-- 04 --
03 ♡ Fiorenza Eshal
🪴___________________________
do something today that your future self will thank you for
.
.
#karospublisherwritingchallenge #flowersseries
___________________________🪴
Mr. G
Grafik perkembangan Fio positif
Dia mulai merespon stimulus yang saya berikan
SENYUMAN di bibir Arumdalu itu nampak seperti bunga yang sedang mekar. Apalagi selain rasa bahagia, rasanya setiap orang pasti akan merasakan bahagia yang sama manakala melihat orang lain yang kita bantu bisa merespon, sembuh atau setidaknya memberikan reaksi yang positif. Mungkin akan sama seperti dokter ketika berhasil menyembuhkan pasiennya. Setidaknya, mungkin ini yang sedikit dirasakan oleh Arum.
Tingkatan autisme yang menyerang Fio ternyata sudah cukup kompleks, sejak pertemuan awal Arum dengan Fio bahkan kesimpulan ini sudah menjadi pegangannya. Bagaimana memberikan terapi untuk anak usia lima tahun itu tanpa menimbulkan rasa trauma seperti sebelumnya seperti yang diceritakan oleh Gulzar.
Mr. G
Ok, bisa tunggu saya pulang dari kantor Rum?
Siap, Pak
Arum membalas singkat pesan dari Gulzar. Setelah itu dia menyimpan kembali gawainya ke dalam kantong yang ada di bajunya.
"Ikannya lucu ya Fio, lucu?" Arum meminta perhatian Fio untuk menatapnya. Meminta Fio untuk memperhatikan gerakan bibirnya dengan mengeja kalimat sederhana. Tetapi kontak mata di antara mereka memang hanya sekilas karena Fio lebih sering memutusnya.
"Lihat mbak Arum Fio, ikannya lucu, apa Sayang? Lu__cu," Arum kembali bicara. Telunjuk Fio menunjuk kemana ikan itu berenang.
"Cu__cu__cu," untuk anak usia lima tahun, itu bukan suatu pencapaian yang patut dibanggakan. Speech delay sebagai simptom autisme Fio sangat parah.
"Ikan mas kokinya warnanya apa Fio?" Fio merespon dengan menatap Arum sejenak lalu kembali menunjuk ikan yang sedang berenang. "Merah," Arum kembali dengan suaranya.
"Merah dan lucu, apa Fio?"
"Cu__cu."
"Lu__cu," ulang Arum namun Fio memilih bungkam.
"Fio, ayo kita pindahkan ikannya." Arum mengajak Fio, menggenggam tangannya dengan lembut walau sikapnya itu lagi-lagi mendapatkan tolakan dari Fio.
"Pyu pyu kyu kyu," bicara Fio memang tidak bisa dipahami oleh orang di sekitarnya. Tetapi Arum berusaha untuk mengerti apa yang diinginkannya.
"Pyu pyu kyu."
"Fio, mau susu? Kita mimik dulu setelah itu bermain lagi."
"Pyu pyu pyu," Fio berlari meninggalkan Arum. Istana megah yang dibangun Gulzar untuk keluarganya cukup membuat Arum berolah raga setiap hari mengejar Fio berlarian.
Belum sampai Arum berhasil mengejar kemana Fio berlari, dia sudah kembali. Mengambil toples berisi ikan mas koki dan berniat membawanya pergi.
"Fio, ikannya mau dibawa kemana? Biar mbak Arum bawakan."
"Fio," Arum mengalah, Fio bersikeras membawanya sendiri dan tujuannya jatuh di kolam renang yang ada di belakang rumahnya. Dengan gerakan yang sangat cepat Fio berhasil melepaskan ikan ke kolam renang lalu seperti biasa dia akan melakukan hand flapping sebagai ungkapan rasa sukanya.
Fokus Fio tetap mengarah pada ikan mas koki merah yang bergerak lincah hingga tanpa sadar gerakan matanya menarik seluruh gerakan motorik tubuhnya untuk melompat ke kolam mengikuti gerak ikan yang berenang menjauhinya.
Byurrr,
"Fio__" Arum tanggap namun terlambat. Fio sudah terjun ke kolam.
Menyusul adalah tindakan spontanitas, padahal Arum sama sekali tidak memiliki skill berenang dengan baik. Jiwa kemanusiaan telah memanggilnya.
"Non Fio, Mbak Arum__" jerit suara para asisten rumah tangga membuat suasana semakin hectic, "Pak Imran tolong mereka!"
Kecipak air yang begitu keras mengagetkan semuanya, sang tuan rumah tanpa berpikir panjang terjun bebas ke kolam menyelamatkan keduanya.
"Subhanallah, alhamdulillah, Mr. G datang tepat waktu."
"Handuk, ambilkan handuk segera!" Riuh para asisten berlarian ke dalam rumah menyiapkan apa yang diminta tuannya.
"Fio, Sayang," Gulzar berusaha mengeluarkan air dengan menekan perutnya. Sementara pak Imran berhasil menolong Arum.
"Sayang, ini papa. Ayo muntahkan semuanya."
"Mr. G, ini handuknya."
"Pak Imran ini, Mbak Arum__" tangan Arum masih gemetaran menerima handuk yang diberikan oleh salah seorang ART.
Bersyukurlah, nasib baik masih berteman dengan mereka hari ini. Namun, Arum harus menguatkan hati untuk menerima amarah sekaligus mempertanggungjawabkan atas kecerobohannya di depan Gulzar.
"Bapak mohon maaf. Ini di luar perkiraan saya, sebelumnya Fio tidak pernah bermain mendekati kolam, tapi kali ini__" Arum mengakui kesalahannya di hadapan Gulzar.
"Apa yang terjadi? Hampir saja Arum, Fio itu bukan mainan."
"Sekali lagi saya minta maaf, Pak." Arum menghela napas perlahan. "Enam hari bersama Fio sepertinya tidak memberikan efek yang berarti atas perubahannya, ada tetapi itu terlalu sedikit. Beberapa literasi, sekaligus pengalaman saya sebelumnya sebagai terapis sensorik integrasi dan perilaku, Fio memang membutuhkan sesuatu yang unik untuk melatih fokusnya."
"Lalu?"
"Dari banyaknya pilihan, ikan mas koki saya putuskan menjadi sebagai sesuatu yang unik untuk Fio."
"Alasannya?"
"Dia bisa bergerak dan hidup dalam air yang tenang. Warnanya yang mencolok mata membuat Fio akan bisa mengalihkan fokusnya, mencoba untuk mengerti kehidupan lain, dengan demikian tantrum yang biasa menyerangnya bisa sedikit demi sedikit terurai. Karena selama ini saya melihat bahasa tubuhnya selalu meminta untuk dimengerti."
"Mengapa kamu tidak mendiskusikannya terlebih dulu dengan saya?"
"Hari ini saya mencobanya terlebih dahulu, Pak. Sesuai dengan pesan yang saya kirim ke Bapak tadi siang, Fio berani menatap saya, tersenyum, bicara meski dengan kata yang tidak jelas."
"Dengar Arum, anak saya bukan kelinci percobaan. Kamu tidak bisa dengan seenaknya memberikan terapi, apa kamu tidak berpikir hal yang lebih membahayakan daripada apa yang terjadi hari ini?"
"Maaf Pak."
"Jangan hanya bisa minta maaf saja!" Arum diam. "Kamu, Arghh!!" Gulzar mengusap mukanya dengan kasar.
Arum tidak sepenuhnya salah namun sangat mengerti bahwa kemarahan Gulzar hari ini adalah wujud cinta seorang ayah kepada anaknya.
"Harusnya kamu mendiskusikan dulu dengan saya!" Ingatkan jika Arum lupa bahwa di sini Arum bekerja sebagai terapis Fio. Pemilihan metode terapi juga telah disesuaikan dengan hasil terakhir rekomendasi psikiater dan fokus menjadi langkah paling utama untuk kasus Fio.
"Maaf Pak,"
"Jangan mentang-mentang kamu seorang terapis bisa seenaknya saja. Bagaimana kalau saya tidak datang tepat waktu?" Arum semakin menunduk.
"Bagaimana kalau nyawa Fio tidak tertolong? Bagaimana hah?!" Suara Gulzar meninggi maksimal, "Ingat Arum, kamu itu belum sarjana!" Sakit tak berdarah. Dentuman pintu yang terdengar menandakan Gulzar telah keluar dari ruangan tempat mereka bicara.
Di tempat yang berbeda, Fio kembali tantrum, mengamuk, membuang semua barang-barang yang nampak di matanya sehingga kamarnya tak lagi berupa. Semua salah, semua keliru, tidak ada sentuhan yang bisa menenangkannya. Bahkan mendengar suara Gulzar yang mendekatinya justru semakin menambah histerisnya.
Arum mendekat, meminta semuanya keluar termasuk dengan Gulzar. Dan di sinilah Arum berada, kembali untuk memperjuangkan kemampuannya. Memberikan sentuhan dan bisikan perlahan di cuping telinga Fio. "Ada mbak Arum di sini bersama Fio. Fio ingin apa?"
Tangan Fio menunjuk pintu. "Pyu pyu pyu kyu."
"Lihat mbak Arum punya apa?" tangan Arum mencoba mengepal, menarik perhatian Fio hingga dia berhenti menangis dan bisa kembali bermain bersama Arum. "Kosong," Fio membuka tangan Arum sebelah lagi dan di genggaman Arum terdapat sebuah potongan puzzle. Fio melemparnya namun Arum bergerak untuk mengambil beberapa potongan yang lain.
"Kita susun, mau?" tangan Fio tergerak. Gambar ikan yang nampak setelah semua puzzle tersusun membuat hand flapping Fio kembali. Telunjuk Fio mengarah ke pintu, tangisannya terdengar kembali membuat Arum mengerti apa yang Fio inginkan, ikan mas kokinya.
Arum membawa Fio keluar kamar. "Bi Tum, ikannya Fio sudah dipindahkan?"
"Cu__cu__cu." Bibir Fio meracau melihat ikannya telah kembali di toples transparan. Matanya kembali terfokus, memperhatikan ikan kecil itu berenang. Telunjuknya bergerak mengikuti.
"Ikan." Arum kembali bicara.
"Cu_cu_cu."
"Iya. Ikannya lucu. Fio suka?" Gulzar memperhatikan secara detail tanpa berniat untuk menginterupsinya.
"Ikan, apa Fio?"
"Cu_cu_cu." Hingga rasa lelah menghampiri dan Fio mulai meminta meradu mimpi.
Arum kembali berhadapan dengan Gulzar di ruang kerjanya. Selain kata maaf apalagi yang bisa dia katakan atas kejadian hari ini. Meski sesungguhnya pada interaksi terakhir antara keduanya, Gulzar melihat sendiri bagaimana Arum memperhatikan kebutuhan Fio dengan sangat jelas. Itu pula yang akhirnya merubah pikirannya dalam sekejab.
Hening beberapa saat sebelum akhirnya Gulzar bersuara kembali. "You have to stay here, Arum."
"Maaf Pak?"
"Ya, kamu harus tinggal di sini."
"Tapi, saya, maksudnya Fio, eh_" Gulzar memejamkan matanya, menetralisir apa yang menjadi ketakutannya kembali.
"Saya tidak ingin mengambil risiko lebih besar dari apa yang telah terjadi hari ini. Saya tidak bisa mengawasinya penuh. I have to work."
"Tapi bukankah Fio memiliki baby sitter yang bisa menjaganya, kapan pun?"
"Atau kamu memilih untuk mengganti bea siswamu?" Arum meremas jemarinya. Ini tidak tertera dalam perjanjian kerjanya dengan Gulzar Kairav.
"Tentang ikan, saya mengerti setelah melihatnya sendiri. Kali ini saya memaafkanmu, Sena hanya akan membantu menyiapkan kebutuhan Fio. Lakukan yang terbaik untuk Fio."
"Saya harus meminta izin ibu."
"Saya yang akan memintakan itu, malam ini saya sendiri yang akan mengantarkanmu dan menemui bu Nur." Arum berjingkat, selain dingin Arum baru menyadari bahwa Gulzar merupakan seseorang yang unpredictable.
"Besok, akan saya belikan aquarium supaya Fio tidak bisa dengan mudah memindahkan ikan hias itu ke kolam renang seperti tadi. Kamu temani Damar untuk memilih."
Sepertinya keputusan telah final, Gulzar tidak memberikan ruang kepada Arum untuk menjawab tidak. Dia berdiri dan gestur tubuhnya meminta Arum untuk mengikuti.
🪴🪴
as ever, press the star for next chapter
--Tekan bintang untuk bab berikutnya--
Sorry for typo
Blitar, Januari 8th 2022
It's not easy but I would like to try
Talk to a child with autism spectrum disorder without long narrative descriptions
Sorry for dissapoints
Saran dan kritik, disilakan 😍😍
Continued on next chapter
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top