidak mendapatkan rezekinya?"

Sarah melompat kegirangan. Dia kemudian melayang-layang mengitari bapak-bapak penjual permen kapas sambil kedua tangannya berada di antara mulutnya. "Bapak penjual permen, semangat ya. Jangan menyerah! Jangan murung!"

Sarah turun, setelah itu menarik tangan Krad. "Aku boleh bermain ke tempat lain?"

"Kau mau bermain apa?" tanya Krad.

"Aku ingin menaiki roller coaster," jawab Sarah.

Krad menjentikkan jarinya. Dalam sekejap, tiba-tiba saja mereka sudah berada di taman bermain yang lebih luas lagi. Di taman bermain tersebut ada banyak wahana. Ada biang lala, komidi putar dan tentu saja roller coaster. Pengunjungnya juga sangat banyak dan tentu saja mereka tak bisa melihat keberadaan Sarah.

"Terima kasih, Tuan Krad!" seru Sarah dengan gembira.

Setelah itu Sarah mencoba semua wahana di taman bermain tersebut satu per satu. Tentu saja Krad terus mengawasinya. Sarah benar-benar merasa senang sekali, tak ada yang ia inginkan selain bermain. Di dalam catatan Krad, Sarah termasuk anak gadis yang malang. Dia tidak punya teman dekat. Selalu menjadi korban perundungan di sekolah. Kedua orang tuanya membuka warung untuk memenuhi kebutuhan. Setelah pulang sekolah hampir tak ada waktu bagi Sarah selain ikut membantu kedua orang tuanya berjualan. Tak ada waktu untuk bermain, kecuali hari-hari tertentu. Makanya, berada di taman bermain bagi Sarah seperti berada di surga.

* * *

Sarah merasa bosan bermain sendirian. Dia sudah mencoba banyak wahana, dari mulai kereta gantung, komidi putar, bianglala, roller coaster, juga tornado swing. Ada yang kurang. Krad seperti mengetahui isi hati gadis kecil itu.

"Kau ingin bertemu dengan keluargamu?" tanya Krad.

Sarah menggeleng, lalu berkata, "Aku tidak mau. Aku takut melihat mereka sedih. Mengetahui aku yang sudah tiada, pasti mereka sedih."

"Kematian itu hanyalah awal, garis akhirnya masih panjang. Setelah kematian setiap yang hidup akan menunggu untuk dibangkitkan lagi. Kemudian mereka harus mempertanggung jawabkan setiap perbuatan mereka di dunia. Yang baik akan mendapatkan balasan yang baik, yang buruk akan mendapatkan balasan yang buruk," ucap Krad.

Mata Sarah berkaca-kaca. Dia berkata, "Kalau begitu, aku juga akan dapat balasan yang buruk? Aku pernah membentak ibu, karena aku tidak mau disuruh."

Krad tersenyum kepadanya. Tangannya membelai kepala gadis kecil itu. "Kau menyesal?"

Sarah pun mengangguk sambil menangis. "Aku ingin bertemu dengan ibuku. Aku ingin bertemu mereka. Huaaa..."

Krad mengangguk. "Kau tidak bisa bertemu mereka, kau sudah mati. Namun, kau bisa melihat mereka untuk terakhir kali."

Sarah masih menangis. Krad dengan sabar menunggunya tenang terlebih dahulu sebelum mengajaknya untuk pergi lagi. Gadis kecil tersebut segera menggamit jemari tangan Krad. Tidak butuh waktu lama, sama seperti sebelumnya. Dalam sekejap keduanya sudah berada di tempat lain.

Ada banyak orang duduk dengan kursi-kursi ditata sedemikian rupa. Tampak bendera kuning dan bendera berwarna putih dengan lambang palang hitam bertengger di salah satu sudut jalan. Orang-orang tak bisa melihat keberadaan Sarah dan Krad saat keduanya berdiri di depan rumah. Mereka menembusnya begitu saja seperti air.

Seorang ibu-ibu tampak menangis di depan sosok tubuh kecil tak bergerak diselimuti oleh kain kafan. Sarah langsung bisa mengenali kalau yang menangis itu ibunya. Sedih sudah pasti. Bukan salahnya kalau ia sudah harus pergi, sebab memang sudah waktunya demikian. Sarah menyesal, karena akan berpisah dengan orang tuanya begitu saja. Tangan kecilnya berusaha membasuh air mata ibunya, tetapi tidak bisa.

"Ibu jangan menangis! Ibu...," ucap Sarah, "Tuan Krad, bagaimana aku bisa bicara dengan ibu?"

Krad berkata, "Kau tidak bisa. Duniamu dengan dunia ibumu sudah berbeda. Kau sekarang hanyalah ruh. Ucapkan selamat tinggal kepada mereka!"

"Apa aku bisa bertemu dengan mereka lagi?"

"Pasti. Hari ini kau akan didoakan oleh orang-orang ini. Bahkan, mungkin lebih banyak lagi," kata Krad.

"Kenapa? Bagaimana bisa?"

"Sebab, kau anak yang baik. Orang-orang peduli kepadamu, kau disayangi oleh semua orang," kata Krad mengulurkan tangannya. Sarah langsung menggamit jemari tangan Krad yang panjang.

Di sudut ruangan lain Sarah melihat seorang laki-laki bermata sembab. Dia langsung mengenali ayahnya. Orang yang sangat menyayanginya. Selalu memberikan hadiah-hadiah yang disukai juga teman yang baik saat bermain bersama. Keriput halus di garis wajahnya tak bisa disembunyikan. Memberikan pesan kalau kesedihan yang dialaminya sangat mendalam.

Sarah memberi isyarat ke Krad. Ia ingin berbicara kepada Krad. Krad mencondongkan badannya ke Sarah.

"Aku ingin bisa selalu bersama mereka. Apa itu mungkin?" tanya Sarah.

Krad menggeleng. "Kau tidak bisa."

Raut wajah Sarah berubah sedih.

"Tapi, kau bisa mengutus yang lain untuk menjaganya," ucap Krad.

Wajah Sarah berubah menjadi bahagia. "Bagaimana?"

Krad menunjuk ke seekor kucing yang sedari tadi ada di pinggir jalan mengamati rumah mereka. Sarah melompat berlari ke arah kucing tersebut, seolah-olah ia mengenali kucing itu.

"Si Manis!" seru Sarah. "Si Manis, apa dia bisa melihatku?"

Kucing itu mengeong. Tatapan matanya seolah-olah mengetahui kalau Sarah ada di hadapannya. Sarah mengelus-elus kucing tersebut, kemudian binatang itu meresponnya. Si Manis sering diberi makan oleh Sarah setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah. Kucing jalanan ini sudah dianggapnya seperti peliharaannya, bahkan mereka kadang bermain bersama saat ayah dan ibunya sibuk.

"Manis, kau bisa menjaga ayah dan ibu? Bisa?" tanya Sarah seolah-olah hewan itu bisa mendengarnya.

Kucing itu mengeong lagi, kemudian berjalan meninggalkan Sarah menembus badannya. Sarah mengamati kucing itu melewati orang-orang yang sedang melayat. Kaki kecilnya kemudian berhenti tepat di samping kaki ayah Sarah. Lelaki tersebut mengamati hewan kecil yang kini mengusap-usapkan kepalanya ke kaki sang Ayah.

"Kau kucing yang sering diberi makan Sarah. Maaf, ya. Hari ini Sarah tak memberimu makan," ucap ayah Sarah.

Seolah mengerti, hewan itu melompat ke pangkuan ayah Sarah. Lelaki itu kemudian mengelus-elus kucing tersebut, seolah-olah paham kalau kucing itu dikirim oleh Sarah untuk menemani mereka.

"Jaga mereka ya, Manis," ucap Sarah. Sarah menggamit tangan Krad sekali lagi. "Aku sebaiknya pergi saja."

"Kau yakin? Kau masih punya waktu beberapa hari lagi," ucap Krad.

"Tak apa-apa, melihat mereka saja itu sudah cukup buatku. Terlalu lama di sini akan membuatku sedih," kata Sarah sambil tersenyum.

"Baiklah, kalau itu keinginanmu," kata Krad.

Krad menggandeng tangan Sarah. Setelah itu keduanya berpindah lagi ke tempat yang lain. Kini di depan mereka ada tangga yang sangat tinggi menjulang. Tangga tersebut bercahaya seperti kilatan petir. Di ujungnya hanya terlihat lorong cahaya. Krad akhirnya mengantarkan Sarah ke langit, meninggalkan dunia yang sempat dirasakan untuk selama-lamanya.

* * *

Dunia penuh dengan kesibukan, sebagaimana pula di dimensi lain juga punya kesibukan. Manusia selalu takut dengan makhluk seperti Krad. Di belahan dunia lain dia disebut Dewa Kematian. Ada yang menyebutnya Malaikat Maut, sedangkan sejatinya Krad adalah kematian itu sendiri. Tidak pernah ada yang lolos, sekalipun mereka bersembunyi di kegelapan bumi yang paling dalam.

Setiap saat Krad sibuk. Kadang pula dia harus mencabut ratusan nyawa dalam sekali waktu. Kadang pula satu per satu. Krad bisa berubah menjadi apapun yang dia mau. Dari burung gagak, ataupun menjadi kucing hitam. Terkadang pula dia menjadi manusia, hanya untuk sekedar berbaur di antara mereka. Tugasnya kali harus mencabut nyawa seseorang yang sudah dia awasi sejak lama.

Krad tahu semua tentangnya. Seluruh data tentang orang ini terekam begitu saja di pikirannya, seperti komputer yang baru saja melakukan transfer data. Kematian orang ini sangat tragis, dia hanya mengikuti catatan yang sudah ditulis. Waktu dan tempat kejadian sudah ditetapkan. Krad hanya menunggu di tempat itu.

Orang yang dimaksud pun datang. Seorang lelaki berusia 25 tahun. Dari tampangnya yang terawat dan maskulin, sepertinya lelaki ini orang baik-baik. Setiap orang yang melihatnya akan berpikir demikian. Krad menghampirinya.

Lelaki ini berjalan di trotoar tanpa menaruh kewaspadaan. Tiba-tiba dari arah yang tidak terduga ada truk lepas kendali. Lelaki ini tak siap saat truk besar tersebut menghantamnya begitu saja. Tubuhnya terseret beberapa meter. Truk tersebut berhenti setelah menghantam tiang listrik. Tubuh lelaki tersebut remuk dari perut hingga kaki. Tubuhnya juga bermandikan darah.

Krad mengeluarkan tongkat dengan ujung sabit raksasa. Dia menarik ruh lelaki itu dengan sangat kasar. Ruh lelaki itu dihempaskan di ruangan serba putih, seperti tempat di mana dulu Sarah berada. Krad tidak berwujud lelaki ramah seperti yang dilihat Sarah. Kini ia berwujud mengerikan, hitam gelap, dengan mata merah menyala garang. Dia menampakkan kemarahannya kepada lelaki yang telah membunuh Sarah.

* * *

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top