No Mercy 17

Xavier membeku. Ia bergeming dengan perasaan tak enak yang timbul dengan cepat dan mulai menjalari sekujur tubuh.

Suara benturan dan jeritan Elodie terdengar jelas sekali di telinga Xavier. Itu memberikan satu indikasi yang membuatnya berujung pada satu kemungkinan—kecelakaan.

"Halo! Elodie! Apa yang terjadi? Elodie!"

Tak ada jawaban yang didapatkan oleh Xavier. Panggilannya tak disahut oleh Elodie hingga pada akhirnya telepon pun berakhir secara sepihak.

Xavier tak membuang-buang waktu. Ia segera menghubungi vilanya di Larkspur Hollow. Panggilan tersambung dan ia tak menunggu lama. Rory mengangkat teleponnya.

"Halo, Tuan."

"Segera bawa timmu, Rory. Sepertinya terjadi sesuatu pada Gale dan Elodie. Mereka dalam perjalanan pulang ke Larkspur Hollow. Jadi, telusuri jalan dan temukan mereka secepat mungkin. Berhati-hatilah, bisa saja itu bukan kecelakaan biasa."

"Baik, Tuan."

Telepon berakhir, tetapi Xavier tak bisa berdiam diri selama menunggu kabar mengenai Gale dan Elodie. Jadilah ia menyambar kunci mobil dan memutuskan untuk pergi ke Larkspur Hollow.

*

Rory mendapatkan firasat tak enak ketika satu-satunya telepon yang berada di vila itu berdering. Seingatnya, baru pertama kali ini didengarnya telepon rumah itu berdering. Jadilah ia bergegas dan telepon Xavier membuatnya segera bertindak.

Perintah Xavier sangat jelas. Rory harus menemukan Gale dan Elodie. Selain itu, ia tak bisa mengabaikan kemungkinan yang bisa saja terjadi, yaitu ada orang yang berniat mencelakai mereka.

Sepuluh orang berkumpul. Rory segera menjelaskan misi malam itu dan setelahnya mereka langsung berangkat dengan menggunakan tiga mobil berbeda.

Mobil-mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Mereka berpacu dengan waktu. Keselamatan Gale dan Elodie bisa saja terancam.

Satu pemandangan yang ganjil menarik perhatian Rory. Mulanya hanya berupa titik kecil bewarna merah terang, tetapi lama kelamaan titik kecil itu berubah menjadi kobaran.

Mata Rory segera menuju pada plat mobil yang terbakar itu. Tak salah lagi, itu adalah mobil Gale.

Kecepatan bertambah. Mereka hampir tiba dan Rory melihat pemandangan ganjil lainnya.

Gale tengah berkelahi satu melawan dua. Pistol di tangannya terhempas dan satu tinju menghantam wajahnya.

Rory segera menyiapkan senjata, lalu memberi perintah pada pengemudi. "Tabrak mereka."

Cepat dan tepat. Mobil melaju dan menghantam penyerang yang berniat untuk menembak kepala Gale.

Mobil berhenti bergerak. Rory segera turun dan pistol di tangannya bergerak.

Timah panas meluncur dan menghantam tepat di dahi si penyerang. Jadilah ia ambruk tanpa bernyawa lagi.

Di lain pihak, seorang penyerang yang tersisa menyadari situasi yang tak menguntungkan itu. Keadaan sekarang telah berbalik dan ia tak ingin mengambil risiko. Ia putuskan segera kabur ketika orang-orang Rory berniat untuk menyerangnya.

Rory segera menghampiri Gale yang terengah-engah. Tangannya terluka dan mengeluarkan darah. Sementara itu, sudut bibirnya pun pecah.

"Bagaimana keadaanmu?"

Gale menahan sakit di perut. "Aku tak apa-apa, tetapi Elodie. Sepertinya ia pergi ke hutan."

Rory melihat hutan yang dimaksud oleh Gale. Ia pun bangkit dan memberi perintah pada timnya.

"Kalian berdua, jaga Gale dan segera hubungi Larkspur Hollow. Suruh mereka untuk menyiapkan bantuan medis. Sementara yang lain, ikut aku. Kita harus menemukan Elodie di hutan."

*

Elodie membeku. Suara itu berbisik dengan jelas tepat di telinganya. Embusan napas pria itu membelai kulitnya dan membuat ia jadi merinding dengan rasa ngeri tak terkira.

"Aku tak ingin menghabiskan waktu dengan meladenimu. Jadi, jangan buat kesabaranku habis. Sekali lagi kau mencoba untuk membodohiku maka pistol ini yang akan bicara. Kau mengerti?"

Sebagai penekanan, si penyerang menusukkan muncung pistol di pinggang Elodie. Jadilah Elodie memejamkan mata dan mengangguk dengan gemetaran.

"Bagus. Sekarang, jalan."

Elodie menuruti perintah tersebut. Ia mulai berjalan sesuai dengan instruksi si penyerang walau bukan berarti ia akan pasrah begitu saja. Otaknya berputar dan berusaha untuk menemukan kesempatan yang mungkin saja bisa dimanfaatkannya.

Sayangnya hutan itu benar-benar gelap. Elodie nyaris tak bisa melihat apa pun dalam kegelapan itu. Semua yang ada di sekitarnya hanyalah pepohonan besar.

Elodie mencoba untuk tetap tenang di bawah tekanan intimidasi si penyerang. Ia terus memikirkan cara untuk bisa melepaskan diri dan tak ada satu pun yang tak memiliki risiko.

Disadari oleh Elodie, kali ini kemungkinannya untuk bisa lolos dengan selamat sangatlah kecil. Ia telah membuat marah si penyerang dan bukan mustahil bila si penyerang benar-benar habis kesabaran sehingga tak lagi berpikir dua kali dengan ancamannya tadi. Nyawanya bisa melayang.

Namun, Elodie tak gentar. Ia putuskan untuk mengambil risiko. Satu ide melintas di benaknya dan ia akan bertaruh untuk nyawanya.

Elodie menguatkan diri. Sejenak, dirasakannya muncung pistol yang terus menekan pinggangnya dan itu memberikannya gambaran akan posisi si penyerang.

Kedua tangan si penyerang berada dalam posisi yang berlawanan. Tangan kiri di atas dan menutup mulut Elodie, sementara yang lainnya memegang pistol dan menodongkannya di pinggang Elodie.

Elodie bisa mencoba peruntungannya dengan mengambil kesempatan itu. Ia mungkin saja gagal atau sebaliknya. Namun, terpenting adalah ia harus memprioritaskan tindakannya pada pistol si penyerang. Ia harus menyingkirkan pistol itu apa pun caranya.

Detak jantung meningkat. Aliran keringat terasa jelas sekali di punggung. Elodie menarik napas dalam-dalam dan menguatkan tekad, lalu ia segera menangkap tangan kanan si penyerang yang memegang pistol. Ditariknya tangan si penyerang sekuat tenaga sehingga muncung pistol hanya menodong pada udara kosong dan lalu ia menjatuhkan tubuh. Jadilah mereka bergulingan di tanah.

"Sialan!"

Si penyerang mengumpat sembari bangkit. Pistol terlepas dari tangannya, entah hilang ke mana. Jadilah ia berang dan segera dihampirinya Elodie yang meringkuk menahan sakit.

Elodie merasa pening dan perutnya mual. Tubuhnya pun terasa nyeri karena jatuh terguling-guling di tanah yang penuh dengan batu dan akar pepohonan.

"Dasar pelacur!"

Si penyerang menjambak rambut Elodie. Ditamparnya Elodie dengan penuh kemarahan.

Elodie mengerang menahan sakit. Tamparan itu membuat pandangannya jadi berkunang-kunang. Semua jadi gelap. Namun, tiba-tiba saja matanya membuka nyalang.

Elodie bangkit dan menubruk tubuh si penyerang. Jadilah si penyerang terjungkang dan ia tak menyia-nyiakan kesempatan itu.

Elodie menduduki tubuh si penyerang. Tangannya mengambil batu yang kebetulan berada di dekat mereka. Ia memegang batu itu dengan kuat dan lalu menghantamkannya ke kepala si penyerang.

Si penyerang menjerit. Dahinya terluka dan darah mulai mengalir. Ia berusaha untuk mendorong Elodie, tetapi batu kembali menghantam kepalanya.

"Siapa kau berani menamparku bajingan?!"

Kaki si penyerang menghantam punggung Elodie. Namun, ia bergeming. Sepertinya ia tak merasa sakit apa-apa bahkan ketika si penyerang juga berusaha memukul dan meninjunya.

Elodie terus menghantamkan batu ke kepala si penyerang. Bunyi retak terdengar berulang kali disertai dengan tetesan darah yang memercik ke mana-mana. Ia membabi buta dan sama sekali tak menyadari bahwa si penyerang sudah tak bergerak lagi sejak lima menit yang lalu.

Si penyerang telah tewas dengan wajah hancur dan Elodie mungkin saja akan terus menghantamnya bila ia tak mendengar derap langkah yang mendekat. Tangan berhenti bergerak. Ia mengangkat wajah.

"Nona Ford."

Rory tiba bersama dengan orang-orangnya. Mereka melihat tindakan Elodie dan jadi membeku.

Elodie membuang batu di tangan. Kedatangan Rory dan yang lainnya membuat ia merasa lega. Tanpa sadar, ia pun tersenyum.

Sebaliknya, Rory dan timnya malah bergeming. Pemandangan Elodie yang penuh dengan percikan darah membuat mereka tak bisa berkata-kata.

Elodie bangkit dengan payah, lalu melangkah dengan napas terengah-engah. "Rory, dia—"

Ucapan Elodie terputus. Mata terpejam dan ia jatuh pingsan. Beruntung, Rory menangkapnya di waktu yang tepat.

Rory menggendong Elodie. Lalu ia tak lupa memberi perintah. "Bersihkan semuanya. Jangan sampai ada jejak yang tertinggal."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top