No Mercy 25
Madam D langsung bangkit dari duduk ketika mendapati pintu terketuk dan setelahnya Gale muncul. Perasaannya menjadi tak enak. Sebabnya adalah jarang sekali Gale menemui dirinya.
"Halo, Gale. Lama tak berjumpa." Madam D menyapa dengan sopan, lalu dipersilakannya Gale. "Silakan duduk, Gale."
Gale duduk di hadapan Madam D. Mereka dipisahkan oleh meja kerja yang nyaris tak diisi oleh apa pun.
Madam D tersenyum, mencoba untuk tetap tenang. "Ada apa, Gale?"
"Aku ingin menanyakan sesuatu."
"Oh, apakah itu?" tanya Madam D dengan rasa penasaran. Kedua tangannya naik dan mendarat di atas meja kerja. Jari-jemarinya saling bertautan dan ia menunggu. Namun, Gale tak kunjung bertanya. Jadilah ia memejamkan mata dengan dramatis, lalu mengangguk paham. "Aku mengerti." Ia beralih pada Amos yang terus berdiri di dekat meja kerja. "Kau keluar dulu."
Amos mengangguk. "Baik, Madam."
Amos pergi, jadi tinggallah Madam D dan Gale di sana.
"Aku ingin bertanya mengenai Eloise. Kau masih mengingatnya bukan?"
Samar, ada kerutan di dahi Madam D. Ia mengangguk. "Ya, tentu saja aku masih mengingatnya. Tak banyak wanita yang ingin cari gara-gara denganku. Jadi, ada apa lagi dengannya? Apa dia ada berbuat masalah yang lain?"
"Tidak," jawab Gale singkat. "Sebaliknya, aku ingin tahu. Apakah Tuan Brody ada menghubungimu berkenaan dengan Eloise?"
Bukan pertanyaan yang diantisipasi oleh Madam D. Jadilah ia berpikir sejenak seraya bergumam. "Tuan Brody. Ehm. Tuan Brody." Sesaat kemudian, bola matanya membesar. "Ya, ada. Seingatku beberapa kali Tuan Brody menghubungiku secara langsung hanya untuk menanyakan Eloise. Sejujurnya, malam itu Tuan Brody berulang kali mendesakku agar melemparkan Eloise padanya. Namun, aku tak mungkin melakukannya. Elosie sudah dipesan oleh Tuan Xavier. Nyawaku bisa melayang."
Gale mengangguk paham. Kejadian itu selaras. Eloise yang dipesan oleh Xavier dan yang datang malah Elodie. "Lalu?"
"Sepertinya Tuan Brody terobsesi dengan Eloise. Kau tahu? Setelah tengah malam, Tuan Brody kemari dan menanyakan soal Eloise. Dipikirnya kalau Eloise sudah selesai melayani pelanggan sebelumnya maka ia tak keberatan untuk menunggu sejenak. Kalau kau tak percaya, kau tanyalah Amos."
Gale mengernyit. Lalu buru-buru ia mendeham.
"Aku tahu. Itu benar-benar menggelikan bukan? Aku juga tak mengira ada pria yang ingin mengantre pelacur," tukas Madam D sambil geleng-geleng. Selanjutnya, ia menarik napas sejenak. "Tentu saja aku menolak keinginannya. Kau tahu bukan? Malam itu dia menipu Tuan Xavier. Dikatanya bahwa dia perawan, tetapi ternyata tidak. Oh! Aku benar-benar takut Tuan Xavier akan menggantungku hidup-hidup."
Gale mengangguk sekali dan bertanya demi meyakinkan perkataan Madam D tadi. "Jadi, Tuan Brody sering menghubungimu perihal Eloise setelah malam itu?"
"Benar sekali. Apalagi karena ada kasus Caleb dan kelab terpaksa ditutup untuk beberapa saat, jadilah dia menghubungiku dengan niat menyewa Eloise untuk menemaninya liburan."
"Lalu?"
"Tentu saja aku menolak memberi tahunya soal keberadaan Eloise," jawab Madam D sambil menepuk meja kerja sekilas. Lalu ia pun menjelaskan alasannya. "Firasatku saat itu tak enak. Terlebih lagi karena kau pernah menghubungiku perihal Eloise. Kau katakan padaku untuk tidak mengganggunya. Bagiku, itu adalah peringatan dari Tuan Xavier. Aku memang tidak tahu apa yang terjadi setelah malam itu, tetapi kupikir ada sesuatu antara mereka sehingga Tuan Xavier memberiku peringatan demikian."
Gale mengangguk berulang kali. Mau tak mau, dipujinya keputusan Madam D. "Ada lagi yang lain?"
Madam D mencoba untuk berpikir sejenak. Kemudian, ia menggeleng. "Sepertinya tidak ada, Gale. Hanya itu dan aku berani bersumpah, aku sama sekali tidak ada mengatakan apa pun pada Tuan Brody."
Agaknya Gale bisa memegang perkataan Madam D mengingat percakapan di ruang kerja Xavier tadi. "Terima kasih."
Gale bangkit dan berniat untuk segera pergi. Namun, Madam D bertanya.
"Aku berharap aku tak melakukan kesalahan. Bukan begitu, Gale?"
Pertama kalinya, Gale tersenyum dan mengangguk. "Tenang saja. Kau tak melakukan kesalahan apa pun. Sebaliknya, kau melakukan hal tepat."
"Oh, syukurlah." Madam D refleks membuang napas panjang sembari memejamkan mata. Tangannya pun sampai naik dan mengusap dada. "Aku merasa lega."
"Baiklah. Kalau begitu, aku pergi."
Madam D membuka mata dan mengangguk. "Tentu, Gale. Selamat malam."
Sepeninggal Gale, Amos kembali masuk dan Madam D duduk lagi. Kelegaan yang dirasakan oleh Madam D diikuti oleh rasa penasaran.
"Ehm. Memang ada terjadi sesuatu antara Tuan Xavier dan Eloise. Ugh! Untunglah aku tak tergiur uang yang ditawarkan oleh Tuan Brody. Kalau aku sampai memberi tahu alamat Eloise padanya, ih!" Madam D bergidik. Bulu tengkuknya berdiri semua. "Aku pasti sudah mati di tangan Tuan Xavier."
*
Brody menghentikan langkah di depan pintu kamar. Ia berdecak. "Xavier ini memang tak pernah mau berbagi. Ehm. Padahal aku hanya ingin mencicipinya sedikit saja."
Stefan dan Andre tak memberikan komentar apa pun perihal gerutuan Brody. Mereka diam saja dan Brody melirik pada koper di troli.
"Setidaknya, dia memiliki barang-barang yang bagus," ujar Brody, lalu ia berpesan pada Stefan. "Hati-hati. Aku tak ingin ada lecet sedikit pun."
Stefan mengangguk. "Baik, Tuan."
Brody menepuk Stefan sekilas, lalu beralih pada Andre. "Kau, Andre. Jangan lupa hubungi asisten pribadiku."
"Tentu saja, Tuan. Terima kasih."
Brody masuk ke kamar. Pintu tertutup, setelahnya Stefan dan Andre pun beranjak dari sana.
Sepanjang perjalanan menuju ke parkiran khusus untuk para pelanggan ekslusif, Stefan dan Andre tak bicara sedikit pun. Mereka terus diam hingga keduanya tiba di mobil Brody.
Dengan penuh kehati-hatian, Stefan dan Andre memasukkan semua koper tersebut ke dalam mobil. Setelahnya mereka saling bertukar pandang untuk sesaat dan Andre mengangguk, lalu pergi.
Stefan memutuskan untuk menunggu Brody di mobil. Ia masuk ke dalam mobil dan duduk di balik kemudi.
*
Elodie membeku. Tatapannya tertuju ke depan, pada balkon, tetapi ia tak bisa melihat apa pun. Kegelapan menutupi pandangannya dan satu-satunya indra yang bisa diajak bekerjasama adalah telinga.
Napas tertahan. Udara berkumpul di dada. Elodie menajamkan pendengarannya dan ia berani bersumpah, suara langkah itu semakin mendekat.
Elodie putuskan untuk tak mengambil risiko. Ia tak akan bisa melakukan apa pun dengan keadaan gelap gulita seperti itu. Jadilah ia memutar tubuh, diusahakannya untuk berjalan cepat tanpa bersuara sedikit pun, tetapi langkah itu semakin mendekat.
Jantung berdegup kencang dan Elodie pun berlari. Ia buru-buru membuka pintu dan siap berteriak untuk memanggil siapa pun. Lalu—bruk!
Elodie menjerit tertahan. Ia menabrak seseorang dan sekarang, ada sepasang tangan memegang tubuhnya.
"Nona Ford."
Elodie mengenal suara tersebut dan bersamaan dengan itu, ada sebuah cahaya senter yang menerangi mereka, berasal dari seorang pengawal lainnya.
"Ro-Rory," ucap Elodie dengan napas tersengal. Ia memegang Rory dengan erat, lalu melihat ke belakang, ke kamarnya. "Ada seseorang di kamarku."
Wajah Rory berubah. "Aku akan memeriksanya," ujarnya sambil memberi isyarat pada pengawal yang mendekat. "Jaga dia."
Pengawal itu mengangguk dan Rory segera mengeluarkan pistol dari balik pinggang. Ia melangkah perlahan, lalu memasuki kamar Elodie. Diamatinya keadaan sekitar dan sesuatu yang ganjil menarik perhatiannya.
Angin bertiup dari arah balkon. Jadilah hordengnya beterbangan ke segala arah. Rory mendekat dan mendapati jendela besar balkon terbuka. Ia keluar, dilihatnya sekeliling, tetapi tak ada apa pun.
*
Setelah menemui Madam D maka Gale langsung kembali ke ruang kerja Xavier tanpa membuang-buang waktu sedikit pun. Ia melaporkan semua hanya interogasinyanya tanpa ada yang terlewatkan sedikit pun.
Xavier menyimak penjelasan Gale dengan tangan kanan yang naik ke atas meja kerja dan jari-jemarinya meremas dengan penuh irama. Ketika Gale tuntas bicaralah maka ia mengangkat wajah. "Hanya itu?"
"Ya, Tuan."
"Aku tidak mengira kalau Brody benar-benar berniat sangat berniat untuk menemukan Elodie," ujar Xavier sambil membuang napas sekilas. Jemarinya berhenti meremas dan ia menyandarkan punggung. "Kalau begitu, kau usahakan beberapa orang untuk menjaga Eloise. Aku tak ingin terjadi sesuatu padanya yang berujung pada keluhan Elodie."
Gale mengangguk. "Baik, Tuan."
Satu getar membuat Gale merogoh saku dalam jas. Xavier melihatnya dengan mata menyipit. Satu tebakan terbersit di benaknya dan ternyata benar.
Gale melihat si penelepon dan berkata. "Ini telepon dari Rory, Tuan."
Bola mata Xavier berputar sekali, lalu diperintahkannya Gale. "Kalau itu adalah Elodie maka abaikan saja."
"Baik, Tuan," ujar Gale sebelum mengangkat panggilan tersebut. "Halo—"
"Gale! Mana Tuan Xavier-mu itu?"
Refleks saja Gale melihat pada Xavier. Jadilah Xavier paham tanpa Gale mengatakan padanya. Xavier memberi isyarat dan Gale berniat untuk segera mengakhiri percakapan tersebut.
"Nona Ford, aku—"
"Ada seseorang di rumah ini, Gale! Lampu padam dan jendela balkon terbuka!"
Xavier melihat perubahan pada air muka Gale. Jadilah punggungnya menegap dengan serta merta. "Ada apa?"
"Lampu di Larkspur Hollow padam, Tuan."
Mata Xavier membesar. "Apa? Padam?" tanyanya dan Gale mengangguk. Jadilah tanpa pikir panjang, ia mengulurkan tangan. "Berikan padaku."
Gale memberikan ponselnya pada Xavier, lalu kembali berdiri di tempat semula.
"Elodie, a—"
"Xavier."
Suara Elodie terdengar seperti merengek. Napasnya menggebu. Jadilah Xavier mengerutkan dahi.
"Apa yang terjadi?"
"Lampu di sini padam. Semua gelap dan jendela balkon terbuka!"
Xavier menegang. "Bagaimana keadaanmu?"
"Aku? Oh, tenang saja. Aku baik-baik saja, tetapi astaga! Bisa-bisanya vila semewah ini mengalami padam lampu?!"
Jeritan Elodie membuat Xavier memejamkan mata dengan serta merta. Gendang telinganya seperti ingin pecah.
*
bersambung ....
Note: Aku minta maaf, tetapi sepertinya aku ga bisa updat tanggal 8 dan 9 Februari 2024. Ada urusan penting. Jadi, kita ketemu lagi di tanggal 12 Februari 2024. Makasih untuk pengertiannya (❁'◡'❁)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top