No Mercy 23
Kesadaran menyentak Xavier. Mata membuka nyalang dan semua saraf di tubuhnya seolah terbangun dalam antisipasi penuh. Ia berpaling, lalu mendapati ada Elodie tidur di pelukannya.
Xavier memejamkan mata dan mengernyit. Kepalanya pening, mungkin karena tidur dengan lampu menyala atau terbangun dengan tiba-tiba.
Tangan naik. Xavier memijat pangkal hidung demi meredakan denyut di kepalanya sembari merutuk di dalam hati. Sialan!
Xavier tahu, tak sepatutnya ia berhubungan intim dengan Elodie. Sayangnya ia lepas kendali semalam dan sekarang ia hanya bisa memandang Elodie dengan geram.
Semenit berlalu. Xavier putuskan untuk menuntaskan kekacauan tersebut. Jadilah ia menarik tangannya dari bawah kepala Elodie secara perlahan dan berdoa semoga Elodie tidak terbangun. Ia tak berniat untuk memperpanjang kekesalannya dengan percakapan di pagi hari.
Xavier berhasil membebaskan diri dari Elodie. Ia turun dari tempat tidur dan menyambar pakaiannya yang berserakan di lantai, lantas mengenakannya dengan cepat. Setelahnya, ia buru-buru keluar dari kamar Elodie.
Tujuan Xavier adalah kamarnya. Namun, ia tak berencana untuk melanjutkan tidur, melainkan sebaliknya. Diambilnya ponsel di atas nakas, lalu ia menghubungi Gale.
"Gale, bersiaplah. Kita kembali ke Solstice Ridge sebentar lagi."
*
Cahaya menyilaukan mengusik tidur Elodie. Begitu pula dengan ketukan di pintu, disusul oleh gemerisik roda dari troli makanan yang didorong. Jadilah ia mengerang panjang dan matanya membuka sesaat kemudian.
Elodie butuh waktu beberapa saat sebelum sadar sepenuhnya. Ia berpaling ke sebelah dan tidak mendapati keberadaan Xavier. Refleks, ia mendengkus lucu. Satu pemikiran menggelikan melintas di benaknya. Jangan katakan padaku kalau kau kabur, Xavier.
Pemikiran itu membuat Elodie terkekeh samar. Ia geleng-geleng, lalu bangkit dengan tangan yang menahan selimut di dada. Bertepatan dengan itu, ada Rory yang masuk dan dilihatnya kekacauan yang berserakan di lantai.
Elodie mendeham. Jadilah Rory melihat padanya. Ia mengangkat kedua bahunya yang polos dan bicara dengan senyum dikulum.
"Selamat pagi, Rory."
Rory berusaha menjaga air mukanya. "Selamat pagi, Nona Ford."
"Ini pagi yang cerah," ujar Elodie sembari merapikan rambutnya yang berantakan dengan satu tangan. "Omong-omong, di mana Xavier?"
Rory menjawab dengan wajah sedikit tertunduk. "Tuan Xavier sudah kembali Solstice Ridge bersama dengan Gale."
Wajah Elodie berubah. Matanya membesar. "Apa? Xavier sudah kembali Solstice Ridge? Kapan dia pergi?"
"Mungkin sekitar pukul lima pagi tadi, Nona Ford."
Elodie melongo dan tak mampu menahan geramannya. "Dia pasti menghindariku." Pikirnya, pastilah Xavier merasa malu karena kejadian semalam. Jadilah ia berdecak, lalu berkata lagi pada Rory. "Bisakah aku meminjam ponselmu? Aku ingin menghubungi Xavier sekarang juga."
Rory segera mengeluarkan ponsel dan menekan kontak Gale. Panggilan tersambung, lalu diserahkannya ponsel pada Elodie.
Elodie menunggu panggilannya diangkat. Lumayan lama. Sampai-sampai ia menuding bahwa Xavier sudah memberi perintah pada Gale untuk tidak mengangkat telepon dari Rory.
"Halo."
Senyum di wajah Elodie mekar seketika. Wajah Gale membuatnya jadi semringah. "Halo, Gale. Apa Tuan Xavier-mu ada? Aku ingin bicara dengannya."
"Sebentar."
Elodie tak menunggu lama. Ia tahu ponsel telah berpindah tangan hanya dari deru napas yang terdengar di telinganya.
"Halo."
"Halo, Tuan Xavier. Aku senang kau mau menerima teleponku. Sempat kupikir kalau kau akan menolaknya."
Di seberang sana, Xavier mendeham. "Ada apa, Elodie? Apa ada sesuatu yang ingin kau katakan? Kalau ya, segera katakan. Aku tak punya banyak waktu untuk meladeni ocehanmu."
Elodie tertawa. "Oh, astaga, Xavier. Bisa-bisanya sikapmu berubah hanya dalam beberapa jam. Mengapa?"
"Apanya yang mengapa?"
"Mengapa kau pergi?" tanya Elodie tanpa tedeng aling-aling. "Apa kau menghindariku?"
"Menghindarimu? Oh, yang benar saja. Aku tak menghindarimu, Elodie. Kau tahu? Aku punya banyak pekerjaan yang harus kuurus."
Elodie manggut-manggut dengan mimik mencemooh. Ia sama sekali tak mempercayai ucapan Xavier. "Baguslah kalau begitu. Aku pun berharap kau memang tak menghindariku. Jadi, selamat bekerja, Xavier."
Elodie mengakhiri panggilan tersebut. Dikembalikannya ponsel pada Rory tanpa lupa mengucapkan terima kasih.
Rory mengangguk. Disimpannya kembali ponsel di saku jas, lalu ia keluar bersama dengan pelayan yang telah selesai menyajikan semua hidangan sarapan di atas meja.
Pintu tertutup. Elodie kembali merebahkan tubuh, lalu diembuskannya napas panjang. Tatapan matanya tertuju pada langit-langit, tetapi tak ada fokus di sana. Ia termenung, benaknya memikirkan kejadian semalam.
Perlahan, dahi Elodie mengerut dalam keragu-raguan. Ia tak yakin, apakah rasanya dulu seperti itu? Pastinya adalah semalam tak memberinya rasa sakit.
Elodie menggeleng sesaat kemudian. Dulu, adalah malapetaka yang sangat menyakitkan. Tubuhnya seperti dibelah hidup-hidup dan ia menangis dalam takut, juga benci. Berbeda dengan yang semalam.
Bukan berarti Elodie benar-benar menikmatinya. Memang, ia sempat terbuai oleh sentuhan Xavier. Namun, tubuhnya seketika menegang penuh waspada ketika Xavier menyentuhnya dengan lebih intim. Walau demikian bukan pula berarti bahwa ia membenci sentuhan itu.
Elodie menyadari bahwa itu adalah antisipasi alamiah yang tak bisa dihindarinya. Tubuh dan pikirannya masih menyimpan rasa sakit. Namun, ia yakin bahwa tubuh dan pikirannya telah mendapatkan jawaban untuk semua rasa sakit yang masih tersimpan. Semua baik-baik saja. Ia tak lagi tersakiti.
*
Ucapan Elodie tak ubah tamparan untuk Xavier. Jadilah ia menggeram sambil meremas ponsel Gale saat panggilan tersebut berakhir.
Seumur hidup, Xavier tak pernah diolok-olok oleh seorang wanita. Ia adalah seorang pria yang berkuasa dan semua wanita tunduk padanya. Nahas baginya, sekarang ia justru menemukan Elodie yang tak segan-segan untuk mencemoohnya.
Xavier yakin seratus persen, sikap Elodie berhubungan dengan kebutuhannya akan barang bukti pembunuhan Caleb. Elodie merasa di atas angin. Elodie yakin ia tak akan berbuat apa pun karena barang bukti tersebut.
Keyakinan Elodie tentunya benar. Xavier tak akan berbuat apa pun pada Elodie, tetapi lama-kelamaan kesabarannya bisa terusik juga. Ia tak suka diremehkan dan sikap Elodie menunjukkan sebaliknya.
Xavier menarik napas dalam-dalam, lalu mengembalikan ponsel pada Gale sebelum ia meremasnya hingga hancur. "Lain kali, kau tanyakan dulu pada Elodie, apa kepentingannya menghubungiku, Gale."
"Baik, Tuan." Gale menyimpan kembali ponsel di saku, lalu beralih pada tablet. Ia menggulir layar tablet dan menunjukkan satu tabel pada Xavier. "Ini adalah daftar klien ekslusif yang telah mengkonfirmasi kedatangannya, Tuan."
Xavier menyambut tablet tersebut dan melihat nama-nama di daftar. "Bagaimana dengan persiapan lelang?"
"Sudah rampung, Tuan," jawab Gale lugas. "Andre sudah mempersiapkan semuanya dengan baik. Saya juga sudah mengeceknya tadi."
"Bagus." Xavier mengembalikan tablet itu pada Gale. Tangan kanan naik ke meja dan ia mulai meremas jemarinya. "Aku ingin lelang ini berjalan lancar."
Esok malam, bertempat di Electric Eden, penawaran pistol V-5001 dilakukan. Tepatnya, pada satu ruang tersembunyi yang berada di bawah lantai dasar.
Tak banyak orang yang mengetahui bahwa Electric Eden memiliki ruang bawah tanah yang keberadaannya khusus untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat rahasia. Transaksi obat-obatan, wanita, dan senjata api adalah tiga kegiatan yang pasti akan dilakukan di sana.
Ruang bawah tanah itu memiliki setidaknya dua ruangan terpisah, yaitu ruang penawaran dan ruang transaksi. Sementara para klien ekslusif dan Andre berada di ruang penawaran maka Xavier dan Gale justru berada di ruang transaksi, mereka memantau kegiatan di ruang penawaran melalui tablet.
Ruang penawaran memiliki desain yang tak biasa. Di sana, ada sepuluh bilik yang diperuntukkan bagi klien ekslusif yang mengikuti acara tersebut. Mereka duduk terpisah dan seorang pelayan wanita telah bersiap di masing-masing bilik untuk melayani semua kebutuhan mereka.
Di lain sisi, ada podium lengkap dengan mikrofon. Biasanya, Andre sebagai penanggungjawab acara yang berkaitan dengan klien ekslusif akan mengenalkan produk yang ditawarkan di sana.
Sebuah meja bundar berada di tengah ruangan. Di sanalah, nantinya pistol V-5001 akan dipamerkan.
Pintu terbuka. Sepuluh orang klien ekslusif masuk bersama pengawal masing-masing dan segera menuju pada bilik masing-masing. Mereka duduk dan pelayan langsung melayani mereka.
Andre masuk. Penampilannya tampak rapi dan gagah seperti biasa. Ia menuju podium dan menyapa para klien ekslusif.
"Selamat malam semua. Aku, Andre Barnes, senang bisa menyapa kalian semua. Malam ini, seperti yang telah aku singgung di undangan sebelumnya, akan ditawarkan satu pistol canggih yang memiliki teknologi terkini."
Fokus para klien ekslusif tertuju pada layar sentuh dan proyektor holografik yang tersedia di bilik masing-masing. Tampilan pistol V-5001 muncul dan mereka pun melihat visualisasi senjata api itu sembari menikmati anggur ataupun merayu pelayan. Satu di antaranya adalah Brody Cunningham. Ia menarik pelayan yang berseragam lingerie itu dan mendudukkannya di pangkuan.
Brody bertanya dengan tangan yang meremas payudaranya yang tak mengenakan bra. "Siapa namamu?"
"Camila."
"Camila," ulang Brody manggut-manggut. Lalu remasannya berubah menjadi cubitan di puting payudara Camila. "Aku ingin kau menemaniku malam ini. Bagaimana?"
Camila mengangguk sekali dan Brody tersenyum penuh arti. Sekarang barulah ia kembali fokus pada proyektor holografik yang berada di hadapannya, lalu didengarnya Andre berkata.
"V-5001 bukan hanya senjata, tetapi sebuah pengakuan akan teknologi terkini dalam dunia persenjataan. Fitur-fitur inovatis yang dimilikinya memastikan bahwa penggunanya akan memiliki keunggulan mutlak dalam situasi apa pun."
Layar sentuh memperlihatkan visualisasi 3D dari pistol V-5001. Dipamerkannya teknologi pencegahan sidik jari, pengenalan wajah, dan sensor deteksi gerakan yang terpasang pada senjata itu.
Andre lanjut bicara. "Selain itu, V-5001 dapat diatur secara personal melalui aplikasi pintar yang terhubung, termasuk opsi penyesuaian daya tembak dan pengaturan keamanan yang tinggi."
"Ehm. Senjata yang menarik," gumam Brody dengan mata menyipit. Lalu ditatapnya Camila. "Bagaimana menurutmu? Apakah aku harus membelinya?"
Camila tak mengerti senjata. Jadilah ia hanya mengangguk.
"Baiklah." Tangan Brody meluncur di paha mulus Camila. Setelahnya jari-jarinya menyelip ke dalam lingerie dan memainkannya g-string Camila. "Aku akan membelinya."
Bertepatan dengan itu, Andre pun membuka penawaran. "V-5001 dijual dengan harga 100 juta dolar per unit dan untuk saat ini, hanya tersedia sepuluh unit. Untuk yang berminat, bisa silakan memesan."
Para klien ekslusif menunjukkan reaksi berbeda. Ada yang manggut-manggut, tetapi ada yang juga yang syok. Mereka tentunya memang sudah menerka bahwa pistol V-5001 akan dijual dengan harga tinggi mengingat fitur-fiturnya yang canggih. Namun, mungkin sebagian tak mengira bila harganya akan setinggi itu.
Andre menyadari bahwa ada beberapa klien yang ragu dengan harga penawaran. Untuk itu ia pun memberikan isyarat pada seorang pelayan wanita yang berdiri tak jauh darinya.
Pelayan wanita itu mengangguk. Ia beranjak sejenak dan kembali dengan sebuah kotak kaca tembus pandang berisi pistol V-5001. Ditaruhnya pistol itu di meja bundar.
Fokus klien ekslusif tertuju ke tengah ruangan, tepatnya pada pistol V-5001. Riuh mulai terdengar dan Andre tak akan menyia-nyiakan peluang.
"Inilah V-5001, mahakarya teknologi dengan kemampuan pemindaian target tercanggih yang ada di dunia saat ini. Daya tembaknya pun tak perlu diragukan lagi. Jadi, silakan kalian memanfaatkan kesempatan ini. Seperti yang aku katakan tadi, hanya ada se—"
Ucapan Andre terjeda. Lampu merah di salah satu bilik menyala. Jadilah ia tersenyum.
"Satu unit V-5001 telah terjual. Masih ada—"
Lampu merah di bilik yang sama kembali menyala. Lalu padam sejenak untuk menyala kembali di detik berikutnya.
Andre tersenyum. Diputuskannya untuk menunggu dan tebakannya benar. Bilik yang sama menyalakan lampu sebanyak sepuluh kali tanpa ada jeda sama sekali.
"Terima kasih. Sepuluh unit V-5001 telah habis terjual."
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top