-- 15 --
13 ♡ Bibir Ndomble
🪴___________________________
the gossip is a delayed fact
.
.
#karospublisherwritingchallenge #flowersseries
___________________________🪴
MENJADI terkenal karena berita akun gosip yang belum tentu kebenarannya sesunghuhnya bukan hal yang meresahkan. Namun, akan menjadi perhatian khusus ketika berita hoax itu berimbas pada tanggung jawab yang menjadikan iklim kerja tidak sehat pada suatu perusahaan.
Sayangnya, hampir semua telinga lebih peka pada gosip daripada kenyataan yang ada. Tapi bukankah semua yang beredar adalah faktanya?
Memiliki mobil sport, tampil stylish, dan sangat berbeda dengan keseharian di kantor. Olan seperti bunglon yang bisa berubah secepat kilat. Bergulir seperti air yang menyesuaikan wadahnya bermuara.
Pagi ini seluruh devisi dihebohkan dengan foto Olan dan seorang wanita berjilbab yang tidak tampak wajahnya masuk ke sebuah mobil sport keluaran terbaru berwarna biru. Akun gosip perusahaan yang mengunggah foto itu menjadi bulan-bulanan followernya.
"Pegawai baru, staf produksi, gaji sedikit di atas UMK punya mobil seharga 3 M, itu kira-kira belinya pakai apa?" Kantin menjadi ruang utama bergosip para karyawan pagi ini.
"Pakai duit dodol! Iya kali pakai daun."
"Nggak masuk di akal kali. Atau sebenarnya Olan itu anak konglo yang sedang menyamar?"
"Ssttt, tuh orangnya jalan ke sini."
Hening, dan seperti biasanya. Olan bahkan tidak mengerti jika pagi ini beritanya bersama si jagu menjadi headline news gosip di kantor. Kalau pun toh memang benar, sungguh berita ini tidak penting bagi Olan.
"Wuih, hebat banget ini anak. Kemarin keluar sama siapa lu?" Adi tiba-tiba mendekat dan berteriak di dekat Olan.
"Apaan sih Di?"
"Nah itu di bibir ndomble, berita lu bawa jagu bikin heboh satu perusahaan."
"Uhuukk," Olan tersedak.
"Pantes lu nggak ngelirik ke Nova, ternyata punya cewek tajir melintir. Punya pelet apaan lu?"
"Tunggu-tunggu." Olan menatap Adi dengan serius. "Maksudmu apa tentang aku yang jadi headline news?"
Tanpa bicara Adi menunjukkan gawai kepada Olan. Mata Olan membulat saat melihat foto dirinya dengan caption menggiring opini.
Bibir_Ndomble Jomblo harap minggir!!
Orang ganteng mau lewat bareng calon istri.
Staf produksi, baru dua minggu bekerja.
Keren dengan sport car 3 ember.
Kalian perlu berapa tahun punya beginian?
Olan tersenyum, membaca dua kalimat pertama. Hatinya mengaminkan. Namun, ketika dia membaca kalimat berikutnya, dia teringat sesuatu. Si Jagu itu memang miliknya tapi tidak untuk diketahui semua pegawai seperti ini.
"Cewek lu, anak orang tajir ya Lan. Nggak mungkin banget kalau lu punya mobil keren seperti itu. Mana mungkin, lu gajian aja belum udah gegayaan. Sewa juga nggak mungkin, buat apa sewa ratusan juta cuma buat nampang doang. Sarapan aja tiap hari cuma sama mi goreng dan telor dadar." Adi tergelak dalam tawa renyahnya. Olan akhirnya ikut bergabung juga menertawakan dirinya sendiri.
Tidak masuk dalam logika pegawai. Pegawai dua minggu melakukan korupsi, jelas itu suatu ketidakmungkinan. Mafhum dengan apa yang terjadi, Olan memilih tak bereaksi saat hampir seluruh mata menuju kepadanya. Namun saat ada suara yang akhirnya menyebut wanita dan big bos perusahaan, otomatis telinga, mata dan otak Olan berpikir untuk mencoba merangkainya.
"Arum dan papa?" Gumam Olan lirih. Rasanya tidak mungkin, sejauh mata Olan mengamati interaksi keduanya masih sangat wajar. Arum pernah datang ke perusahaan menemui papanya karena mungkin alasan Fio. Lalu apa lagi yang dirisaukan?
"Cewek berjilbab ini keknya pernah lihat wara wiri di perusahaan nemui big bos, jangan-jangan nih orang sugar baby si bos terus hasilnya dipake kencan sama si pegawai baru."
"Eh busyet, jari lu gercep banget searchingnya."
"Si bos kan tertutup banget soal keluarganya. Nggak sangka ya ternyata punya simpanan sugar baby."
"Lu mau jadi sugar baby si bos?"
"Kalau modelan Mr. G, hmmm, nggak kukut."
"Pakai jilbab dulu, biar Mr. G lirik lu!"
Semua terbahak dan itu terekam jelas dalam ingatan Olan. Dengan santainya para pegawai bergosip saat makan siang. Dan tak tanggung-tanggung, bahan gosip mereka adalah big bos, putra mahkota dan terapis Fio yang sedang ketiban pulung.
Sehari, dua hari, tiga hari, Olan masih betah dengan mode diamnya. Namun, apa yang dilakukannya itu tidak membuat gosip mereda justru semakin membuat ruang geraknya terbatasi. Berita semakin melebar, simpang siur tidak karu-karuan.
"Pa, papa dengar nggak sih gosip papa di kantor?"
"Penting?" tanya Gulzar sambil menikmati berita dari sebuah portal berita elektronik yang masuk ke gawainya.
"Menurut papa?"
"Lah bagaimana bisa menurut papa, beritanya saja papa tidak tahu."
"Papa digosipkan punya sugar baby." Olan mulai bercerita. Tetapi sepertinya Gulzar tidak tertarik. Hal itu sudah sering menyapa telinganya. Saat dia tidak menanggapi berita itu akan reda dengan sendirinya.
"Masalahnya Pa, si jagu juga kena sasaran. Pas Olan keluar bareng Arum waktu belanja kemarin, ada yang melihat kami."
"Terus masalahnya dengan papa apa?"
"Sugar baby peliharaan Papa, kencan sama Olan pakai si jagu."
"Maksud kamu sugar baby papa siapa?"
"Arumdalu, siapa lagi. Arum kan pernah ke kantor dulu waktu papa ngomong masalah Fio."
Gulzar meletakkan gawainya. Meninggalkan bacaan yang sedari setengah jam lalu menjadi menu sarapannya di akhir pekan ini. Menimbang sesuatu dengan jarinya yang mengetuk meja kayu secara bergantian.
"Pa," Olan memanggil Gulzar yang masih tampak berpikir. "Papa yakin nggak ada niatan untuk menikah lagi?"
Gulzar menatap putranya, mungkin ini saatnya dia mengungkapkan perasaan. Meminta persetujuan sang putra.
"Ekhm," Gulzar berdehem.
"Fio butuh figur ibu juga kan Pa. Sejak tante Güzel meninggal, atau bahkan dari awal Fio belum pernah merasakan sentuhan seorang Ibu." Olan menatap manik mata papanya. Ada harap yang selama ini bisa diwujudkan sang papa segera. "Seusia Olan, dan papa laki-laki normal. Olan dan mungkin Fio jika kelak dia besar pasti akan setuju dengan abangnya. Papa juga butuh bahagia untuk diri papa sendiri."
Gulzar terketuk, anaknya memang telah dewasa untuk bisa mengerti. Kebutuhan yang Olan maksudkan memang tidak jauh berbeda dengan pemikirannya. Laki-laki dewasa membutuhkan pendamping hidup. Tapi bagi Gulzar ini bukan hanya tentang kebutuhan biologis yang telah sekian lama tidak tersalurkan. Teman untuk membagi segala hal menuju hari tuanya menjadi hal pokok untuk keputusannya menikah.
Akankah kerelaan hatinya membawa kakinya maju untuk melangkah? Membayangkan age gap antara dirinya dengan wanita yang kini sedang mengetuk hati ibarat dirinya dengan sang putra mahkota. Usia Arum bahkan satu tahun di bawah Olan. Bukankah ini nanti akan membuktikan tentang rumor adanya seorang sugar baby untuknya? Om-om menikahi daun muda. Setidaknya itu lebih rasional dibandingkan dengan nini-nini yang menikah dengan perjaka seusia cucunya.
"Siapa pun Pa, asal wanita itu baik untuk papa. Olan pasti akan memberikan restu."
"Ini bukan berarti karena kamu ngebet ingin segera menikahi calon kakaknya Fio kan?" tanya Gulzar yang mendapat senyuman masam dari wajah Olan.
Gulzar tertawa, berdiri dari tempat duduknya dan menepuk bahu Olan. "Papa akan pikirkan. Sepertinya saran kamu tidak jelek-jelek amat. Papa memang butuh seorang pendamping."
"Yes." Olan mengepalkan tangannya dengan gembira.
Gulzar meninggalkan sang putra sendiri di ruang makan. Ada hal yang ingin dipastikan terlebih dulu sebelum dia sampaikan semuanya kepada Olan. Dan semua itu tentang wanita bernama Arumdalu.
🪴🪴
Bertemu dengan ibu panti tempat Arum tinggal dan juga tempat menitipkan sementara Fio, putrinya, di sebuah restoran bukanlah faktor ketidaksengajaan. Gulzar sendiri yang membuat janji temu dan bu Nuriyah menyanggupi untuk menerima undangan makan siang di sela aktivitas kerja Gulzar Kairav yang padat merayap.
"Sepertinya ada hal penting yang ingin Bapak sampaikan kepada saya. Hingga meminta pertemuan privat ini tanpa diketahui oleh Arum dan Fio." Kalimat pertama yang menjadi pembuka di pertemuan keduanya. Sepertinya bu Nuriyah sudah tidak lagi bisa menyembunyikan perasaan ingin tahunya lebih lama lagi.
"Benar, tapi sebaiknya kita makan dulu. Ibu ingin memesan apa?" Dengan cepat bu Nur meminta pelayan untuk menyediakan satu makanan berat dan minuman besertanya.
"Maaf Bu, jika saya mendadak untuk berbicara ini kepada Bu Nur." Gulzar akhirnya memilih untuk mulai berbicara.
Sebagai seseorang yang dipandang cukup matang secara usia namun tetap saja ada perasaan deg-degan yang tiba-tiba datang menghampirinya.
"Ini tentang Arumdalu." Helaan napas yang tercipta menjadi penjeda yang pas. "Saya menyukai dia."
Bagi seorang ibu, tidak perlu penjelasan lebih. Kata suka yang baru saja terucap dari bibir Gulzar Kairav ini adalah perasaan seorang laki-laki dewasa kepada wanita.
"Benar, tanpa sadar, saya mulai menyukai Arum bahkan bisa dikatakan perasaan itu berubah menjadi cinta. Mungkin keberadaan Fio yang menjadi penerang bagi saya menemukan cinta milik Arum."
"Maaf Pak Gulzar," bu Nuriyah memotong kalimat Gulzar. Meski tidak ingin menampakkan rasa keterkejutan itu dengan jelas tapi tetap saja semua nampak di depan mata Gulzar. "Bagi saya Arum itu sudah menjadi anak. Jadi tidak salah kalau saya mempertanyakan kesungguhan atas berita yang baru saya dengar. Saya pikir ini untuk nak Olan ternyata__"
Gulzar tersenyum mendengar pernyataan bu Nuriyah. Lalu bibirnya bergetar untuk kembali bersuara. "Olan telah memiliki pilihan sendiri Bu Nur. Dia mengatakannya kepada saya. Itu sebabnya saya memberanikan diri setelah Olan meminta saya untuk menikah."
Bu Nuriyah tampak diam, tidak ingin menanggapi apa yang ingin disampaikan Gulzar. Lebih tepatnya dia memberikan ruang sepenuhnya kepada Gulzar untuk berbicara.
"Rasanya di usia saya ini bukan hal lazim jika harus seperti anak muda yang harus melewati banyak fase untuk memilih pendamping hidup. Saya memutuskan dengan cepat bukan berarti asal dalam memilih wanita. Rasanya dua puluh empat tahun cukup bagi saya mengembarakan hati. Tidak pernah ada ingin untuk membina hubungan dengan wanita, tapi kali ini hati saya justru bicara bertolak belakang. Seluruh diri saya menginginkan Arum untuk bisa saya miliki."
Meski dengan susah payah akhirnya Gulzar berhasil untuk menyelesaikan kalimat panjangnya. Memandang sekilas bu Nuriyah yang masih terdiam.
"Bu Nur adalah orang yang paling berhak atas Arumdalu saat ini. Tidak ingin dikatakan lancang saya bermaksud untuk meminta izin. Apakah Arum telah memiliki calon atau setidaknya dia memiliki seorang kekasih?" tanya Gulzar sangat hati-hati.
Kini bola panas mengarah pada bu Nuriyah. Sungguh, dalam hati dia masih belum menyangka jika laki-laki yang sering mendatangi putrinya karena anaknya menjadi anak asuh terapi putrinya justru terjerat hati. Ini merupakan definisi ketika melakukan sesuatu menggunakan hati maka akan tersampai dengan baik ke hati orang lain.
Cinta tidak memandang usia, sepenuhnya bu Nuriyah paham akan hal itu. Dia juga tidak memiliki hak untuk mengatur hati milik putrinya. Jodoh, hidup dan mati seseorang telah tertulis dan itu hal mutlak yang harus diterima.
"Setahu saya, Arum memang tidak pernah pacaran. Namun, mengenai calon saya belum tahu karena sejauh ini dia juga belum menyampaikan kepada saya, Pak. Atau sebaiknya Pak Gulzar menyampaikan sendiri kepada Arum," jawab bu Nuriyah akhirnya.
"Itu artinya Ibu memberikan izin untuk saya melangkah maju? Terlepas nanti Arum menerima atau menolak saya."
"Jodoh itu rahasia Allah, Pak. Saya tidak bisa membatasi, mengatur terlebih memutuskan. Silakan, saya percaya Arum putri saya tidak pernah mengecewakan. Penerimaan itu tentunya akan membawa kebahagiaan andai pun justru penolakan yang terjadi, Arum pasti memiliki alasan khusus dan dia juga telah memikirkannya dengan baik."
"Terima kasih, Bu Nur."
Akhirnya Gulzar bisa berjalan tanpa ada hal yang perlu dirisaukan lagi. Sama seperti yang diucapkan bu Nuriyah, penolakan itu adalah sebuah konsekuensi. Kini dia hanya perlu menyiapkan hati untuk itu.
Gulzar kembali ke rumah setelah semua pekerjaan hari ini dirampungkan. Jam dinding rumahnya masih menunjukkan angka tujuh lewat lima menit. Masih bisa salat isya berjamaah di masjid dekat rumahnya.
"Ampuni semua dosa-dosa yang pernah hamba lakukan di masa lampau ya Rabb. Bimbing hati ini untuk selalu berada di jalan-Mu. Ridhoi langkah hamba ini, melangkah untuk beribadah. Menggenapkan separuh iman dengan menikahi wanita yang telah menarik hati hamba untuk bisa dimiliki segera." Gulzar menutup semua doanya dengan kata amin. Yakin bahwa Allah akan mengabulkan semua doanya.
Sampai di rumah Gulzar mendapati yang putra lebih dulu sampai dari masjid. Masih dengan pakaian yang sama akhirnya Gulzar memilih untuk bicara dengan Olan.
"Pekerjaanmu bagaimana? Jangan karena sekarang kamu menjadi artis lalu abai dengan tanggung jawabmu, Olan."
"Papa bisa tanyakan ke supervisor Olan, bagaimana kinerja Olan selama bekerja di perusahaan kita."
"Good, papa tidak ingin kamu kerja selengean meski nantinya kamu sebagai penerus papa."
"Olan tahu itu Pa, pekerjaan di kantor semua aman. Yang tidak aman itu ya tentang gosip Olan ini, ada saja yang mereka bahas. Memangnya mereka tidak bosan? Kalau bukan Olan yang mereka bahas, pasti bahasan mengalih ke Papa." Gulzar tertawa lirih.
"Kalau papa yang dibicarakan mereka itu wajar, papa kan bos mereka. Kalau kamu?"
"Mohon maaf Pak, saya justru tidak bangga sama sekali dengan gosip receh mereka." Olan memutar bola matanya. Tangannya masih asyik memainkan remote televisi di depan sofa yang dia duduki, mengganti chanel yang pas untuk ditontonnya.
"Papa ingin bicara denganmu." Gulzar mengambil remote televisi dari tangan Olan kemudian mematikan televisinya.
"Serius amat, Pa."
"Tentang permintaanmu kemarin." Gulzar mengingatkan putranya. "Papa akhirnya memutuskan untuk mengikuti saranmu."
"Menikah lagi?" tanya Olan.
"Iya, menikah. Karena papa menyadari sekarang papa juga sedang menaruh hati pada seorang wanita."
"Siapa Pa?" Tak sabar, di antara bahagia dan penasaran mendengar rencana sang papa.
Gulzar menangkap wajah penasaran dari sang putra, tersenyum kemudian mengacak rambutnya perlahan. Bagi Gulzar, Olan masih tetap putra kecilnya. Olan sendiri melihat ada buncah bahagia yang terpancar jelas dari raut wajah sang papa.
"Wanita itu yang jelas harus bisa menerima kamu dan Fio sebagai paket komplit dari papa."
Malam sepertinya sedang memihak pada hati kedua laki-laki beda usia itu. Hingga rasa bahagia itu menular tanpa harus berusaha untuk diungkapkan melalui kalimat.
🪴🪴
as ever, press the star for next chapter
--Tekan bintang untuk bab berikutnya--
Sorry for typo
Blitar, January 25th 2022
Saran dan kritik, disilakan 😍😍
Continued on next chapter
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top