No Mercy 26

Sebelumnya aku minta maaf karena Februari kemaren aku lenyap dari peredaran. Aku benar-benar keteteran dengan hal tak terduga yang datang di luar rencana. Jadi, terima kasih untuk pengertian kalian. Semoga bulan ini semua lancar dan terkendali.

Selain itu, karena bulan ini udah memasuki bulan puasa, jadi jadwal update aku sesuaikan ya. Kali aja kalian mau perbanyak ibadah atau ada aktifitas lainnya di siang hari. Jadi, aku update pukul 21.00 WIB biar kalian ga kepikiran sama cerita aku.

◌⑅⃝●♡⋆♡LOVE♡⋆♡●⑅⃝◌

Dalam keheningan yang menyiksa, jantung Elodie berdetak dengan amat riuh. Degupnya semakin tak terkendali sehingga menutupi suara apa pun di sekitarnya. Setiap denyutan terasa seperti dentuman di kegelapan malam. Tubuhnya menegang, otot-ototnya seolah terbelenggu dalam kekakuan yang tak terelakkan.

Antisipasi yang membara memenuhi pikiran Elodie, hadirnya memperkuat rasa takut untuk kian mendominasi setiap sentimeter dari keberadaannya. Dia merasa seperti tenggelam dalam lautan ketidakpastian, ditarik oleh arus gelap yang mengancam unntuk menelannya.

Keadaan itu mendorong Elodie untuk terus berpegangan pada Bruno Henderson, pengawal yang ditugaskan Rory untuk menjaganya. Keberadaan Bruno memberinya sedikit keamanan, tetapi tak cukup ampuh untuk menenangkannya.

"Menurutmu," lirih Elodie dengan suara rendah, nyaris berbisik. Diremasnya tangan Bruno. "Siapa orang yang berani datang ke sini? Ke vila Xavier?"

Bruno melirik. Bisa dirasakan olehnya ketakutan Elodie, tetapi dia tak abai untuk seberkas penasaran yang berkilat di matanya. Walau demikian dia memilih tak menjawab pertanyaan Elodie.

Hening kembali menyelimuti. Mereka sama-sama diam dengan tatapan yang tertuju pada kamar Elodie. Keduanya menunggu Rory yang tengah memeriksa keadaan di dalam sana.

Selama itu, Bruno tak luput untuk mengamati keadaan sekitar. Dalam kegelapan malam, dilihatnya setiap sudut terkelam. Dipastikannya tak ada hal mencurigakan yang bisa mengancam keselamatan Elodie.

Sesaat berlalu dan Rory keluar. Elodie segera menghampirinya.

"Bagaimana? Apakah kau melihat orang itu?"

Rory menggeleng singkat. "Tak ada siapa pun."

"Tak ada siapa pun?" tanya Elodie mengulang perkataan Rory dengan mata membesar. Sekilas, dia sempat melihat ke arah kamarnya sebelum kembali melihat pada Rory. "Kau serius? Maksudku, aku jelas sekali mendengar langkah seseorang di balkon tadi."

"Aku sudah memeriksa, tetapi memang tak ada siapa pun. Walau begitu jendela balkon memang terbuka."

Elodie menyipitkan mata. Dalam pencahayaan terbatas lampur senter, wajahnya terlihat serius ketika berkata. "Penyusup itu yang membuka jendela balkon kamarku. Aku sedang bersiap untuk tidur, jadi mustahil aku tak menutup jendela. Aku tidak ingin mengambil risiko masuk angin."

"Aku akan memperketat penjagaan, Nona Ford. Kau tak perlu khawatir."

"Bagaimana mungkin aku tak khawatir?" Kali ini mata Elodie justru membesar. Dipelototinya Rory sembari menunjuk kamar. "Ada penyusup yang membuka jendela balkon kamarku dan kau menyuruhku untuk tak khawatir? Kau pikir nyawaku ada berapa? Lagi pula ..." Dia melihat sekeliling dengan ekspresi penuh waspada. "... sampai kapan listrik akan padam seperti ini? Aku memang tidur dengan lampu padam, tetapi bukan berarti harus gelap gulita seperti ini."

Rory segera mengeluarkan ponsel. "Sebentar, Nona Ford. Aku akan mengeceknya."

Setelahnya Rory sedikit beranjak sementara Elodie terus saja mengamati keadaan sekeliling. Sesekali, dia pun mengusap kedua tangannya, seolah tengah berusaha mengusir rasa tak nyaman yang terus membelenggu.

Di lain pihak, Rory yang menghubungi Nicco tak membutuhkan waktu lama untuk mendapati panggilannya diangkat. "Halo."

"Halo, Rory."

"Apa yang terjadi?" tanya Rory tanpa berbasa-basi sedikit pun. "Mengapa aliran listrik putus?"

"Kami sedang mengeceknya dan—"

Listrik terhubung kembali dan lampu pun menyala. Jadilah Elodie, Rory, dan Bruno melihat ke atas secara serentak, pada lampu di langit-langit yang kembali menyala.

"Sudah tersambung kembali, Rory."

"Ya," ujar Rory dengan wajah yang tak menunjukkan lega sama sekali. Untuk itulah dia kembali beranjak demi menciptakan jarak yang lebih jauh dari Elodie. Dia tak ingin Elodie mendengar ucapannya yang selanjutnya. "Aku ingin kau mengecek lebih lanjut. Listrik di sini tak pernah putus sebelumnya. Aku khawatir ada yang tidak beres."

"Tentu saja, Rory. Lagi pula timku masih mengeceknya hingga sekarang. Aku akan mengabarimu info terbaru."

"Aku tunggu." Rory mengakhiri panggilan dan memasukkan ponsel ke saku sembari menghampiri kembali Elodie. "Aku akan memperketat penjagaan, Nona Ford. Sekarang, kau bisa beristirahat."

Elodie memang senang karena pada akhirnya listrik kembali tersambung dan lampu kembali menyala, tetapi satu hal tersirat di ucapan Rory membuatnya tak bisa lengah begitu saja. "Kenapa kau memperketat penjagaan kalau semua baik-baik saja?"

Rory diam.

"Ternyata benar dugaanku, pasti ada sesuatu. Ada penyusup di sini."

Rory mencoba untuk meyakinkan Elodie. "Memperketat penjagaan bukan berarti keadaan memang mengkhawatirkan, Nona Ford. Sebaliknya, aku hanya melakukan tugas untuk membuatmu aman dan merasa aman."

"Sesukamu saja," tukas Elodie dengan wajah kesal. Lalu diulurkannya tangan. "Sini ponselmu. Hubungi Gale. Aku ingin bicara dengan Xavier."

Rory tampak bimbang, tetapi Elodie terus mendesak. Bahkan dia tak segan-segan untuk mendelik demi meyakinkan Rory bahwa dirinya serius. Jadilah Rory tak punya pilihan lain, diambilnya ponsel dari dalam saku dan dihubunginya Gale.

Panggilan tersambung dan Rory menyerahkan ponselnya pada Elodie. Nada sambung memenuhi indra pendengaran Elodie dan sesaat kemudian telepon diangkat. Suara Gale terdengar.

"Halo—"

Elodie tak memberikan waktu untuk Gale sekadar menyapa. Segera saja dia berseru. "Gale! Mana Tuan Xavier-mu itu?"

"Nona Ford, aku—"

"Ada seseorang di rumah ini, Gale!" seru Elodie lagi memotong ucapan Gale. Diabaikan olehnya ucapan Rory tadi. "Lampu padam dan jendela balkon terbuka!"

Hening sesaat, Elodie tak mendengar suara Gale. Sempat dikira olehnya panggilan itu terputus, tetapi ternyata tidak. Jadilah dia berniat untuk kembali bicara dan bersamaan dengan itu, terdengar suara Xavier.

"Elodie, a—"

Elodie tak bisa menahan diri. "Xavier."

"Apa yang terjadi?"

Elodie menjawab tanpa tedeng aling-aling. "Lampu di sini padam. Semua gelap dan jendela balkon terbuka."

"Bagaimana keadaanmu?"

"Aku?" Elodie membuang napas panjang. Matanya berputar sekali dengan dramatis walau tahu dengan pasti Xavier tak akan melihat ekspresi kesalnya kala itu. "Oh, tenang saja. Aku baik-baik saja, tetapi astaga! Bisa-bisanya vila semewah ini mengalami padam lampu?!"

Suara bernada tinggi Elodie membuat Rory mendeham sekilas sementara Bruno justru mengernyit. Agaknya mereka sama-sama tak mengira kalau Elodie akan seekspresif itu.

"Jadi, kau pasti bisa memperkirakan perasaanku sekarang bukan? Aku cemas, Xavier. Bagaimana kalau nanti listrik kembali terputus ketika aku tidur? Lalu, jendela balkon kamarku kembali terbuka dan penyusup itu masuk? Aku tidak ingin mati konyol di sini."

"Kau tidak akan mati konyol di sana, Elodie." Suara Xavier terdengar tenang. "Ada Rory dan timnya yang akan menjagamu. Kau tak perlu khawatir."

Elodie mengatupkan mulutnya rapat-rapat. "Gampang betul kau menyuruhku untuk tak perlu khawatir. Lihat saja! Kalau sesuatu terjadi padaku maka kaulah orang yang paling menyesal!"

"Kau—"

Elodie segera mengakhiri panggilan itu secara sepihak. Agaknya kekesalannya semakin tak terbendung. Ternyata bukan hanya Rory yang meremehkan kekhawatirannya, bahkan Xavier pun demikian.

Sempat Elodie meremas ponsel Rory demi meluapkan sedikit kekesalannya sebelum mengembali ponsel tersebut. "Ingat perkataanmu tadi, Rory. Kau harus memperketat penjagaan. Kalau sampai terjadi sesuatu padaku maka bisa kupastikan Xavier akan mengirismu hidup-hidup."

Rory menyambut ponselnya kembali sambil mengangguk. "Tentu saja, Nona Ford. Selamat beristirahat."

Elodie tak mengatakan apa-apa lagi. Dia masuk ke kamar dan menutup pintu, sekilas terdengar suara dia mengunci pintu.

Sepeninggal Elodie maka Rory pun beralih pada Bruno. Diperintahkannya Bruno untuk menjaga kamar Elodie bersama dengan satu anggota tim lainnya. Setelah itu, dia pun tak lupa untuk memperketat penjagaan di bawah kamar Elodie. Dia memastikan bahwa penjagaan itu amat ketat sehingga tak ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh seorang penyusup pun.

*

Gale bisa menangkap keresahan Xavier hanya dengan sekilas melihat. Jadilah wajar bila Xavier segera memberinya perintah ketika dia mengambil kembali ponselnya dari atas meja.

"Segera hubungi Rory. Tanyakan padanya, apa yang terjadi di Larkspur Hollow."

Gale mengangguk. "Baik, Tuan." Dia segera menghubungi Rory dan panggilannya diangkat dalam waktu singkat. "Halo, Rory."

"Halo, Gale."

Gale langsung bertanya. "Apa yang terjadi di Larkspur Hollow?"

"Aliran listrik di sini sempat terputus beberapa saat, tetapi sekarang sudah terambung kembali. Nicco sedang mencari penyebab terputusnya aliran listrik tadi."

"Lalu, apa maksud perkataan Nona Ford tadi? Dia mengatakan ada seseorang di sana," lanjut Gale, lalu bertanya. "Apakah ada penyusup di sana?"

Pertanyaan itu membuat wajah Xavier menegang. Terus dilihatnya Gale dengan perasaan tak sabaran. Dia ingin tahu, sebenarnya apa yang tengah terjadi di Larkspur Hollow/

"Belum bisa dikatakan demikian. Jendela balkon kamar Nona Ford memang terbuka dan dia mengatakan memang ada seseorang yang masuk ke kamarnya, tetapi aku tak menemukan apa pun. Penyusup itu tak ada dan tanda-tanda kehadiran seseorang pun tak ada. Namun, aku tetap memperketat penjagaan, Gale."

"Baiklah. Segera kabariku bila ada sesuatu."

"Baik, Gale."

Panggilan berakhir. Gale memasukkan kembali ponsel ke saku, lalu melaporkan hasil pembicaraan tadi. Xavier menyimak informasi tersebut dengan serius, tangan kanannya naik ke atas meja, dan jari-jemarinya mulai meremas satu sama lain.

Tak buruh waktu lama untuk Xavier mengambil keputusan. "Kita pergi ke Larkspur Hollow sekarang juga, Gale. Aku tak ingin mengambil risiko apa pun. Keselamatan Elodie adalah yang terpenting saat ini dan aku ingin kau memeriksa keadaan di Larkspur Hollow."

Bukan hanya karena Xavier lebih meyakini penilaian Gale, melainkan dia pun ingin memastikan keadaan di Larkspur Hollow dengan mata kepala sendiri. Jadilah dia tak berpikir dua kali untuk bangkit dari kursi dan melalui perjalanan sekitar dua setengah jam.

Tiba di Larkspur Hollow, keadaan terpantau tenang seperti biasa. Seorang pengawal membuka pintu dan Xavier turun dari mobil.

Xavier segera masuk ke vila dengan diikuti oleh Gale. Mereka melewati para pengawal yang menunduk sopan. Lalu keduanya menuju tangga dan pada saat itulah Xavier berkata.

"Segera periksa keadaan, Gale."

Gale mengangguk. "Baik, Tuan."

Xavier dan Gale berpisah tujuan. Sementara Xavier terus menaiki tangga maka lain lagi dengan Gale. Dia segera menemui Rory dan Nicco untuk mendapatkan laporan terkini. Setelahnya, dia pun memutuskan untuk turut mengecek keadaan sekitar.

Di sisi lain, Xavier yang tiba di kamar Elodie tertegun untuk sejenak. Ada Bruno di dekatnya, bersiap untuk membuka pintu kamar Elodie. Namun, pada akhirnya dia justru beranjak dari sana. Diyakini olehnya, lebih baik membicarakan hal itu esok pagi.

Waktu bergulir dengan tanpa terasa. Malam telah berganti pagi hanya dalam beberapa jam yang tak seberapa. Xavier sudah berada di kamar Elodie dengan meja yang telah terisi beragam menu sarapan. Dia menikmati sarapan dan tak berapa lama kemudian Elodie pun bangun.

"Xavier."

Xavier tampak acuh tak acuh. Dia terus saja mengunyah sementara Elodie segera menyambar jubah piama dan mengenakannya, lalu menghampirinya.

"Akhirnya kau datang juga," ujar Elodie sembari membuang napas panjang. Sekilas, dia menyugar rambutnya yang berantakan, sedikit merapikannya. "Kupikir kau memang tak akan peduli dan membiarkanku mati konyol di sini."

Xavier menjeda sarapannya. Diraihnya segelas air putih dan dilegakannya rasa kesat di tenggorokan. "Sudah kukatakan, kau tak akan mati konyol di sini. Bukankah pernah kukatakan padamu? Orang-orangku akan menjagamu selama 24 jam."

Bola mata Elodie berputar dengan malas. "Memang, kau memang pernah mengatakannya, tetapi itu dengan konteks yang berbeda. Penjagaan yang kau maksud adalah untuk mencegahku kabur dari sini, bukan untuk memastikan keselamatanku."

Ucapan Elodie ada benarnya. Jadilah Xavier mendeham sejenak, disandarkannya punggung, dan lalu bertanya. "Jadi, apakah yang sebenarnya terjadi semalam? Kau mengatakan bahwa jendela balkonmu terbuka dan ada penyusup yang masuk."

"Memang itulah yang terjadi," ujar Elodie seraya melirik pada jendela balkon yang dimaksud olehnya. "Aku jelas sekali mendengar suara langkahnya. Aku tak mungkin berhalusinasi, itu memang kenyataan."

Xavier tak mengomentari perkataan Elodie, melainkan dia turut menatap jendela balkon tersebut. Seingatnya, jendela balkon itu memiliki sistem penguncian yang bagus, jadi mustahil bila ada penyusup yang bisa masuk dengan semudah itu. Lagi pula semua fasilitas di vila itu sudah memenuhi standar kenyamanan dan keamanannya.

"Aku berani bersumpah, Xavier."

Xavier mengerjap, lalu refleks dilihatnya kembali Elodie. Kala itu wajah Elodie tampak amat serius. Elodie pun menatapnya dengan tanpa kedip sama sekali.

"Aku merasa sedang diperhatikan seseorang saat ini."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top