No Mercy 13

Bolak-balik mengadakan perjalanan antara Larkspur Hollow dan Solstice Ridge bukan hanya menghabiskan waktu, melainkan juga menguras tenaga dan pikiran. Jadilah wajah Xavier terlihat suntuk, tubuhnya pun lelah. Ujung-ujungnya tak heran bila nanti predikat tempat bersantai yang tersemat pada Larkspur Hollow akan dicopotnya dalam waktu dekat. Berkat Elodie, tempat itu menjadi tak lagi menyenangkan untuknya.

Gale tak mengatakan sepatah kata pun sepanjang perjalanan pulang menuju Solstice Ridge. Disadarinya suasana hati Xavier sedang buruk dan agaknya hanya keheningan yang bisa menenangkannya walau hanya sekejap.

Tiba di Solstice Ridge, ternyata hari telah berganti. Xavier melepaskan sabuk pengaman dan memberikan isyarat pada Gale bahwa semua sudah cukup untuk saat itu. Jadilah Gale pergi dan menuju ke kediaman sendiri sementara Xavier pun langsung masuk ke rumah.

Xavier menuju ke kamar. Dilepaskannya seluruh pakaian yang melekat di tubuh dan ia masuk ke bilik pancuran. Air hangat tercurah dan dibiarkannya sensasi rileksasi menghempaskan semua ketegangan di otot-ototnya.

Bersabar memang bukanlah hal mudah. Sayangnya Xavier tak memiliki pilihan lain. Jadilah dicobanya untuk beristirahat sejenak sebelum kembali memulai hari.

Xavier segera memerintahkan Gale untuk menyusun pertemuan dengan Manuel. Dikosongkannya jadwal siang sehingga mereka bisa bertemu di jam makan siang, tepatnya di restoran Coastal Bistro.

Satu ruang naratetama telah dipersiapkan. Gale menunggu di luar sementara Xavier masuk dan telah ada Manuel yang menunggunya di dalam.

"Tuan Ordego," ujar Manuel sembari bangkit dari duduk. Dihampirinya Xavier dan ia persilakan Xavier untuk duduk. "Selamat siang. Bagaimana kabarmu?"

Xavier duduk dengan ekspresi tak bersahabat. Jadilah Manuel meneguk ludah dan duduk kembali.

Pelayan masuk dan menyajikan hidangan. Setelahnya mereka keluar dan kembali tinggallah mereka berdua.

Manuel melirik Xavier. Ditunggunya Xavier bicara dengan perasaan tak tenang yang membuatnya gelisah tak henti-henti. Tangan berkeringat dan jadilah ia mengusap paha berulang kali.

Sekilas pergerakan Xavier membuat Manuel menegang seketika. Wajah terangkat dan dilihatnya Xavier meraih gelas minum.

Xavier melegakan tenggorokan dengan beberapa kali tegukan air putih. Ketika ia menaruh kembali gelas di meja, barulah ia bicara.

"Apa kau ada gunanya, Manuel?"

Manuel tertegun sedetik, lalu ia buru-buru menjatuhkan diri di lantai. Ia berlutut di kaki Xavier dan segera berkata. "Maafkan aku, Tuan Ordego. Aku bersalah, tetapi memang belum ada hasil berarti yang didapatkan oleh Lee dan timnya. Aku tidak berbohong. Aku berani bersumpah."

"Lee bukanlah polisi kemarin sore, Manuel," lirih Xavier dengan suara rendah. Diambilnya pisau makan dari meja dan ia rasakan tajam bilahnya dengan menggesekkan ibu jari di sana. Ia tampilkan gestur yang berhasil membuat Manuel jadi meremang. "Semua orang tahu kalau dia adalah polisi yang berkompeten. Jadi, rasanya mustahil kalau dia belum mendapatkan petunjuk apa pun selama sebulan ini."

"A-aku tahu itu, Tuan, tetapi aku sama sekali tidak berbohong. Lee memang belum mendapatkan informasi yang berarti. Seperti yang kau ketahui, lokasi kejadian berada di titik buta kelab. Jadi, tidak ada rekaman yang bisa memberikan petunjuk. Selain itu, tak ada sidik jari yang mencurigakan ditemukan."

Gesekan ibu jari Xavier di bilah pisau makan berhenti. Ia melirik. "Tak ada sidik jari yang mencurigakan?"

"Benar," angguk Manuel cepat. Ia mengerjap sekali dan disadarinya bahwa ia telah berkeringat saat itu. Matanya terasa perih ketika setetes keringat berhasil masuk dan menghalangi pandangannya untuk sesaat. "Mereka belum menemukan satu sidik jari pun yang mencurigakan. Kebanyakan dari sidik jari di sana adalah pegawai kelab dan semua memiliki alibi masing-masing."

Xavier diam sejenak. Ditaruhnya pisau kembali di atas meja dan Manuel pun membuang napas lega.

Ada sesuatu yang terasa janggal. Jadilah Xavier mendaratkan tangan di meja dengan bertumpu siku. Jari-jarinya meremas dan dahinya mengerut.

Ingatan itu terlihat kabur di benak Xavier. Ia tak yakin, tetapi ada kecenderungan bahwa dugannya benar.

Xavier mengingat foto dan sekilas cuplikan video yang diberikan oleh Elodie. Caleb terdesak di dinding dan satu tangan mencengkeram lehernya.

Remasan jari-jari tangan Xavier berhenti. Sebagai ganti, tangannya pun mengepal. Ia berkata. "Lee berbohong."

"A-apa, Tuan?" Wajah Manuel berubah pucat. Dipastikannya lagi maksud Xavier. "Lee berbohong? Apa maksudnya, Tuan?"

"Tidak mungkin dia tak menemukan sidik jari yang mencurigakan."

Manuel diam. Ketakutannya terjeda oleh kebingungan, dari manakah keyakinan Xavier berasal?

"Sepertinya Lee sekarang mulai pintar," ujar Xavier kembali meraih pisau makan, tetapi kali ini berikut dengan garpunya pula. Ia mulai mengiris potongan sapi yang tersaji di piring dan menikmatinya. "Dia pasti merahasiakan hasil penyidikannya karena tahu kau bekerja untukku."

Manuel mengerjap. Mulutnya membuka, tetapi ia tak bisa berkata apa-apa. "Lee bajingan itu."

"Sudahlah. Sekarang lebih baik kau duduk. Makanlah selagi masih hangat."

"Ba-baik, Tuan."

Manuel kembali duduk di kursi. Ia pun mulai menyantap makan siang. Walau demikian perasaannya belum bisa tenang. Sesekali, diliriknya Xavier yang tampak amat menikmati hidangan. Xavier terlihat tenang, tetapi ia sadari bahwa saat itu Xavier tengah berpikir.

"Aku ingin kau menyusupkan orangmu di tim Lee. Kalau tak bisa, bujuk salah satu orang di timnya. Aku ingin tahu siapa nama yang telah didapatkan oleh Lee."

Ucapan Xavier menimbulkan praduga Manuel. Ada indikasi tak langsung yang tersirat di sana, tetapi ia tak abai untuk tetap mengangguk. "Baik, Tuan. Aku akan segera melakukannya."

Xavier menuntaskan makan. Dilapnya mulut dan ia bersiap untuk segera pergi. Namun, sesuatu melintas di benaknya sebelum ia benar-benar meninggalkan tempat itu.

"Aku tahu itu adalah usahamu, Manuel, sehingga penyegelan Electric Eden dicabut."

Ketegangan dan ketakutan di wajah Manuel sirna sudah. Ia tersenyum lebar dan tampak semringah. "Benar, Tuan. Aku yang mengusahakan pencabutan segel Electric Eden."

Xavier tak mengatakan apa-apa dan beranjak. Ketika ia keluar dari sana, masih sempat didengarnya Manuel berkata.

"Selamat jalan, Tuan Ordego."

*

Satu bulan telah berlalu sejak hari penemuan mayar Caleb di Electric Eden. Selama itu pula, kelab malam terbesar dan andalan di Ashford City harus berhenti beroperasi. Kepolisian Solstice Ridge menyegel tempat hiburan tersebut untuk kepentingan penyidikan. Jadilah bisa dibayangkan kerugian yang Xavier derita.

Untungnya Manuel turun tangan di waktu yang tepat. Karena bila mengikuti prosedur yang dijalankan oleh Lee, agaknya Electric Eden akan terus disegel dalam kurun waktu yang lebih lama. Xavier tidak heran dan yakin bahwa itu tak semata-mata untuk kepentingan penyidikan. Alih-alih memang Lee memanfaatkan kesempatan untuk membuatnya menderita.

Electric Eden kembali dibuka. Manajer kelab pun langsung melancarkan strategi jitu untuk menarik perhatian pengunjung terlepas dari ketidakjelasan kasus kematian Caleb yang hingga kini belum mendapatkan petunjuk yang berarti. Satu target yang harus dipenuhinya, yaitu Xavier menginginkan pemasukan Electric Eden melonjak.

Xavier menyempatkan waktu untuk mendatangi Electric Eden malam itu. Dilihatnya para pengunjung yang memenuhi kelab dan ia lanjut melangkah menuju ke ruang kerja.

Sang manajer Electric Eden, Willy Rogers, sudah menunggu kedatangan Xavier. Disambutnya Xavier dengan penuh kesopanan dan kepala tertunduk, agaknya ia masih merasa bersalah dengan keteledorannya. Berkat ketiadaan dirinya di Electric Eden saat mayat Caleb ditemukan, jadilah kasus itu mencuat besar.

"Bagaimana, Willy? Apa rencanamu malam ini?" tanya Xavier sembari terus melangkah dan menuju meja kerja. Ia duduk dan segera saja kedua tangannya bertumpu siku di meja. "Apa ada sesuatu yang menarik?"

Willy mengangguk. "Aku sudah menyiapkan barang baru, Tuan. Para klien telah mengkonfirmasi kehadiran dan orang-orang Manuel sudah berjaga kalau ada hal-hal tak terduga yang terjadi."

"Bagus. Pastikan semua berjalan lancar. Buat para klien itu senang dan yakinkan mereka kalau kasus Caleb tidak akan berpengaruh terhadap Electric Eden."

"Baik, Tuan."

Setelahnya Willy pergi. Tinggallah Xavier dan Gale. Waktu yang tersedia dimanfaatkan Gale untuk melaporkan hal lain.

"Kabar dari pabrik, Tuan. Produksi batch terbatas dari senjata api kelas atas, model V-5001 baru saja selesai. Keunggulannya ada pada teknologi pemindaian target tercanggih saat ini, serta memiliki daya tembak tak tertandingi."

Gale menyerahkan tablet di tangannya pada Xavier. Pada layar datarnya, tampil gambar senjata api yang dimaksud. Xavier melihatnya sembari terus mendengarkan penjelasan Gale.

"Sesuai instruksi yang diberikan, untuk tahap awal, senjata ini hanya diproduksi sebanyak sepuluh unit."

Xavier mengangguk. Samar, ia tersenyum puas melihat senjata terbaru produksi pabriknya itu. Desainnya tampak mewah dengan perpaduan warna hitam dan emas yang elegan, sempurna untuk menggambarkan kekuatan dan juga kemewahan.

"Kapan jadwal penawaran akan dibuka?" tanya Xavier sembari menaruh tablet di atas meja. Disandarkannya punggung di kursi, lalu ia mendeham sejenak. "Aku ingin melakukan pengujian pribadi."

"Rencananya seminggu lagi aku akan menyuruh Andre Barnes untuk menghubungi para klien ekslusif."

"Masih ada waktu beberapa hari. Siapkan barangnya. Aku ingin mencobanya di Larkspur Hollow." Ekspresi Xavier tampak berubah. Ia mendengkus sekilas. "Jadi, mungkin kau juga harus menyiapkan keperluan berburu. Sepertinya aku perlu sedikit bersenang-senang."

Xavier sadari bahwa belakangan ini dirinya terlalu ditekan oleh banyak hal, dari pekerjaan, kasus Caleb, hingga kelicikan Elodie. Jadi diputuskannya untuk sedikit menyantaikan pikiran dan tubuh. Lagi pula ia memang perlu santai untuk bisa menghadapi Lee minggu depan.

Akhir pekan, tepatnya hari Sabtu. Xavier dan Gale tiba di Larkspur Hollow ketika hari baru saja menunjukkan pukul tujuh pagi.

Gale telah menyiapkan semuanya dengan sempurna. Ia mengingat dengan baik bahwa Xavier ingin berburu sehingga tak sulit baginya menebak bahwa sang bos sedang ingin bersenang-senang. Jadilah ia memanggil koki dan merancang sarapan di luar ruangan. Persis kesukaan Xavier dan lokasinya di belakang rumah, tempatnya berhubungan langsung dengan hutan.

Keadaan itu menarik rasa penasaran Elodie. Terlebih lagi ketika ia pun diajak bergabung bersama Xavier. Mereka duduk bersama dengan beragam menu sarapan yang telah terhidang di meja.

Elodie duduk dengan dahi mengerut. "Ehm. Apa ada sesuatu yang terjadi, Xavier? Mengapa kau tiba-tiba mengajakku sarapan di luar?"

"Tidak ada apa-apa. Aku hanya sedang ingin saja menikmati sarapan di luar. Lagi pula cuaca hari ini cerah."

Jawaban Xavier membuat kebingungan Elodie semakin menjadi-jadi. Terlebih lagi ketika ditatapnya Xavier dan ia rasakan perasaan tak enak.

Elodie memasang antisipasi. Diwaspadainya gelagat Xavier, tetapi yang terjadi selanjutnya tak terbayangkan olehnya sama sekali.

Xavier meraih sesuatu di balik pinggang celana, sebuah senjata api. Dilepaskannya pengaman dan kemudian diarahkannya senjata api itu pada Elodie, membidiknya.

Elodie membeku.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top