No Mercy 24
Di balik bilik, Brody tersenyum puas setelah memastikan semua unit pistol V-5001 telah terpesan atas namanya. Ia tinggal melakukan pembayaran dan sepuluh senjata api canggih itu akan sah menjadi miliknya.
Brody tersenyum sembari memegang dagu Camila. Matanya tampak berkilat-kilat melihat bibir Camila yang ranum. "Kau lihat? Aku membeli semuanya."
Camila mengangguk sembari membelai dada Brody dengan jemarinya yang lentik. "Kau hebat sekali, Tuan."
"Tentu saja," geram Brody sembari meremas payudara Camila dengan penuh nafsu. Jadilah Camila mengerang sembari menggigit bibir bawah. Kepala Camila terangkat dan ia pun tak bisa menahan diri untuk menjilat tulang selangka yang seksi itu. "Kau akan mengetahui kehebatanku yang lainnya nanti."
Camila tersenyum dan dengan nakal, tangannya meluncur ke bawah. Diusapnya kejantanan Brody sehingga si empunya menggeram.
"Aku akan menyelesaikan urusanku dengan Xavier dulu. Kau tunggu aku di kamar dan aku akan segera datang."
Camila mengangguk dan turun dari pangkuan Brody. "Baik, Tuan. Kuharap kau tak akan lama." Dengan centilnya, ia memberikan satu kecupan di dekat bibir Brody. Setelahnya barulah ia benar-benar pergi.
"Wow!" Brody bangkit dan menyambar gelas anggurnya. Diteguknya anggur itu hingga habis, lalu menyeringai. "Pelayanan Andre memang yang terbaik."
Brody keluar dari bilik bersama dengan pengawalnya. Andre menghampirinya dan mereka berjabat tangan.
"Selamat, Tuan Brody. Anda berhak atas V-5001."
Brody menyeringai dengan rasa bangga. "Tentu saja aku tak akan melewatkan penawaran menarik itu. Kesempatan tak datang dua kali. Lagi pula aku sudah tahu strategi Xavier. Ia tak akan mengeluarkan produk ekslusif yang sama dalam waktu enam bulan. Jadi, aku tak ingin ketinggalan sama sekali."
"Kau sangat mengerti Tuan Xavier, Tuan Brody."
"Dan kau sangat mengerti aku, Andre," ujar Brody sambil menyeringai. "Camila sangat seksi dan menarik. Sesuai dengan seleraku."
Andre tergelak. "Apa pun untuk membuatmu senang, Tuan Brody."
"Hubungi asistenku nanti. Dia akan memberimu tip."
Bola mata Andre membesar. "Terima kasih, Tuan Brody."
"Sama-sama, Andre. Sekarang, mari kita temui bosmu."
Andre mengangguk dan mempersilakan. "Mari, Tuan."
*
Siaran langsung penawaran pistol V-5001 berakhir. Gale yang turut menyaksikan proses penawaran tersebut segera keluar dari aplikasi, setelahnya ia menekan tombol daya sekilas dan tablet pun berada dalam mode layar terkunci.
Gale menghampiri Xavier di meja kerja. "Semua unit V-5001 sudah terjual semua, Tuan. Brody membeli semuanya."
Xavier hanya mengangguk sekali sambil menyingkirkan tablet dari hadapannya. Jelas, ia mengetahuinya karena turut memantau proses penawaran itu tersebut. "Seperti yang kutebak. Dia tak akan melewatkan penawaran ini."
Satu ketukan menarik perhatian Xavier. Diberikannya izin dan pintu pun membuka. Tampak Brody masuk bersama dengan pengawalnya dan juga Andre.
Xavier bangkit. Disambutnya Brody dan mereka berjabat tangan sebelum duduk di sofa.
"Selamat, Tuan Brody."
Brody terkekeh dengan rasa bangga. Ia duduk bersandar dan berkata. "Jangan berikan aku selamat dulu, Xavier. Pistol-pistol cantik itu belum sah menjadi milikku sampai kita benar-benar bertransaksi."
"Tentu saja."
Xavier memberikan lirikan penuh arti pada Andre. Perintah itu ditangkap dengan baik oleh Andre. Ia mengangguk dan segera bergerak. Dipersiapkan olehnya sepuluh unit pistol V-5001 dan waktu singkat.
Andre datang kembali dengan satu troli yang memuat sepuluh koper. Di tiap kopernya berisi satu unit pistol V-5001, lengkap dengan semua perangkat tambahannya, seperti: magazen cadangan, peredam suara berkualitas tinggi, dan kit perawatan.
Sepuluh koper berjajar di atas meja. Andre membuka kesemuanya dan membiarkan Brody memeriksa keadaannya satu persatu.
"Aku percaya pada kalian. Jadi, kita langsung saja ke intinya."
Andre mengangguk. "Tentu saja, Tuan Brody."
Koper kembali ke troli. Di lain pihak, pengawal Brody menaruh koper yang sedari tadi dibawanya ke atas meja. Koper dibuka dan tampaklah lembaran uang di dalamnya.
"Satu miliar dolar, Xavier."
Xavier mengangguk. "Aku juga percaya padamu."
Pengawal Brody menutup koper dan menyerahkannya pada Gale.
"Oke. Dengan begini, barulah aku sah menjadi pemilik pistol-pistol ini," ujar Brody dengan ekspresi senang. Ia pun memuji. "Barang-barangmu memang sangat bagus, Xavier. Bukan hanya pistol, tetapi Andre pun sangat pintar memilih wanita untukku malam ini."
Xavier mendeham sejenak. "Aku yakin memang itulah keahlian Andre."
"Namanya Camila. Dia sangat seksi dan menarik. Walau memang harus kuakui, dia tak ada apa-apanya dibandingkan dengan wanita pilihanmu itu." Brody mengusap-usap dagunya. "Aku tak melihatnya lagi di Electric Eden. Apa kau mengurungnya?"
Dahi Xavier mengerut. "Maaf. Sepertinya aku tidak tahu siapa yang kau bicarakan."
Brody menyeringai. "Masa kau tak tahu? Wanita itu. Ehm. Siapa namanya? Aku yakin mengingatnya. Dia adalah salah satu perawan yang ditawarkan oleh Madam D beberapa bulan yang lalu. Sepertinya sebelum kejadian Caleb."
Xavier tersentak, tetapi ia berhasil mempertahankan raut wajahnya untuk tidak berekspresi.
"Ah! Benar!" Bola mata Brody membesar. Jadilah ia menunjuk Xavier. "Eloise. Namanya Eloise."
Xavier hanya merespons singkat. "Oh."
"Aku sudah ingin memesannya, tetapi sudah terlambat. Aku mencoba untuk membujuk Madam D, tetapi dia menolakku. Jadilah aku tahu kalau pastilah kau yang telah memesannya. Terlebih lagi karena kemudian aku melihat dia menuju ke lantai ini," ujar Brody panjang lebar. Setelahnya ia berpaling pada sang pengawal. "Bukankah begitu, Stefan?"
Pengawal bernama Stefan Perez itu mengangguk tanpa mengangkat wajahnya sama sekali. "Ya, Tuan."
Xavier menahan napas.
"Jadi, bagaimana? Apakah dia memang semenarik penampilannya? Jujur saja, aku penasaran karena aku tak melihatnya lagi di Electric Eden setelah malam itu. Kau tahu bukan maksudku?" Brody menyeringai. Matanya berkilat-kilat. "Aku juga ingin mencicipinya."
Xavier membuang napas. Ekspresinya tampak aman terkendali. "Sejujurnya, aku juga tak tahu keberadaannya setelah malam itu. Jadi, maaf. Aku tak bisa membantumu."
"Oh, begitukah?"
Ada yang berbeda dari sorot mata Brody. Terlebih dengan senyum miring yang tersungging di wajahnya sedetik kemudian.
"Baiklah kalau begitu." Brody mengusap-usap sandaran tangan sofa. "Sepertinya aku harus pergi sekarang juga. Aku tak ingin membuat Camila menungguku terlalu lama."
Brody bangkit, begitu juga dengan Xavier. Mereka berjabat tangan.
"Semoga malammu menyenangkan, Xavier, dan sampai berjumpa lagi."
Xavier hanya mengangguk sekali.
Brody beranjak sembari berkata pada Stefan. "Kau urus pistol-pistol itu, Stefan. Aku punya urusan lain."
"Baik, Tuan."
Sesaat kemudian, Brody, Stefan, dan Andre keluar dari ruangan Xavier. Tinggallah Xavier dan Gale.
"Sepertinya memang ada orang lain yang mengetahui soal Elodie. Malam itu, dia menggantikan Eloise. Jadi, bisa sekali mereka salah mengira antara Elodie dan Eloise."
Gale bertanya. "Apa menurutmu, Brody terlibat dalam penyerangan itu?"
"Bisa ya, bisa tidak. Sepanjang yang kutahu, kami tak memiliki masalah." Terlebih lagi dengan transaksi bernilai satu miliar dolar yang baru saja terjadi. Namun, Xavier tak akan mengabaikan hal sekecil apa pun. "Walau bukan dia dalang dari penyerangan tersebut, tidak menutup kemungkinan ada orang lain yang mengetahui soal Elodie. Kau harus menyelidikinya."
Gale mengangguk. "Baik, Tuan."
"Untuk pertama, kau interogasi Dorothy."
*
Malam sudah menginjak pukul sebelas. Elodie memutuskan untuk selesai menonton. Matanya sudah terasa perih dan kantuk mulai terasa. Ia harus tidur.
Elodie menyempatkan waktu untuk mencuci muka. Setelahnya ia duduk di meja rias dan mulai melakukan perawatan wajah.
"Ehm. Apakah kerutan di wajahku mulai muncul?" tanya Elodie sambil memeriksa wajahnya di cermin berulang kali. "Sepertinya tidak. Mustahil kerutan langsung muncul hanya karena aku lupa menggunakan perawatan wajah sekali."
Elodie mendengkus geli. Ucapannya merujuk pada kejadian dua malam yang lalu. Ia tak sempat melakukan perawatan wajah mengingat dirinya langsung tertidur setelah hubungan intim itu selesai.
"Baiklah. Setidaknya aku tak boleh sering-sering melupakan perawatan wajah. Ini adalah sumber mata pencarianku."
Elodie mengambil kapas dan toner. Ia mulai mengocok toner sambil terus melihat pantulan wajahnya di cermin dari berbagai sisi. Sesekali, ia pun berdendang tanpa suara. Dehamannya mengalun dengan irama yang ceria.
Wajah Elodie terasa segar ketika toner membasahinya. Ia memberikan beberapa kali tepukan ringan. Setelahnya ia meremas kapas dan berniat untuk membuangnya di tempat sampai.
Satu pemandangan ganjil tertangkap oleh mata Elodie. Jadilah dehaman penuh irama itu terhenti seketika. Ia menahan napas di dada dan menyipitkan mata. Fokusnya adalah bayangan di hordeng balkon.
Elodie diam sejenak. Pikirnya, tak pernah sekalipun ia melihat bayangan manusia di balkon selama ini. Lagi pula bagaimana mungkin bisa ada manusia di balkonnya? Satu-satunya akses menuju balkon adalah dari kamarnya.
Fakta tersebut membuat jantung Elodie berdegup tak nyaman. Walau begitu ia tetap memberanikan diri. Ia bangkit sembari mendekati balkon.
"Siapa di sana?"
Elodie berusaha untuk berpikir positif walau sulit. Bisa saja itu adalah pengawal tambahan yang ditugaskan untuk menjaganya. Masuk akal, tetapi-blam!
Lampu mendadak padam. Elodie tak bisa melihat apa pun dan ia hanya mendengar halus suara langkah seseorang.
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top