Love Sick
Tolong jangan sampai membenci cast-nya di dunia nyata hanya karena aku jadiin tokoh antagonis :)
Jeno-ku ... ah, apa boleh aku memanggilmu begitu?
Apa kabarmu, Mantan kekasihku?
Aku mungkin sudah tak lagi bisa menemuimu, bahkan merasakan sentuhan lembutmu lagi. Tapi percayalah, aku masih sangat merindukanmu.
***
Namanya Lee Jeno. Cinta sekaligus separuh hidup Na Jaemin. Sumber kebahagiaan untuknya. Iris obsidian pria tampan itu mampu membius siapa pun yang menatapnya, termasuk Jaemin, pria cantik yang berhasil menyandang status sebagai kekasih Lee Jeno.
Saat itu, musim hujan tiba. Bumi Amerika basah oleh air langit. Jeno menggandeng lembut jemari Jaemin. Sepasang kekasih itu melangkah beriringan, tak peduli beberapa orang yang mereka lewati. Toh, negara ini sudah melegalkan hubungan pasangan sejenis.
"Apa temanmu tahu jalan menuju apartemen kita, Sayang?"
Sambil membenarkan kacamatanya, Jeno menoleh singkat ke arah kekasihnya. Teman yang dimaksud Jeno adalah seseorang dari Korea yang akan menempuh pendidikan di negara ini, sama seperti mereka. Dan Jeno tak pernah mengetahui siapa pun teman maupun sahabat yang dimiliki Jaemin. Pasalnya, Jaemin dan Jeno dipertemukan di Amerika 5 tahun lalu.
"Ah iya, dia mengirim pesan. Katanya dia sudah menunggu di apartemen kita."
Jeno pasrah saja saat tangannya ditarik antusias oleh sang kekasih. Apa pun, apa pun yang membuat Jaemin bahagia, Jeno akan lakukan. Karena Jaemin adalah hidupnya, cahaya untuknya melangkah di saat semua orang pergi meninggalkannya.
***
Aku baik-baik saja, Jeno-ku. Mungkin awalnya hatiku bagai tergores. Mengingat pertemuan itu, aku tak bisa membohongi diriku sendiri bahwa aku sakit. Sesalku terus menggelayuti hati dan pikiranku hingga detik ini.
***
"Namanya Huang Renjun. Dia temanku sejak duduk di bangku sekolah dasar, Sayang. Dan untuk beberapa hari ini, ia tinggal di apartemen kita sampai Renjun mendapat tempat tinggal sendiri."
Jeno menjabat sosok pria manis yang diperkenalkan sang kekasih. Keduanya saling melempar senyum sembari mendikte nama mereka masing-masing. Jaemin sendiri memilih mengambil alih koper berukuran sedang milik Renjun untuk dibawanya ke dalam apartemen.
"Besok aku antar kau mencari tempat tinggal, Renjun. Sekarang kau istirahatlah di kamar ini."
Mereka sampai di salah satu kamar yang ukurannya cukup luas. Letaknya berdampingan dengan kamar milik Jaemin dan Jeno. Awalnya pria bermarga Huang itu sungkan. Pasalnya, meskipun Jaemin adalah sahabatnya, namun baginya Jeno masih terasa asing. Renjun hanya menggangguk atau mengulas senyum saja.
Saat Renjun masuk ke dalam kamar, Jaemin menarik Jeno untuk duduk di sofa. Mata bulatnya yang bening menatap Jeno dengan pandangan berbinar yang mampu membuat Jeno semakin jatuh cinta padanya.
"Kuharap kau mau bersahabat dengan Renjun, Sayang. Dia memang introvert. Tapi dia menjadi sosok yang hangat jika sudah saling mengenal," Jaemin melingkarkan kedua tangannya pada lengan kekasihnya, "dan aku harap dia bisa mendapatkan jodohnya di sini."
"Dia manis, Sayang. Aku yakin dia akan mendapatkan seseorang yang mencintainya apa adanya. Tapi ... dia straight apa sama seperti kita?"
Jaemin mendongakkan kepalanya. Menatap sang kekasih dengan tatapan teduhnya.
"Dia sama seperti kita, Sayang. Dan dia baru saja putus dengan kekasihnya."
***
Kau tahu, Jeno? Hatiku dari hari ke hari semakin sakit. Terlebih saat aku sering melihat tatapan itu. Kau menatapnya dengan tatapan yang sering kau berikan padaku. Aku berpikir, apa aku ini memang sudah kehilangan cahaya di matamu, hingga kau perlakukan aku sekejam ini?
Aku ingin hadir di saat kalian saling berpelukan untuk berbagi kehangatan. Tapi aku belum siap untuk kehilanganmu.
Aku murahan kan, Jen? Sehina inikah aku yang mengemis cinta darimu.
***
Dua minggu berlalu semenjak Renjun tinggal di apartemen Jaemin dan Jeno. Namun pemuda itu belum juga mendapatkan tempat tinggal yang cocok. Dan sebagai sahabat yang pengertian, Jaemin dengan tangan terbuka menawarkannya untuk tinggal di apartemennya saja.
"Maaf ya, Na. Aku merasa belum cocok dengan apartemen yang kau pilihkan."
Jaemin mengangguk. Diraihnya jemari sahabatnya hingga kini tangan keduanya bertaut. Pemuda Na itu menatap Renjun dengan pandangan lembut dan hangatnya, seperti biasa. Perlakuan yang biasa Jaemin berikan untuk semua orang yang dicintainya.
"Tinggallah bersama kami selama kau menempuh pendidikan di sini."
Ucapan Jaemin terdengar tulus, hingga membuat Renjun merasa terharu. Kedua iris obsidian itu berkaca-kaca, dengan bibir yang bergetar. Ditariknya tubuh Jaemin ke dalam pelukannya. Merasakan berbagai perasaan yang berbaur ke dalam hatinya.
"Terima kasih, Na. Dan ... maaf, maaf sudah merepotkanmu."
Jaemin menepuk pelan punggung sang sahabat yang masih bergetar. Bibirnya melengkung ke atas dengan indahnya. Tak ada yang lebih membahagiakan selain melihat sahabatnya terbebas dari kesulitan.
"Tak perlu meminta maaf, Renjunnie. Aku bahagia bisa membantumu. Dan kuharap kau betah tinggal bersama kami."
***
Berbagai kalimat pahit ingin kulontarkan untukmu, Jen. Juga untuknya yang tega menikamku dengan belati tak kasatmata tepat di hatiku. Kenapa? Kenapa putih cintaku harus ternodai?
Namun kusadar ... cinta bisa saja meredup. Termasuk cintamu untukku. Di matamu, aku sudah tak bercahaya hingga kau mencari cahaya lain yang bisa menuntun langkahmu.
***
Hari ini Jaemin dan Renjun tampak sibuk di dapur. Kedua pria manis itu sedang mempersiapkan sebuah kejutan manis untuk Jeno. Hari ini pria bermarga Lee --kesayangan Jaemin-- berulang tahun yang ke-22. Awalnya hanya Jaemin saja yang ingin mempersiapkan segalanya, namun Renjun berbaik hati membantunya. Sahabatnya itu ingin ikut merayakan hari jadi Jeno.
"Nah! Sudah selesai, Njun. Aku harap Jeno pulang cepat." Jaemin menyeka keringat yang menempel di wajahnya. Merasa lelah karena sudah berjam-jam membuat kue ulang tahun beserta beberapa hidangan khas Korea. Namun kelelahannya terbayarkan dengan kebahagiaan yang akan ia berikan untuk sang kekasih.
Jaemin melirik jam yang bertengger di dinding. Ada sekitar satu jam lagi untuknya membersihkan diri. Jeno sekarang masih ada di kampus karena harus mengerjakan tugas. Ia memang sengaja tak mengucapkan ulang tahun untuk kekasihnya demi sebuah kejutan manis ini.
"Renjunnie, aku ke kamar dulu ya. Aku ingin berpenampilan spesial untuk Jeno."
Jaemin lantas meninggalkan Renjun yang menatapnya lamat. Pemuda manis itu mengambil setelan baju yang sudah ia persiapkan satu minggu yang lalu.
Sudah menjadi kebiasaan, setiap Jeno maupun dirinya berulang tahun, pasti keduanya akan makan malam romantis dan begadang semalaman untuk menonton film. Dan Jaemin selalu menantikan moment tahunan ini.
"Aku mencintaimu, Sayangku." Jaemin memandang pantulan dirinya di depan cermin setelah menyelesaikan ritual mandinya. "Hingga akhir napas ini, hatiku tetap milikmu."
Setetes air mata jatuh dari kedua iris obsidiannya. Otaknya kembali merangkai kenangan bersama Jeno, di negara ini. Senyum teduh Jeno yang memandangnya penuh cinta membuatnya bahagia sekaligus sesak di waktu yang sama.
"Kak ... tolong, izinkan aku menemani Jeno, setidaknya setelah Jeno bosan padaku."
***
Dia datang tanpa kenal lelah, memborbardirku dengan jutaan rasa sakit hingga aku rapuh. Namun semua itu tak ada apa-apanya dibanding satu tusukan menyakitkan yang kau tancapkan tepat di relung hatiku, Jen. Kau yang kuharapkan akan menarikku untuk keluar dari lubang penderitaan, nyatanya malah mendorongku ke dalam lingkaran kegelapan.
***
Suara dua orang pria mengalun pelan di ruang makan apartemen Jaemin. Tampak keduanya tengah saling bergenggaman tangan, meski sesekali salah satu di antaranya menoleh ke belakang.
Lee Jeno mendaratkan sebuah kecupan manis di pipi pria bermata bulat, Huang Renjun. Matanya menyipit saat bibirnya melengkung ke atas membentuk sebuah senyuman.
"Nana masih sibuk berdandan kan, Love?" Jeno melarikan jemarinya di puncak kepala Renjun, mengusap lembut helaian rambut pemuda manis itu.
Ada jeda beberapa saat hingga Renjun akhirnya membuka suara. "Sejak setengah jam yang lalu dia sibuk dengan penampilan spesialnya untukmu."
Renjun merasa dadanya mendadak sesak. Merasa bahwa dirinya adalah sahabat tak tahu diri. Rahasia besarnya dari Jaemin yang ia simpan satu bulan belakangan ini. Ia nekat menerima pernyataan cinta Jeno padanya, mengesampingkan perasaan Jaemin demi cintanya pada Jeno.
"Kau tak perlu merasa bersalah. Akulah di sini yang salah. Beri aku waktu untuk memutuskan hubunganku dengan Nana, dan setelah itu kita akan bahagia."
"Tapi Nana sahabatku, Jen. Dia selalu ada untukku. Aku tak bisa membuang rasa bersalah ini begitu saja."
Jeno bungkam. Ia tak mampu membantah ucapan Renjun karena kenyataannya Jaemin-lah pihak yang terluka. Namun rasa cintanya pada Renjun yang kian besar membuatnya meninggikan ego.
"Kalau begitu, kita jaga rahasia ini, hingga kita mempunyai waktu yang tepat untuk memberitahu Nana."
Jeno merengkuh tubuh mungil kekasih keduanya. Berharap hati Renjun akan tenang berada dalam dekapannya. Keduanya menikmati kehangatan yang tercipta tanpa tahu sosok yang menjadi tokoh utama dalam kisah rumit ini telah mendengar semuanya.
***
Kakakku selalu menemuiku kala aku terlelap, Jen. Dia selalu menanyakan kesiapanku untuk ikut dengannya. Meninggalkan semua rasa sakit yang terus mmenyakitiku. Tapi dengan bodohnya aku meminta waktu hanya agar kelak kau berhenti menabur luka di hatiku. Tapi kenyataannya kau semakin bersemangat menyakitiku hingga rasanya bernapas pun sulit.
***
Kejutan itu tak pernah terjadi. Malam itu, Jaemin memilih kembali ke kamarnya. Berusaha kuat untuk tidur hanya agar saat esok datang, ia bisa melupakan semua rasa sakitnya. Jeno dan Renjun sempat menanyakan alasan mengapa ia tak keluar dari kamarnya. Namun Jaemin bersama topeng yang ia kenakan berhasil mengelabui mereka.
"Na? Kau mau ke mana? Biar aku antar."
Jaemin tersenyum kecut saat Jeno ingin mengantarnya pergi. Dulu ia pasti akan dengan senang hati mengiyakan tawaran Jeno. Namun kini keadaan sudah tak sama. Hati Jeno bukan lagi untuknya.
"Tidak usah, Jeno. Aku bisa pergi sendiri," tolak Jaemin. "Oh iya ... aku sudah memasak nasi goreng untukmu dan Renjun."
Jaemin memilih melangkah pergi. Menatap wajah Jeno hanya akan mengukir luka baru di hatinya. Bayangan wajah Jeno bersama sang sahabat yang tertawa bersama membuat Jaemin seakan kesulitan bernapas. Jaemin masih begitu sakit saat kemarin ia mendapati kedua orang yang disayanginya berciuman mesra, bahkan saling memuaskan diri
Apa karena aku sering menolak berhubungan intim denganmu, Jen? Hingga kau melakukan semua ini?
TBC
1/2 chapter lagi :v
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top