-- 06 --

05 Dating

🪴___________________________

the two most powerful warriors are patience and time
.
.

#karospublisherwritingchallenge #flowersseries

___________________________🪴

EMBUN pagi masih meninggalkan jejaknya di bumi, itu artinya alam masih menyisakan bau basah untuk bisa dinikmati bersamaan dengan semburat sinar matahari pagi yang mulai menyapa dunia dengan semangat yang sama. Roda-roda kokoh kembali menapakkan jejaknya untuk menggilas aspal. Menggerakkan roda kehidupan dan meramaikan dunia dengan segala macam aktivitas manusia yang ada di muka bumi ini.

Pagi ini Gulzar sendiri yang akan mengantarkan Fio ke panti asuhan 'Kasih Bunda', sesuai dengan kesepakatannya bersama Arum bahwa Fio akan menjadi 'penghuni baru' panti asuhan Kasih Bunda. Mencoba untuk memberikan warna kehidupan yang berbeda, memberikan rangsangan kepada motorik halusnya untuk bisa memiliki perasaan simpati dan empati kepada lingkungan dan sekitar.

Arum sendiri masih memberikan wejangan kepada adik-adiknya untuk memperlakukan Fio dengan sangat baik karena dia memang terlahir berbeda sehingga semua harus saling bergotong royong untuk membantunya mandiri. Meski bukan dengan bahasa psikolog, nyatanya Arum bisa menjelaskan kondisi Fio kepada semua adik-adiknya di panti.

Hingga sebuah sedan mewah berhenti di halaman panti, penghuni panti sudah bersiap untuk menyambut kedatangan Fio. Bu Nuriyah sendiri yang pertama kali menyambut kedatangan Gulzar dan Fio yang berada di gendongannya lalu Arum menyusul di belakangnya.

"Hai Fio, selamat datang di rumah mbak Arum. Mau ikut mbak?" Arum mengulurkan tangannya untuk meminta Fio berpindah ke gendongannya namun Fio masih bergeming. "Itu lihat," tangan Arum menunjuk kepada adik-adiknya yang sudah berjejer di belakangnya memandang ke arah Fio, "teman-teman Fio sudah menunggu ingin mengajak Fio bermain bersama."

Namun lagi-lagi Fio bergeming mengabaikan mereka dan lebih asyik dengan dirinya sendiri. Bagi Fio, Arum bukanlah orang asing tetapi lingkungan baru yang kini melingkupinya membuatnya harus beradaptasi ekstra. Tidak hilang akal, Arum meminta Gulzar menurunkan Fio dan membimbingnya mendekat pada teman sebayanya. Bersama genggaman Arum, Fio melangkah ragu-ragu.

"Fio, namaku Renza." Renza mengulurkan tangannya terlebih dahulu. Meski ada penolakan namun dengan halus Arum membimbing tangan Fio menerima jabat tangan dari teman-teman barunya.

"Fio suka ikan? Kita ke taman belakang, di sana ada kolam ikan koi," bola mata Fio berputar sebentar dan senyuman tipis menghias bibirnya meski dengan malu-malu.

"Ka__ka?"

"Iya ikan, Fio mau lihat?" Arum bertanya. Kali ini bukan Arum yang mengajak Fio melainkan tangan Arum yang digenggam erat oleh tangan mungil Fio untuk bergerak ke tempat yang dimaksud teman-teman barunya. "Baiklah, kita ke sana tapi Fio pamit papa dulu."

"Papa harus bekerja, Fio tinggal di sini dengan mbak Arum ya?" Gulzar masih berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang diyakini hatinya adalah kebenaran. "Kerusakan apa pun yang disebabkan oleh Fio nanti akan saya ganti."

Arum tersenyum, terkadang hatinya miris. Tidak semua yang ada di dunia ini bisa diganti dengan uang yang dimiliki. Terkadang waktu, kasih sayang dan kebersamaan. Banyak anak yang lebih menyukai pelukan daripada dibelikan mainan karena mereka butuh rasa hangat dan nyaman kala bersama orang-orang yang mereka cintai. "Tidak semua harus diganti dengan uang Pak." Akhirnya Arum menjawabnya dengan santun yang membuat Gulzar terkejut dengan jawabannya, "ada tanggung jawab saya juga yang harus menjaga dan memastikan Fio tidak merusak apa pun di sini."

Arum menanggapi keterkejutan Gulzar dengan senyuman, "Bapak bisa kapan saja menelpon saya untuk menanyakan Fio. Jika saya tidak bisa mengangkatnya karena mungkin masih dengan Fio ada ibu yang juga siap membantu saya."

"Bu Nuriyah maksud kamu?"

"Dari kecil kami selalu diajarkan untuk berbagi, bergotong royong dan saling membantu. Seperti halnya anggota tubuh, jika ada salah satu diantara kami sakit maka yang lain juga akan merasakannya." Gulzar mengangguk paham. Dia juga baru memahami mengapa Arum begitu yakin memberikan usulan untuk ikut merawat Fio di sini bersama keluarganya.

Tidak ingin menjanjikan apa pun namun Arum berusaha untuk melakukan yang terbaik semampu yang dia bisa.

"Rum, ini bukan masalah sepele loh. Kamu yakin mampu untuk merawat Fio di sini?" kalimat pertama yang keluar dari bibir bu Nur saat Arum mengutarakan niatnya untuk memberikan terapi psikologi kepada Fio di panti asuhan, "bagaimana dengan keluarganya? Pak Gulzar itu orang penting, dia punya banyak uang untuk mempekerjakan orang untuk sekedar merawat Fio."

"Masalahnya ini tidak hanya tentang merawat Bu."

"Dan kamu tidak memiliki sertifikat menjadi seorang pengasuh, kamu ini calon psikolog bukannya calon pengasuh."

"Arum sudah menandatangani kontrak ketika menerima beasiswa dulu Bu, bahwa Arum siap jika sewaktu-waktu perusahaan atau pimpinan perusahaan pemberi beasiswa itu membutuhkan tenaga Arum baik sebagai pegawai tetap atau kontrak. Dan ternyata Arum juga baru mengetahui mengapa BJ Cigarette hanya memberikan beasiswa kepada mahasiswa psikologi karena mungkin alasannya adalah Fio."

"Tapi Fio itu__"

"Makanya Arum minta bantuan ibu untuk membantu mengingatkan Arum supaya bisa lebih bersabar menghadapi Fio nantinya."

Fio memang terlahir sebagai anak perempuan namun sepertinya dia memiliki baterai melebihi anak laki-laki seusianya hingga selalu powerfull berlarian ke sana-kemari saat berada di kebun bunga. Menikmati beberapa ikan koi yang berenang di kolam dengan bebas. Sesekali tangan Fio terulur untuk bisa meraihnya kemudian tertawa senang.

"Kaka, cucu."

"Lu__" Arum mengeja.

"Lu," ulang Fio.

"Cu."

"Cu."

"Lu__cu," kata Arum.

"Cu__cu," Fio menatap Arum, memberikan kontak mata meski hanya sedikit. Bibirnya yang maju membuat Arum tersenyum dan Fio tertulari untuk tersenyum kembali padanya.

Sedikit demi sedikit lama-lama akan menjadi bukit. Sepertinya pepatah itu memang ingin sekali dibuktikan oleh Arum. Tidak untuk orang lain namun untuknya sendiri. Sekali lagi sulit bukan berarti tidak bisa, batu saja yang ditetesi air setiap hari akan terkikis apalagi manusia.

Fiorenza Eshal tetaplah Fio, autism spectrum disorder yang dideritanya bukanlah suatu penyakit. Dia tidak membutuhkan obat, hanya butuh sentuhan, ketelatenan, dan juga komunikasi hangat. Menyatukan fokus agar bisa mengeluarkan apa yang ada di dalam benaknya, inginnya, dan lebih ekspresif dalam segala hal.

"Cita, Alum cita." Rangkaian kata yang dimiliki Fio mulai penuh. Bersamanya 24 jam membuat Arum mengerti apa maksud anak asuhnya ini. Buku cerita bergambar Harimau dan Kelinci itu sudah berulang kali dibacakan oleh Arum namun Fio tidak pernah bosan mendengarnya.

"Ok, tapi setelah mbak Arum cerita Fio harus bobok." Fio mengangguk.

"Alum yuk, yuk." Fio mulai memejamkan matanya namun tangannya menggapai tangan Arum untuk memeluk. Dia mulai terbiasa dengan perlakuan hangat Arum. Menyesap wangi tubuh Arum seolah menjadi candu setelah dia dinobatkan sebagai penghuni panti asuhan 'Kasih Bunda.'

Gulzar sendiri hanya bisa memantau perkembangan Fio dari kejauhan namun Arum selalu mengirimkan progres perkembangannya setiap hari. Beberapa kali bahkan mereka berdua terlibat dalam pembicaraan melalui sambungan telpon meski hari telah larut. Seperti malam ini misalnya, Gulzar menelpon Arum setelah dia membaca laporan harian Fio ketika dia hendak beristirahat.

"Apakah dia sudah mulai bisa bicara?" tanya Gulzar setelah berbasa-basi apakah dia menganggu Arum karena melakukan panggilan terlalu larut.

"Masih tentang menghafal nama teman-temannya dan juga__" Arum melaporkan secara detail. Hampir setengah jam mereka bercakap, meski dalam tatanan percakapan formal namun Arum mulai merasakan bahwa cara berbicara Gulzar tidak sekaku seperti pada awal perjumpaan mereka.

Semakin hari memperhatikan perkembangan Fio, bersamaan dengan itu pula Gulzar semakin mengenal dengan dekat bagaimana pribadi gadis bernama Cestrum Arumdalu. Pembawaannya yang luwes, sabar, keibuan dan sikap ceria yang selalu ditunjukkan ketika bersama Fio membuat gadis kecilnya tidak memerlukan waktu yang lama untuk bisa dekat dengannya.

"Alum, Io andi."

"Fio mau mandi?" tanya Arum, Fio mengangguk.

"Ikan,"

"No, Fio mandi dengan mbak Arum bukan dengan ikan." Mungkin yang dimaksudkan Fio adalah dia ingin berenang bersama ikan-ikan di kolam.

"Ikan," Fio merajuk.

"No, nanti kalau Fio nurut mbak Arum. Mbak Arum akan buatkan mahkota bunga lagi." Mata Fio mengerjap pelan, mengingat benda yang diucapkan oleh Arum. Bibirnya tertarik dan senyum pun mengembang. Dan anggukan kepala Fio mengumumkan Arum menjadi pemenangnya.

Hari ini Fio menemani Arum menjaga kios bunga, memakai mahkota bunga indah di kepalanya. Fio mulai bisa diajak berkompromi. "Sayang, mbak Arum minta tolong diambilkan bunga merah itu."

"Alum, ini?"

"Iya, Fio bawa ke sini. Bunga merah, mbak Arum akan mengikatnya."

"E-yah."

"Hore, Fio pintar." Fio bertepuk tangan untuk dirinya sendiri. "Ini hadiah dari mbak Arum." Sebuah ciuman diberikan Arum untuk Fio hingga tangan kecil itu menggelayut manja di lehernya.

Interaksi hangat, senda gurau dan cara Arum mengajarkan sesuatu tak luput dari pandangan mata seseorang. Hingga tak lagi mampu menyembunyikan diri, dia bergerak mendekat. Rindu ingin memeluk menjadi alasan terbesar selain karena rasa sayang seorang kakak kepada adiknya.

"Fio__"

"Olaaan," mata Olan membola, tidak percaya adiknya telah lancar mengeja namanya.

"Fio, ayo panggil nama abang sekali lagi." Namun sayang Fio tidak berucap, dia hanya diam dan menerima hadiah dan pelukan dari kakaknya.

"Fio, lihat abang. Ini siapa?" Olan menunjuk dirinya.

"Olan,"

"Ini?" kemudian menunjuk Fio.

"Io,"

"Itu?"

"Alum." Olan mengusap kepalanya, menghujaninya dengan ciuman hingga Fio kegelian dan meminta Olan untuk menjauh.

"Abang kangen."

Harusnya ucapan itu ditujukan kepada Fio, tapi mengapa mata Olan justru mampir ke arah Arum ketika Fio lebih tertarik pada benda yang kini dipegangnya, puding pemberian Olan.

Arum tersenyum, sepertinya bahagia baru menyusup ke relung hatinya.

"Apa kabar Olan?"

🪴🪴

as ever, press the star for next chapter
--Tekan bintang untuk bab berikutnya--

Sorry for typo
Blitar, January 12th 2022

Saran dan kritik, disilakan 😍😍

Continued on next chapter

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top