Second
“Iwa-chan, lagi sakit atau mau cari mati?”
Hajime sibuk mengepak barang-barangnya yang akan dipakai untuk berlatih. Ia mengacuhkan sang pangeran yang juga kawan lamanya yang sudah jauh-jauh menyempatkan diri berkunjung ke kediamannya. Sungguh tidak sopan.
“Dia itu penyihir sakti lho.. Iwa-chan tidak akan menang melawannya..”
Hajime mendengus kesal. “Kau itu sebenarnya senang kubantu menghilangkan kutukannya atau mau mengejekku?”
“Ih, Iwa-chan diingatkan malah jutek! Ah, kalo Iwa-chan dikutuk jadi kadal raksasa, aku gak mau cium ya..” Tooru melipat tangannya sebal, lalu melenggang pergi dari hunian milik Hajime.
Hajime yang ingin menuju arena latihan cengo. Emang apa hubungannya dikutuk dengan kau cium, pangeran sialan?
Hajime mengusir kejadian barusan dan dengan mantap ia melangkah menuju tempat favoritnya, arena latihan kerajaan yang penuh dengan ratapan dan kertak gigi para prajurit baru. Hajime agak sadis rupanya. Dan si pangeran maso sepertinya. Pantas saja si pangeran yang sinting itu menganggap masa-masa dengan Hajime yang dipenuhi lemparan bola di kepala itu indah.
Senandung sadis Hajime menuju arena latihan (neraka) terhenti oleh kedua pengawal pangeran yang menyapanya dengan sopan.
“Yo, ksatria Hajime yang pandai mencari kematian!”
“Hajime-san yang berani mati!”
Ah, sepertinya Hajime salah mengira. Ini jelas-jelas bukan sapaan yang sopan.
“Ada apa kalian?”
Takahiro dan Issei saling menoleh satu sama lain. Kemudian Issei memilih untuk berucap duluan.
“Anda yakin ingin mengalahkan penyihir Ushiwaka?”
Kenapa orang-orang seperti meremehkanku sih? Hajime ngedumel dalam hati.
“Benar-benar yakin seratus persen ingin mengalahkan Ushiwaka yang agung??” Kali ini Takahiro yang berucap serius.
“Apa benar??”
“Jawab kami.”
Hajime memijit keningnya lelah. Rupanya penyakit sinting si pangeran pesolek itu sudah menular ke pelayan setianya. Untung saja aku jarang-jarang ketemu si sialan itu… batinnya sedikit lega.
“Hahh.. iya aku serius. Aku benar-benar ingin sekali mengalahkan penyihir yang seenaknya mengutuk anak orang sembarangan itu..” Hajime melipat tangannya.
Takahiro dan Issei saling pandang sambil tersenyum geli. Keduanya menatap Hajime yang risi karena yakin keduanya benar-benar positif terkena penyakit dari si pangeran.
Takahiro terkekeh, “Ah, Hajime-san kau itu benar-benar tidak bisa jujur ya, eh?”
“Bukankah kejujuran itu aspek nomor satu dalam diri ksatria?” Issei ikut menimpali.
“Sebenarnya kalian ini kenapa? Rasanya kalian sakit, sebaiknya ke tabib sana, jangan menggangguku!” Usir Hajime dengan sedikit ketus. Hajime kesal karena kedua makhluk yang tidak bisa terpisahkan itu sudah mengganggu hari-harinya dengan arena latihan.
Tetapi sebenarnya, Hajime kesal terlebih karena mereka menggodanya.
Menggodanya dengan pangeran sinting nan gila itu. Hah.
=00=
“HEEEAAHH!!”
Suara denting pedang beradu seirama dengan suara berat Hajime yang semangat mengayunkan pedangnya menerjang prajurit lain yang berperan sebagai lawannya. Prajurit itu kewalahan dengan setiap gerakan Hajime yang lincah dan terkesan acak. Itu adalah gaya berpedangnya. Dalam hitungan tiga puluh detik, prajurit itu terduduk lemas pasrah dengan pedangnya yang melenting jauh karena tersabet pedang Hajime.
“Baik, cukup hari ini.”
Prajurit muda yang baru menetas dari pangkat kadet itu membungkuk hormat, lalu segera meninggalkan Hajime secepatnya. Hajime yang masih berdiri di arena tersebut sempat mendengar percakapan prajurit itu dengan kawannya.
“Hajime-san bersemangat sekali hari ini. Aku hampir pingsan tadi karena pedangnya hampir menyabet daguku..”
“Memang benar. Tetapi, kau masih beruntung hanya diminta sebagai lawannya bukan masuk sebagai anggota pasukannya. Aku tidak mau masuk pasukan yang dimintanya pada Baginda, soal menyerang penyihir Ushiwaka itu. Aku tidak akan pernah mau melawan penyihir itu..”
Hajime terdiam mendengar percakapan kedua prajurit muda itu. Lawan latihannya, yakni prajurit yang berambut mirip lobak itu sudah mengakhiri perkacapan keduanya dengan pergi ke istal, melihat kuda barunya.
Memangnya sehebat itukah penyihir Ushiwaka hingga terlalu disegani?
Hajime memang sudah melakukan rundingan dengan Baginda Daichi soal ini. Ia bahkan meminta kedua kandidat yang pada waktu itu sempat mengikuti sayembara sang Ratu untuk membantunya. Penyihir muda dan penari pengelana itu setuju dengan usul Hajime. Walaupun si penari agak enggan ikut serta, tetapi ketika Hajime mengatakan ada hadiahnya, ia setuju bergabung.
(Rupanya dia juga matre seperti kekasihnya.)
Pihak keluarga kerajaan dan para dewan pun menyetujui usul Hajime. Sang Raja yang tak mau ambil pusing soal masalah anaknya yang semakin hari semakin bertambah langsung memberikan Hajime pasukan kavaleri terkuat milik kerajaan.
Hajime dengan sopan menolak.
“Tidak perlu Baginda. Membawa banyak pasukan malah akan membuat hambatan. Cukup berikan saya tabib dan satu orang ksatria, itu saja.”
Sang Raja mengernyit heran, tetapi ia tetap mengabulkan permintaan anak jenderal favoritnya itu. Sang Raja memanggil seseorang berjubah yang kononnya tabib istana paling sakti mandraguna. Obat-obatan yang dibuatnya selalu bisa menyembuhkan siapapun. Sangat luar biasa. Tetapi..
Efek samping obatnya juga luar biasa.
“Baginda memanggil saya?” Seorang tinggi berpakaian jubah cokelat membawa gulungan resep obat datang, lalu membungkuk di hadapan sang Raja. Rambutnya yang kecokelatan menutupi dahi kanannya agak basah oleh keringat yang dihasilkan saat ia berlarian tadi.
“Kau kuutus mendampingi ksatria Hajime dalam misi pencabutan kutukan kudis Pangeran oleh penyihir Ushiwaka.” Raja Daichi ternyata cukup norak untuk sekadar memberi judul pada misi ksatrianya.
“Hee..?” Tabib itu menoleh ke arah Hajime yang menatapnya sengak. “Aku harus jadi tabib pasukannya Hajime-kun?” Dia pun juga memasang wajah sengak luar biasa.
Hajime tersenyum terpaksa, “Mohon bantuannya, tabib Futakuchi Kenji..”
=00=
Hari keberangkatan pasukan kecil Hajime tiba. Berlima; Hajime, penyihir Shouyo, tuan Keiji, tabib Kenji, dan seorang ksatria yang diketahui ternyata adalah junior Hajime sekaligus lawan tandingnya beberapa hari yang lalu diantar seluruh penduduk kerajaan yang sudah menyiapkan segala perlengkapan dan perbekalan semenjak ayam jantan belum bernyanyi berisik.
“Untunglah aku tidak terpilih masuk pasukan..” Kunimi Akira, prajurit baru sekaligus teman seperjuangan Kindaichi Yuutarou sejak orok menggenggam buku jarinya sambil terus bergumam kalimat yang sama.
Sedih, Yuutarou sudah muak dengan perlakuan Akira yang sejak semalam mendendangkan kalimat laknat yang membuat qoqoro Yuutarou tersayat hiperbolis. Ia sudah lelah pundung menyaksikan aura gloomy-nya berbaur dengan aura bintang-bintang emas milik Akira.
“Ini pasti gara-gara kau menyinggung soal pasukan Hajime-san!” Yuutarou berteriak lebay.
“Sst.. Sst..” Akira menggerakkan telunjuknya di depan Yuutarou, “Ini tidak ada hubungannya denganku. Alasan itu benar-benar tidak berdasar.” Akira berucap datar.
Yuutarou menangis sejadi-jadinya mendengar perkataan Akira yang sangat kejam-menurutnya. Seniornya, Issei dan Takahiro hanya bisa mengangguk-angguk sambil mengusap punggung si pemuda lobak yang menangis lebay disaksikan Hajime yang menatap bingung.
Sang raja telah sampai di gerbang Utara kerajaan, tempat pelepasan pasukan Hajime melaksanakan misi. Sang ratu dan putranya si akar permasalahan melambai cantik dari kereta kuda. Suara berisik para gadis membuat telinga Hajime iritasi. Rupanya sang pangeran sinting itu malah melambaikan tangannya untuk fans-fansnya.
Hajime gondok.
“Tooru! Kamu ini bukannya kasih semangat buat nak Hajime, malah lambai-lambai sama fans-fansmu?!” Si ibunda Ratu memaksa kepala Tooru untuk menoleh ke arah Hajime.
“Iwa-chan, SEMANGAT! POKOKNYA KAMU HARUS BALIK MESKIPUN DIKUTUK JADI KADAL SEKALIPUN!!” Sang Pangeran berteriak dengan volume full. Membuat Hajime menyesal telah menginginkan sedikit ucapan semangat dari pangeran yang super sinting ini.
“Ya! Kau tunggu saja pangeran pesolek!!”
=00=
“Hajime-san, apakah penyihir Ushiwaka itu benar-benar sakti??” Shouyo yang paling muda di rombongan itu bertanya semangat.
“Konon katanya begitu. Kata orang-orang dia sudah hidup ratusan tahun..” Hajime yang berkuda di depan menjawab.
“Kata orang belum tentu benar Hajime-san..” Kenji yang berkuda di sebelah Yuutarou yang murung berkata sambil tersenyum ganjil.
“Hah?” Hajime melotot ke arah tabib menyebalkan itu. Yang hanya dibalas kekehan panjang.
“Hajime-san jangan terlalu sering marah-marah ah, nanti cepat tua lho..” Kenji menyahut dengan wajah yang melirik kasihan.
Hajime gondok season 2.
“Sudahlah, mari kita lanjutkan perjalanan, segera bertemu penyihir Ushiwaka, mengalahkannya, lalu kembali dan menerima hadiah dari baginda raja..” Keiji bermaksud melerai, tapi ujung-ujungnya tetap memiliki niat terselubung.
Hajime tercenung. Apakah ini pilihan yang tepat, untuk menyerang penyihir Ushiwaka? Apakah ia dan kelompoknya akan menang? Strategi seperti apa yang kira-kira cocok? Kenapa di dalam kelompoknya tidak ada satupun manusia yang normal?!
Lihat saja, di dalam kelompoknya ada satu orang tabib narsis yang mulutnya siap menumpahkan berliter-liter garam, satu penari berwajah lempeng nan materialistis yang juga memiliki kekasih dengan fetish sama, satu bocah kutu loncat yang ternyata fans kecilnya pangeran sinting itu, dan satu orang juniornya yang sejak berangkat tidak terasa jiwanya ada di mana.
Hajime mendesah gegana.
“Akhh!!” Dari belakang sebuah suara menginterupsi rombongan itu. Ternyata Yuutarou yang sudah mendapatkan jiwanya kembali.
“Ada apa, Yuutarou?” Shouyo yang berkuda di sampingnya bertanya.
“Astaga, Hajime-san aku tidak tahu di rombongan kita ada penyusup berupa anak kecil..” Yuutarou menunjuk Shouyo yang sudah berteriak sebal saat Yuutarou mengatakan ‘anak kecil’.
“Aku bukan anak kecil, dasar kepala lobak!”
“K-k-kepala… lobak..??”
“Sudah, sudah kalian!” Hajime memutar kudanya mendekati kedua pemuda yang saling nyirnyir itu.
“Yuutarou, kenapa tadi kau berteriak?” Ulang Hajime yang sempat ditanyakan Shouyo.
“Aku baru ingat, bekal yang Akira buatkan untukku tidak terbawa..”
Hajime facepalm.
“Ayo lanjutkan perjalanannya.” Hajime memilih kura-kura dalam perahu alias pura-pura tidak tahu atas pernyataan Yuutarou yang kelewat absurd barusan.
“A-ah! Sebenarnya ada satu hal lagi yang kuingat..” Yuutarou salah tingkah karena diabaikan.
“Jangan bilang bahwa kau akan dibunuh si Akira itu kalau tidak memakan bekalnya?” Keiji menyahut tidak jelas.
“Mungkin saja..” Yuutarou menggumam pucat. “Ah, bukan begitu Hajime-san! Aku ingat dari buku milik pangeran Tooru, bahwa penyihir Ushiwaka itu memelihara raksasa..”
“Lalu kau percaya begitu saja..?”
“Habisnya kata senior Issei, itu adalah buku kesayangan pangeran Tooru, jadi tidak mungkin salah.”
Satu lagi fans beratnya pangeran sinting tercyduck.
“Kau tahu Yuutarou..” Hajime berkacak pinggang di atas kudanya. “Tooru itu chuunibyou, suka mengkhayal, jadi apapun yang ditulisnya atau dibacanya tidak usah dipedulikan bahkan dipercayai.”
“Bukannya yang chuunibyou itu kau, Hajime-san?”
“Hah!?”
“Hajime-kun kau chuunibyou? Wow.”
“Diam kau garam pasar!”
“Anu, bisa kita lanjutkan perjalanannya? Supaya cepat dapat hadiahnya?”
“Keiji-san, chuunibyou itu apa?”
Sepertinya perjalanan itu akan menjadi perjalanan jiwa yang panjang untuk Hajime.
=00=
Di istana, tepatnya di kamar bagian sayap kanan di puncak menara yang terkutuk oleh mantra amarah Baginda Ratu, Tooru manyun lima senti di kasurnya disaksikan Issei dan Takahiro yang tidak pernah lepas dari si Pangeran.
“Pangeran, sudah cukup manyunnya, bisa-bisa nanti keriputan lho..” Issei menyeletuk dan langsung mendapat sikutan oleh Takahiro.
“Matsun, KAU TIDAK MENGERTI YAH!?” Tooru berkoar.
“Yah, aku memang-“ Issei sekali lagi tersikut lengan Takahiro.
“Matsun, kau pelayanku masa kau tidak mengerti penderitaanku yang terkutuk oleh ibuku sendiri??” Tooru berteriak. Jiwa dramatisnya menguar busuk.
“Yah, pangeran kau cuma-“ Issei tersikut untuk ketiga kalinya.
“Aku salah ngomong apa lagi?” Issei menatap gemas Takahiro di sebelahnya.
Takahiro cuma nyengir. “Gak sih, enak aja nyikut-nyikut.”
Issei hampir melempar Takahiro keluar jendela.
“Stop kalian berdua! Kalian ini benar-benar… APA KALIAN INI PELAWAK??” Tooru histeris.
“Candaanmu lucu, pangeran. Tapi kami bukan pelawak.” Takahiro bergelayutan pada Issei yang hampir membuangnya dari jendela.
“Makanya berhenti mereceh di sini!” Tooru menyisir poninya ke belakang. “Ah, aku merasa jadi Iwa-chan, yang hobinya marah-marah terus..”
(Hajime yang hendak meneguk air, bersin dan membuatnya tumpah)
“Makki, masa ibuku yang kejam itu mengunciku di menara ini!? Memangnya aku Rapunzel yang dikurung oleh ibunya, ditemani kadal dan menunggu seorang pencuri datang??” Tooru memulai sesi curhatnya.
“Ah, ya, bedanya rambutmu tidak panjang.” Issei berkacak pinggang.
“Dan kau tidak ditemani kadal. Kami bukan kadal, pangeran.” Takahiro menyahut.
“Lagipula, cobalah ingat bagaimana ini bisa terjadi..?” Issei menghela napas.
Tooru mengusap dagunya, berusaha mengingat-ingat. Sepertinya tadi setelah ia mengantar rombongan Hajime berangkat ke Utara, ia kembali ke istana bersama ibunya. Lalu, dengan diam-diam ia menghilang dari pandangan bundanya yang kehilangan fokus mengawasinya, kemudian pergi lagi ke luar istana untuk..
“Menemui fans-fansku yah..? Hehe..” Tooru menggaruk pipinya yang merah-merah.
“Tepat sekali.”
“Untuk itu, kami sebagai pelayan setia Pangeran yang narsis ini, kami tidak akan membiarkan Pangeran keluar sejengkal pun dari menara kutukan ibunda Ratu!!” Takahiro berkoar dengan efek api di balik punggungnya.
“Eehh??”
Ratapan Tooru yang paling oenyoeh menggema berkali-kali siang itu.
=00=
“Fuwahh!! Air sungai ini segar!!” Shouyo meneguk banyak-banyak air yang mengalir di hadapannya.
“Untunglah kita bisa menemukan sungai di sekitar sini..” Kenji menampung air itu dalam wadah airnya. “Seharusnya kita tidak perlu mencari air untuk beberapa hari ke depan. Tapi, apa boleh buat, Hajime-kun bahkan gemetar saat memegang botol minumnya. Aku penasaran, apakah dia akan gemetaran saat memegang pedangnya??”
Hajime melirik sebal. Ia malas menanggapi tabib asin seasin ramuan obatnya yang kadang membuat orang yang meminumnya terkena efek samping yang berlebihan. Sembuh sih iya, cuma efek sampingnya itu juga iya-iya!
Terlepas dari ketiga makhluk yang sedang mengumpulkan air untuk bekal perjalanan mereka, dua makhluk lainnya sedang duduk santai tidak jauh dari pinggir sungai. Keiji sedang sok menyetel alat musik petiknya yang menurutnya fals. Dan Yuutarou sedang menatapi jamur yang tumbuh subur sambil mengingat wajah Akira. Dasar kurang ajar.
Shouyo yang sudah selesai minum dan mengisi perbekalan berjalan menuju kedua orang yang asyik duduk-duduk ketika mereka mengisi air. Shouyo tidak sengaja mendengar Yuutarou merapalkan nama Kunimi Akira berulang-ulang sambil menyentuh jejamuran yang berwarna cerah. Shouyo bergidik.
Baru saja Shouyo hendak duduk manis mengistirahatkan kakinya, suara berdebum yang samar menghampiri telinganya.
“Keiji-san, apa kau dengar itu?”
Shouyo memilih opsi bertanya pada Keiji, dibanding mengganggu Yuutarou dan ritualnya yang entah-kangen-entah-ingin-nyantet Kunimi Akira.
“Iya, aku dengar. Alat ini fals, aku akan memperbaikinya.”
Shouyo cengo. Tidak, bukan itu yang ia maksudkan. Yang ia maksudkan ialah suara berdebum yang entah dari mana asalnya, tetapi itu membuat Shouyo sedikit merinding disko. Shouyo memilih opsi ketiganya, yaitu diam dan mendengarkan suara yang semakin mendekat itu. Apakah itu gajah? Tidak gajah tidak akan membuat suara sebesar itu. Dinosaurus? Tidak mungkin. Kata temannya yang bekerja sebagai tabib juga di kerajaan (juniornya Kenji), kata Tsukishima Kei si penggila dinosaurus, hewan itu sudah lama punah.
Lalu, apa? Shouyo mencoba menertawakan dirinya yang sempat berpikiran bahwa itu adalah raksasa milik Ushiwaka yang tadi diceritakan Yuutarou. Tidak mungkin kan itu..
“Kalian semua lari, ada raksasa!” Hajime tergopoh-gopoh kembali bersama Kenji.
Haha, raksasa? Eh..?
“EH??”
Shouyo histeris. Yuutarou lebih histeris. Sebenarnya ia tidak terlalu histeris karena adanya raksasa yang sedang lari-lari ala India ke arah mereka. Ia lebih histeris karena apa yang ada di buku laknat pangerannya itu benar. Dasar fans gila.
Kelimanya segera menaiki kuda mereka yang juga panik. Hajime menoleh sedikit ke belakang, dan wajahnya pucat. Ada dua raksasa yang tertawa-tawa mengejar mereka-ah, hanya satu yang tertawa. Satu dari raksasa itu berambut klimis abu-abu, dan satu lagi yang mencolok..
“DIA TIDAK PUNYA ALIS!!!” Shouyo tambah histeris.
Raksasa yang tidak punya alis itu berlari lebih santai daripada raksasa satunya yang sibuk berteriak-teriak.
Memanggil kami? Pikir Hajime.
“Hey! Tuan-tuan! Hey!!” Si raksasa berambut klimis abu-abu berteriak. Suaranya menggelegar seperti sedang marah. Padahal ia sungguhan memanggil.
“Tunggu, kalian!” Hajime memanggil keempat orang yang sudah berlari di depannya.
“Hajime-san cepat lari dia akan mengambil alismu!!” Shouyo berteriak semakin histeris. Bahkan Yuutarou hampir menangis.
“Tidak, penyihir-kun, mereka sepertinya memanggil kita!” Hajime lebih kuat berteriak.
“Hebat sekali! Mereka memanggil kita supaya mereka bisa menginjak kita?!” Kenji semakin memacu kudanya.
Suara menggelegar si raksasa tidak berhenti. Debuman langkah kaki mereka semakin kuat mendekati kelima orang itu. Shouyo sudah merapalkan doa dan Yuutarou pun ikut sambil tetap menangis memeluk leher kudanya. Kenji sudah masa bodoh dengan orang-orang di sekitarnya, dan terus melaju lebih cepat daripada teman-teman rombongannya. Keiji tetap tenang, tetapi juga tidak mau menuruti perintah Hajime untuk berhenti. Hajime sendiri menyerah menyuruh rombongannya berhenti dan memutuskan untuk berlari menghindari kedua raksasa itu.
Raksasa itu semakin mendekat, mendekat..
Apakah mereka semua akan selamat?
=00=
Bersambung...
A/N
Setelah saia baca lagi, astaga saia ini nulis apaan..??
Aduh, maafkan saia karena ini garing banget.. Maaf juga yang sudah pernah baca fanfik ini di ffn dan malah baca ini lagi di sini...
Saia pengen debut di wp, cuman lagi gaada bahan buat nulis jadinya repost aja dari ffn... Hehe..
Oiya, ini kan ceritanya tentang Tooru yang dikutuk Ushiwaka, maka nih ada bonus pict :
Duh, saia bahagia liatnya :"))) www
Oke! Chapter ini cukup sampai sini, terima kasih sudah baca!
Salam, KelinciAjaib
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top