-- 12 --
11-A ♡ Kejujuran
🪴___________________________
to love and be loved is to feel the sun from both sides
.
.
#karospublisherwritingchallenge #flowersseries
___________________________🪴
Aku khilaf lagi tapi belum edit...bantuin ya?? 😍😍
MENCINTAI dan dicintai adalah merasakan matahari dari kedua sisi.
Hal fitrah yang diberikan serta saat manusia tercipta, rasa dan nafsu. Tentang mencintai tidak perlu menjelaskan bagaimana awal cerita terbentuk hingga hati bermuara. Yang jelas, ketika seseorang ingin tinggal dalam hidup orang lain, maka sudah sepantasnya jika selalu berusaha mencari cara untuk mengamankan tempat mereka.
Jatuh cinta bisa merubah segalanya, jatuh cinta bisa merubah merah menjadi biru bahkan jingga menjelma menjadi abu-abu. Bukan, bukan karena ingin merubah orang lain seperti yang kita mau namun lebih tepatnya untuk kita bisa memperbaiki diri bersama putaran waktu. Toh pelangi itu akan selalu indah dinikmati dengan pendaran warnanya, semua ada dalam batas tupoksinya masing-masing.
Pagi ini, Olan bersiap. Jelas dia diterima di perusahaan papanya, meski dengan proses recruitment normal dan sedikit campur tangan sang CEO. Tidak ada yang tahu, pegawai baru yang diletakkan sebagai staf produksi ini merupakan putra mahkota pemilik perusahaan. Olan berdiri sebagai Oleander Sheroze bukan sebagai putra seorang Gulzar Kairav.
"Olan, mau kemana kamu? Duduk! Temani papa sarapan."
"Maaf Pa, hari ini aku harus datang ke kantor pagi. Maklum pegawai baru."
"Iya tapi masih ada waktu, sarapan."
"Nanti aja Pa, di kantor. Olan telat nih, naik angkutan umum."
"Lah kenapa harus naik angkutan. Mobil kamu kemana?" Olan memutar bola matanya.
"Pa, coba deh papa pikir. Staf seperti Olan gajinya berapa, ke kantor bawa mobil sport keluaran terbaru? Buat bayar pajaknya saja nggak cukup." Gulzar mengangguk setuju. Sepertinya logika Olan berjalan dengan baik.
"Lagian papa juga pelit sih, karyawan gajinya cuma segitu. Kasihan Pa, naikin lah dikit. Mereka punya keluarga loh yang harus dihidupi."
"Gaji yang papa berikan sudah 2 kali UMK, jangan asal nuduh. Belajar dulu yang benar di bagian produksi, papa akan evaluasi kinerja kamu. Jangan harap bisa naik jabatan kalau etos kerja kamu nol besar."
"Iya, iya Pa. Olan berangkat dulu, takut telat. Bos Olan galaknya nggak ketulungan, belum kerja saja udah pake ancam mengancam nggak dinaikin jabatannya."
"Heh, sembarangan!"
"Tuh kan, emang galak bos Olan. Papa harus hati-hati kalau ketemu dia. Hii, serem." Kata Olan sambil bergidik. Namun dia mendekat pada papanya untuk mencium tangan lalu melesat keluar.
"Itu mobilmu bagaimana ceritanya?"
"Dipakai Pa, kalau kencan sama Fio dan calon kakaknya Fio."
"Dasar anak muda." Gulzar membiarkan sang putra berlalu.
Pelajaran pertama dimulai. Olan memperhatikan detail job desk yang menjadi tanggung jawabnya. Belajar dari para senior dan menjalankan tugasnya dengan baik. Tidak banyak, hanya butuh fokus, telaten dan kontinuitas.
"Olan, dipanggil supervisor." Suara Adi memanggil Olan.
"Waduh ada apa ya Mas Adi, perasaan aku nggak buat salah deh."
"Nggak tahu, mungkin mau kenalan lebih dekat. Hati-hati loh, kelas kakap."
"Apanya kelas kakap?" Adi tertawa lirih sambil berbisik kemudian. "Bodinya gitar Spanyol."
"Alah." Olan ikut tertawa lalu menggelengkan kepala, otak laki-laki.
Olan mengetuk pintu, kemudian masuk setelah mendengar suara mengizinkannya. Sorot mata tajam memindahi penampilan Olan dari atas hingga bawah tanpa ada yang tertinggal. Dalam hati, Olan merutuk. Dia berjanji akan mengumpat pada Adi, dari awal sudah mempersiapkan mata supaya tetap terjaga nyatanya yang ada di hadapannya sekarang adalah seorang pria.
"Olan, kamu pegawai baru?"
"Saya Pak," jawab Olan.
"Komitmen produksi level A adalah menyiapkan produk setengah jadi untuk bisa diproses di level B dan seterusnya. Kita harus mengontrol ketersediaan bahan baku utama, nanti kamu silakan berhubungan dengan ibu Yulia terkait hal ini."
"Baik Pak."
Ringan tangan dan sikap humble yang dimilikinya membuat Olan kini menjadi primadona di bagian produksi. Seluruh headline berita bibir ndomble membicarakan sang casanova baru yang menjadi incaran para lajang untuk berebut perhatiannya.
"Lan, tuh Iffanova. Anak keuangan, berani nggak lo ngedeketin dia?" Suara Adi berbisik di telinganya saat makan siang.
"Buat apa?"
"Gusti, ini anak lemot banget sih. Cewek itu banyak yang ngincer tapi dia sering nolak."
"Lah terus hubungannya sama aku ngedeketin dia apa, supaya aku ditolak gitu?"
"Lo kan punya modal tampang Lan, kali aja dia mau." Olan terbahak mendengarnya.
"Kalau kamu suka deketin sendiri jangan nyuruh orang."
"Lo merem ya? Mana mau dia sama gue yang punya tampang pas-pasan begini, Lan."
"Pede aja kali, kalau jodoh nggak bakal kemana juga kok. Kalau suka bilang suka."
"Emang lo nggak suka sama dia?"
"Suka dalam hal apa ini? Ada hati?" tanya Olan yang dijawab anggukan Adi. "Sorry Di, kalau masalah itu aku punya kriteria sendiri. Nova cantik, tapi bukan wanita seperti dia yang aku inginkan."
"Busyet nih anak. Berlian di depan mata ditolak. Gitar Spanyol cuy."
"Bukannya gitar Spanyol versi kamu itu pak Anwar?" Olan tertawa melihat wajah cemberut Adi.
"Bodo ah."
Tiba-tiba candaan renyah mereka harus terjeda dengan sapaan seorang wanita yang menjadi pokok pembicaraan. "Mas Olan ya? Kenalin aku Nova. Mau bicara tentang lemburan pegawai produksi bisa?"
"Eh iya Mbak Nova, tapi kalau itu sepertinya bukan bagian saya. Mbak bisa bertanya ke Adi." Olan mengerling kepada Adi sekilas. "Maaf saya permisi dulu, belum laporan."
"Lan, laporan apa?" Adi menarik tangan Olan untuk tetap tinggal.
"Laporan wajib dong, sudah kamu temani mbak Nova saja di sini." Olan segera menghindar. Trik yang sama setiap kali instingnya bekerja. "Tenang Mbak Nova, Adi teman saya sudah jinak, baik hati, tidak sombong dan penyayang."
Kesetaraan gender membuat wanita sejajar dengan pria. Benar, tetapi tidak sepenuhnya benar. Bagi Olan ada hal yang tetap menjadi pembatas antara pria dan wanita, salah satunya pergerakan. Otak waras pasti akan berpikir, apa hebatnya Olan sebagai pegawai hingga satu minggu bekerja sudah ditanya tentang lembur pegawai satu bagian. Diatas Olan masih ada supervisor yang berhak untuk menginfokan, that doesn't make a sense.
Akhir pekan ini, Olan berniat untuk mengunjungi Arum. Bercerita banyak hal termasuk pengalaman pertamanya bekerja sebagai seorang karyawan. Bagi Olan, mau keluar berdua, bertiga atau berbanyak teman tidak menjadi soal. Paham bahwa wanita yang memikat hatinya tidak akan bersedia hanya bersamanya tanpa orang lain di antara mereka.
Dan Florist Kasih Bunda menjadi jawaban, Olan lebih memilih membantu Arum mengerjakan aktivitasnya di toko bunganya.
"Arum, aku boleh tanya sesuatu?" tanya Olan saat dia membantu Arum untuk menyusun beberapa bunga pesanan.
"Apa?"
"Bagimu, apa yang paling berharga dalam hidup?"
"Keluarga."
"Lalu cita-citamu dalam waktu dekat?"
"Aku ingin bekerja dan membahagiakan ibu."
"Seneng ya Rum, bisa mendapatkan kasih sayang seorang ibu. Ya walaupun kita sama tahu__" Arum tidak menanggapinya. Terlalu sakit untuk mengingat siapa dirinya, mungkin kelahirannya di dunia tidak pernah diinginkan oleh kedua orang tuanya hingga dia harus berada di panti sejak kecil. "Maafkan aku Rum, aku tahu benar bagaimana rasanya. Kita sama, meski tidak sepenuhnya sama."
"Maksudmu?"
"Kata papa, mama meninggal karena melahirkanku. Papa tidak pernah memberitahukannya padaku lebih, bahkan bagaimana wajah beliau aku juga tidak pernah tahu." Arum membeliakkan mata.
"Lalu Fio? Pak Gulzar?" Olan menundukkan kepalanya.
"Papa belum cerita kepadamu siapa dan bagaimana Fio?" Arum menggeleng namun tersadar bahwa Olan tidak sedang memperhatikan gerakannya. "Tidak."
Setahu Arum, mama Fio meninggal karena melahirkan itu artinya Gulzar Kairav telah menikah dua kali dan Arum bergidik ngeri. Membayangkan apa yang akan terjadi di depan matanya.
"Pak Gulzar bercerita bahwa mama Fio meninggal karena melahirkan." Arum memberikan jeda atas kalimatnya lalu bertanya kembali kepada Olan. "Apa semua itu benar, Olan?"
Olan menatap manik mata Arum yang meminta jawaban jujur darinya. "Jawab pertanyaanku Olan. Apa kalian berdua beda mama dengan satu papa yang sama?"
"Iya." Olan menjawabnya dengan tegas meski terjeda lama.
Jika air mata adalah kekuatan terakhir wanita, maka bolehlah Arum melakukannya. Hatinya mendadak menciut. Kenyataan yang diperdengarkan membuat matanya berkabut.
🪴🪴
as ever, press the star for next chapter
--Tekan bintang untuk bab berikutnya--
Sorry for typo
Blitar, January 20th 2022
Saran dan kritik, disilakan 😍😍
Continued on next chapter
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top