No Mercy 8

"Bagaimana?"

Gale memberikan tablet pada Xavier. Di sana, tampak sebuah foto yang menampilkan Elodie tengah tertidur pulas di tempat tidur.

"Seperti yang diperintahkan, Tuan. Saat ini Elodie sudah berada di Larkspur Hollow. Beberapa orang sudah menjaganya."

Larkspur Hollow adalah sebuah daerah terpencil yang terpisah paling tidak tiga ratus kilometer dari Solstice Ridge. Jaraknya yang jauh dari kota dan desa lainnya menjadikannya tak ubah sebuah dimensi yang berada di ujung peradaban. Ia seolah menarik diri dari hiruk-pikuk keramaian dunia.

Tak banyak orang yang mengetahui keberadaan Larkspur Hollow. Bahkan Xavier pun mengetahui keberadaannya secara tak disengaja. Ia tengah berada di situasi yang tak menguntungkan dan berhasil menyelamatkan diri dengan bersembunyi di sana. Jadilah sejak itu Larkspur Hollow menjadi tempat yang berkesan untuknya.

Selain karena kenang-kenangan yang terkesan melankolis tersebut, Xavier akui bahwa Larkspur Hollow adalah tempat yang menenangkan. Posisinya terhampar di antara lembah hijau yang membentang luas. Udaranya segar dan bersih, khas daerah yang tak tercemar oleh polusi. Hawanya sejuk dan aroma tanah yang lembab menciptakan suasana yang menenangkan.

Walau demikian ada satu hal pasti yang menarik perhatian Xavier, yaitu tak ada kehidupan manusia di Larkspur Hollow. Hal tersebut tidaklah mengherankan mengingat posisinya yang jauh dari kota dan desa-desa lain. Nyaris seperti terisolasi dari kemajuan dan perkembangan zaman, tentunya wajar bila orang-orang meninggalkan daerah itu.

Jadilah Xavier mengklaim diri sebagai pemilik Larkspur Hollow. Dibangunnya daerah itu demi mempermudah akses. Dirapikannya beberapa bagian sehingga menambah nilai estetika, tentunya tanpa mengusik keindahan alami yang telah lebih dahulu tercipta.

Sebagai contoh, Xavier biarkan saja bangunan-bangunan tertentu untuk tetap berdiri. Di antaranya adalah beberapa rumah kuno yang beratapkan jerami. Keberadaannya tak ubah menyusun barisan, seolah-olah tengah menggantikan peran manusia untuk menceritakan kisah masa lalu yang sarat akan kenangan.

Jalan aspal pun tak sepenuhnya menggantikan keberadaan jalan setapak berbatuan. Pada beberapa titik, jalan-jalan alami itu masih bertahan dan memberikan kesan tersendiri setiap kali kaki menapak.

Xavier menjadikan Larkspur Hollow sebagai tempat untuk bersantai. Bila tengah banyak pikiran atau merasa stres maka ia hanya perlu pergi ke sana. Dihabiskannya waktu sekitar dua atau tiga hari dan pikirannya pun akan jernih kembali.

Larkspur Hollow memang serupa surga. Pepohonan tua yang menjulang tinggi di sekeliling memberikan naungan yang teduh. Suara gemericik air sungai kecil tak ubah simfoni alam yang menenangkan. Belum lagi ditambah pemandangan langit cerah yang seolah-olah menjadi panggung untuk mentari terbit, atraksi burung-burung yang beterbangan, dan angin sepoi-sepoi yang terus berembus.

Xavier merasa beruntung memiliki Larkspur Hollow dan itu tak lepas dari bantuan Caleb. Persis seperti yang sudah-sudah, Caleb adalah orang yang selalu membantunya untuk semua hal yang berkaitan dengan tanah dan bangunan. Hubungan mereka telah terjalin baik untuk bilangan tahun yang tak sebentar. Transaksi di antara keduanya berjalan lancar sampai nama Zayn menyelinap dan menimbulkan spekulasi di mana-mana. Hal tersebut memberikan dampak tak main-main, persis seperti sekarang.

Berawal dari berita panas yang menyorot gesekan antara Xavier dan Zayn dalam memperebutkan dominasi di dunia bisnis malam, nama Caleb terombang-ambing. Ia seperti berada di antara dua pilihan, condong pada Xavier ataukah Zayn.

Kabar terkini pun berembus. Diduga Caleb lebih memilih untuk bekerjasama dengan Zayn. Entah apa penawaran yang diberikan oleh Zayn, nyatanya Caleb disinyinalir tengah mengurus pembebasan lahan di distrik The Fyrox.

Alhasil tak aneh mendapati perhatian publik langsung tertuju pada Xavier ketika berita kematian Caleb tersiar ke seluruh penjuru negeri. Semua orang menudingnya sebagai dalang dari kejadian keji itu dan jadilah sekarang ia memutar otak demi mengusahakan berbagai cara untuk terlepas dari situasi buruk tersebut.

Di waktu bersamaan, kemunculan Elodie dengan rekaman videonya membuat Xavier jadi makin pusing. Terlepas dari fakta bahwa video itu tidak mampu membersihkan namanya, tetapi ia tak bisa membiarkan Elodie begitu saja karena video tersebut justru bisa sekali semakin membuat kotor namanya.

Xavier putuskan menerima penawaran Elodie. Ia akan membiayai operasi Paula dan memberikan pekerjaan untuk Eloise. Namun, ia perlu diyakinkan bahwa Elodie tidak akan mengkhianatinya. Jadilah ia mengurung Elodie di Larkspur Hollow.

"Siapa yang bertugas di sana?"

Gale memberikan satu nama yang ditugaskannya untuk menjadi kepala keamanan. "Rory Lewis, Tuan. Bagaimana menurutmu?"

"Bagus," angguk Xavier. Diingatnya bahwa Rory adalah salah satu orang yang bisa diandalkan. Rory menjalankan tugas yang berhubungan langsung dengannya dan Gale. Termasuk di dalamnya menjadi orang yang turut serta berperan dalam menemukan keberadaan Caleb kemarin. "Dia adalah orang yang tanggap. Jadi aku tak perlu khawatir bila Elodie mencoba untuk melakukan sesuatu."

Berbekal dengan kejadian semalam dan persiapan yang dilakukan sebelum menemuinya, Xavier yakin bahwa Elodie akan berusaha kabur dari Larkspur Hollow. Ia tak bisa mengambil risiko dan menyerahkan Elodie dalam pengawasan orang yang bisa diandalkan adalah jawabannya.

"Lalu bagaimana dengan pertemuan malam ini, Tuan? Apakah tidak sebaiknya dibatalkan saja?"

Xavier mengerjap. Sekilas, dilihatnya jam tangan dan disadarinya bahwa saat itu hari telah menginjak pukul enam sore. "Tidak bisa, Gale. Pertemuan tetap harus dilakukan. Apa pun yang terjadi, kita akan pergi."

Gale mengangguk walau dengan kesan berat. Bukan tanpa alasan, melainkan para reporter yang terus mengisi pelataran kantorlah yang menjadi penyebabnya.

Xavier dan Gale memutuskan untuk meninggalkan Lumos Global di pukul sepuluh malam. Sebelumnya Gale telah memerintahkan anak buahnya untuk membersihkan parkiran dari para reporter dan semua orang yang mencurigakan. Namun, ternyata para reporter semakin handal. Jadilah Xavier dikerumuni oleh orang-orang bersenjatakan kamera dan perekam suara.

"Tuan Ordego, apa pendapat Anda mengenai kematian Caleb Johnson? Menurut isu yang beredar, kematian Caleb ada kaitannya dengan Anda."

"Apakah benar bahwa kematian Caleb akan memberikan keuntungan pribadi untuk Anda, Tuan Ordego?"

"Mungkinkah—"

Gale segera bertindak. Dicegahnya para reporter yang terus berusaha untuk mendesak Xavier. "Maaf, tidak ada pertanyaan."

Gale dengan cepat memanggil bala bantuan melalui penyuara telinga. Beberapa orang bersetelan hitam segera datang dan melakukan penanganan dengan sigap. Situasi dengan cepat terkendali dan Gale langsung mengarahkan Xavier ke mobil.

"Selamat malam, Tuan Ordego!"

Langkah Xavier terhenti seketika. Matanya memejam dramatis dan mulutnya terkatup rapat, mencegah umpatan yang siap untuk melompat.

Xavier membuang napas panjang sedetik kemudian. Ia berpaling dan membalas sapaan tersebut. "Selamat malam juga, Fontaine."

Lee menghampiri Xavier. Ia tak sendiri. Datang bersamanya, adalah Gideon Hunter, seorang detektif yang memiliki keahlian khusus dalam kasus pembunuhan.

"Hari yang melelahkan, kutebak," ujar Lee setelah mengakhiri isapan terakhir pada rokok. Ia banting puntung rokok di lantai parkiran, lalu diinjaknya hingga puntung itu benar-benar padam. Xavier hanya melihat tindakannya tanpa mengatakan apa-apa. "Jadi, bagaimana dengan pertanyaan-pertanyaan reporter tadi? Apakah kau akan mendapatkan keuntungan pribadi dari kematian Caleb?"

Xavier menyipitkan mata. Sesaat, ditatapnya wajah Lee yang tampak kusam. "Aku yakin, sebagai seorang letnal, pastilah kau memiliki pekerjaan yang padat, Fontaine. Aku harap kau tidak menghabiskan waktumu seharian di parkiran kantorku hanya karena spekulasi-spekulasi tak masuk akal itu."

"Aku tak pernah mengira kalau parkiran di sini lebih nyaman dari ruanganku di kepolisian Solstice Ridge. Suasananya nyaman dan tidak berisik."

"Baiklah kalau begitu. Kau bisa menghabiskan waktumu di sini. Aku permisi."

Xavier berniat untuk segera pergi dari sana, tetapi Lee justru menahannya. Lee maju dan mengadang jalan Xavier.

"Sabar, Ordego. Mau ke mana kau terburu-buru begini? Apakah kau sedang merencanakan sesuatu terkait kematian Caleb?"

Gale berniat untuk mendorong Lee. Menurutnya, tindakan Lee sudah melewati batas. Lee berani mengadang Xavier bahkan dengan menahan dadanya.

"Gale."

Namun, Xavier melarang Gale. Diberinya isyarat sehingga Gale kembali memundurkan langkah.

"Maaf, Fontaine, tetapi seperti yang kau ketahui, aku punya banyak pekerjaan. Jadwalku dalam sehari bisa sangat penuh dan itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan kematian Caleb."

Lee mendengkus, lalu tersenyum miring. "Benarkah begitu? Benarkah kau tidak ada hubungannya dengan kematian Caleb."

"Dengar, Fontaine. Aku tidak punya waktu luang untuk meladeni ocehanmu," lanjut Xavier sembari berusaha menahan emosi. Ditahannya gelegak amarah yang mulai menunjukkan tanda-tanda ingin meledak. "Jadi, kalau kau memang memiliki keraguan terhadapku, sederhana saja. Silakan kau kumpulkan bukti dan siapkan surat perintah penangkapan. Setelahnya kujamin kalau aku akan punya waktu tak terbatas untukmu."

Lee bergeming untuk sesaat. Ditatapnya Xavier dan ia mendapatkan sorot serupa. Mereka sama-sama tak berkedip dan lalu ia berdecak sambil mengangguk beberapa kali.

"Well, sepertinya itu adalah ide yang bagus. Kuharap kau tak menyesal karena telah berkata seperti itu, Ordego."

"Tidak sama sekali. Aku justru penasaran, apakah kau mampu mendapatkan surat perintah penangkapan untukku?" Xavier tersenyum penuh arti, lalu diputuskannya bahwa sekaranglah waktunya untuk mengakhiri pembicaraan itu dan pergi. "Jadi, selamat malam, Fontaine. Semoga beruntung dengan penyidikanmu."

Xavier pun langsung beranjak setelah menuntaskan perkataannya. Di belakangnya, Gale mengikuti langkahnya dengan memberikan lirikan sekali pada Lee.

Lee hanya mendengkus. Dilihatnya kepergian Xavier dan Gideon menyeletuk.

"Dia tampaknya yakin bisa lolos dari kasus ini. Dia begitu percaya diri."

Lee mengangguk. "Benar. Lagi pula selama ini dia selalu bisa lepas dari jerat hukum."

"Itulah yang membuatku jadi bersemangat," ujar Gideon sambil melirik Lee. "Bagaimana denganmu?"

"Sama."

*

Bila diingat-ingat, sepertinya Elodie pernah berada di satu masa yang mana ia menyenangi keindahan alam. Tak terbatas pada pantai dan danau, pada dasarnya ia memang menyukai sesuatu yang bebas dengan kesan natural. Ia juga menyukai pegunungan dan hutan. Jadilah wajar jika dulu ia kerap mendesak Landry dan Paula untuk berlibur ke luar kota.

Namun, itu dulu. Masa itu telah lama berlalu. Elodie sudah lama memutuskan untuk tidak lagi menyukai hal-hal semacam itu. Ia tak lagi mendatangi tempat-tempat wisata bernuansa alam, alih-alih tempat rekreasi terkini. Semisalnya, kafe, salon, atau mungkin kelab malam.

Jadilah sekarang, berada di tengah-tengah hutan yang tak diketahui namanya, membuat Elodie dihinggapi beragam emosi. Beberapa kenangan indah masa lalu sempat datang kembali dan mengisi benaknya. Ia jadi teringat lagi bahwa dulu ia pernah merasakan kebahagiaan keluarga sebelum akhirnya semua jadi kacau berantakan.

Elodie mengusir kenangan beserta perasaan melankolis yang menyertainya. Difokuskannya pikiran pada kenyataan sekarang, yaitu ia telah dikurung oleh Xavier di tempat yang tidak ia ketahui di mana.

Emosi Elodie bangkit. Dadanya mulai bergemuruh. Wajah memerah dan ia segera menuju pintu. Dicobanya untuk membuka pintu tersebut, tetapi tak bisa. Pintu terkunci dan jadilah ia menggedor-gedor dengan membabi buta.

"Xavier! Buka pintunya sialan! Dasar bajingan! Bisa-bisanya kau mengurungku seperti ini!"

Tak ada respons yang Elodie dapatkan. Suasana hening dan nyaris membuat ia jadi merinding sendiri. Xavier tidak mungkin membiarkannya seorang diri di tengah-tengah hutan bukan?

Celakalah Elodie kalau Xavier sampai melakukan itu padanya. Ia tak terima dan rasa takut pun mulai hadir. Sederhana saja, ia butuh makan.

"Xavier! Buka pintunya atau kau akan menyesal! Aku tidak main-main! Xavier sialan!"

Elodie mulai putus asa. Sekuat apa ia menggedor, pun sebanyak apa umpatan ia ucapkan, nyatanya pintu sama sekali bergeming. Jadilah ia merosot seraya memegang daun pintu. Ia terduduk di lantai dan mulai merutuki nasib.

Mungkin bertransaksi dengan Xavier adalah ide buruk. Mungkin tak sepatutnya ia mencari urusan dengan Xavier. Mungkin seharusnya—

Satu suara menjeda semua pemikiran di benak Elodie. Ia mengangkat wajah dan didengarnya suara kunci yang diputar, lalu disusul oleh pergerakan pada daun pintu.

Bola mata Elodie membesar. Ia langsung bangkit. Pintu terbuka dan Xavier muncul.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top